Epilog

5.9K 251 5
                                        

Napas perempuan itu terengah-engah. Dia sudah berlari menggelilingi lapangan upacara di salah satu sekolah dasar selama lima kali putaran. Senja sudah tiba. Sisa cahaya dari matahari yang membaur dengan kegelapan malam mulai datang. Mereka menyatu dan membuat langit seakan-akan berwarna oranye yang indah dan menakjubkan.

"Ngapain sih diet-diet segala?" protes seorang lelaki yang sedari tadi menemani perempuannya. "Aku nggak nyuruh."

Si perempuan tidak langsung menjawab karena sibuk mengatur napasnya untuk kembali normal. Dia duduk selonjoran dan punggungnya bersandar pada tiang bendera.

"Siapa yang diet?" tanya si perempuan itu begitu napasnya tidak begitu ngos-ngosan.

"Lha, buktinya kamu kalau makan nggak kayak dulu," jawab si laki-laki.

"Aku lagi jaga pola makan," kata si perempuan santai.

"Terus sekarang lari-lari muter lapangan kayak orang gila," tambah si laki-laki yang tidak begitu mendengar ucapan perempuannya.

"Siapa yang gila? Aku hanya lagi olahraga," sahut si perempuan.

Laki-laki itu mendengkus keras.

"Biar badanku sehat. Biar sama kamunya lebih lama," jelas si perempuan dengan senyum malu-malu. Wajahnya mulai memanas.

Si laki-laki terbengong sesaat, lalu menjawab, "Iya deh iya, Sayang."

Panas di wajah si perempuan tak terbendung lagi. Apalagi lelakinya memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Membuatnya mengipasi wajah dengan menggunakan tangan. Berharap rasa panas itu bisa mereda dengan cepat.

Laki-laki itu tersenyum melihat tingkah perempuannya. Cute sekali, pikirnya. Karena merasa gemas dan tidak bisa menahan ingin ndusel-ndusel, akhirnya si laki mencuri cium pipi perempuannya.

"Apa sih cium-cium. Ini tempat umum. Malu!" Perempuan itu menghindar karena terkejut. Kedua tangannya refleks menempel di pipi.

Bukannya tersinggung, laki-laki itu tertawa. "Sudah jadi pasutri, ngapain malu sih?"

"Ya kalau ada yang liat terus jomlo, kan kasihan," kata si perempuan pelan.

"Biarkan jomlo berkhayal sesukanya," tutup si lelaki seraya memeluk istrinya sayang dan tak lama mereka sudah tertawa-tawa bersama.

Jodoh merupakan rahasia Tuhan. Tidak ada seorang pun yang tahu jodohnya kelak. Begitupun Indri dan Ghani. Meskipun mereka sempat tidak bertemu selama satu setengah tahun lamanya karena Ghani memilih merantau, bekerja sebagai kuli bangunan sekaligus untuk menyembuhkan luka hatinya. Namun, jika Tuhan sudah berkehendak, apa pun bisa terjadi. Mereka bertemu kembali dan akhirnya bersatu. Walau tidak serta merta mereka langsung saling menerima ketika pernikahan digembar-gemborkan. Ada proses panjang di dalamnya dan mereka melewatinya sesuai alur yang telah diciptakan oleh Tuhan.

Love me, Marry me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang