Februari 2018
Apa ini?
Di mana ini?
Gelap.
Glenna Darmadi bergerak hati-hati. Dia menyingkap selembar selimut, tapi itu bukan miliknya. Ini bukan ranjangnya. Suara kasur yang berkeriut pelan membuatnya terlonjak. Perlahan, Elna memijak lantai, kemudian mencari tombol lampu. Matanya menangkap meja di dekat pintu. Sebuah laptop tergeletak di tepian meja. Layarnya tak sempurna tertutup. Selebihnya, terlihat tidak ada benda lain di atasnya. Dia meraih gagang pintu, menekannya. Tidak berhasil. Pintu itu tidak terbuka.
Elna menahan napas, berbalik, berusaha melihat seisi kamar. Ada siluet pintu di sisi kiri, yang sepertinya menuju kamar mandi.
Kenapa?
Kenapa aku di sini?
Digalinya ingatannya. Apa yang sebelumnya dia lakukan? Ke mana dia pergi begitu meninggalkan apartemen? Bertemu siapa?
Tidak.
Pikirannya kosong.
Dia hanya ingat kemarin adalah Jumat, libur Imlek, mengawali libur panjang akhir pekan. Seingatnya dia tidak ke mana-mana. Namun, kepalanya langsung berdenyut. Mengapa kini dia meragukan ingatan hari kemarin? Dia merasa pergi dengan seseorang. Seorang lelaki.
Elna mengenalnya. Tidak. Sekarang dia ragu. Benarkah dia mengenal orang itu? Lalu, bagaimana bisa berakhir di tempat ini?
Elna mengernyit merasakan sakit di kepalanya. Dengan sentakan keras, dia mencoba membuka pintu lagi. Lagi. Lagi. Dan pintu tetap bergeming. Dia merogoh saku jinsnya dan benar saja. Ponselnya tak ada di saku. Dicari-carinya benda itu di lantai dan di atas kasur. Tidak ada. Diangkatnya selimut, memerhatikan bila ada benda yang jatuh dari sana. Tidak ada.
Saat itu, dia menyadari di sisi tempat tidur ada jendela kecil. Elna terlonjak. Dia mundur dengan cepat, memberi jarak sejauh mungkin, hingga punggungnya menabrak bibir meja.
Mendadak tampak sekelebat bayangan melintas di luar jendela.
Mata Elna bekerjap. Napasnya memburu.
Pelan-pelan, masih menjauh dari jendela, dia membuka pintu di sebelah kiri. Dia bisa menangkap siluet kloset. Jadi benar, ini kamar mandi. Dicobanya tombol lampu, tapi tak menyala juga.
Melihat penataan tadi dan penataan kamar mandinya, Elna merasa tahu siapa yang tinggal di sini.
Apakah dia menghabiskan waktu dengannya? Dan berakhir di sini? Jika itu terjadi beberapa tahun silam, mungkin saja. Namun, dengan hubungan mereka saat ini? Itu terasa tak mungkin.
Di mana ponselnya?
Dan mengapa orang itu tidak di sini?
Elna menahan napas. Yang di jendela tadi mungkin hanya burung. Karena jika ini memang kamar orang itu, tidak ada balkon.Letak kamar ini di lantai dua dari kosan tiga lantai. Tidak mungkin ada orang di luar.
Benar, kan?
Perempuan itu mendekat kembali ke meja panjang dekat pintu. Ternyata, ada tumpukan kertas. Setelah dilihat-lihat dari jarak sangat dekat, ada banyak gambar persegi panjang dengan isi berbeda-beda. Sepertinya itu adalah coretan terkait pekerjaan.
Perempuan itu menoleh sedikit, masih waspada terhadap jendela di belakangnya, dengan alasan yang tak dia mengerti. Dia membuka laptop di meja. Di luar dugaan, layarnya memancarkan sinar dan menampilkan halaman untuk masuk. Elna belum terpikirkan kata sandinya, tetapi melihat gambar latar tersebut—Elna, berdiri dengan rambut terkibar dan tebing di belakangnya dipenuhi pepohonan, dia kini yakin ini kamar kos siapa.
Oscar Octavianus. []
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Jacq - Every Wrong Thing (SUDAH TERBIT)
Misterio / SuspensoElna mendadak bangun di ruangan Oscar, lelaki yang dahulu disukainya. Ruangan gelap, sunyi, dan semua pintu terkunci. Elna tidak ingat, bagaimana dia bisa sampai di sana. Apa yang sebenarnya terjadi?