Februari 2018
Tok, tok.
Siapa pagi-pagi begini?
Elna meletakkan kapas dan menuju pintu apartemennya.
Mungkin tetangga yang pindah kemarin ada perlu?
Dia memutar kunci, membuka pintu, lalu mengernyit.
Kosong. Tak ada siapa-siapa.
Dia melongok ke kanan dan kiri koridor apartemennya.
Kosong. Koridor begitu lengang tanpa tanda-tanda seseorang tadi mengetuk pintu.
Elna menahan napas dan masuk kembali.
Mungkin salah dengar.
Ini cukup pagi dan dia baru akan membersihkan wajah dari sisa night skin care routine. Ini cukup pagi dan dia juga jarang ditamui apalagi tamu yang datang tanpa berita terlebih dahulu.
Elna membuka botol micellar water dan mengambil kapas lagi, tetapi berhenti di tengah jalan.
Tok, tok.
Itu tadi jelas terdengar. Tidak salah lagi. Seseorang mengetuk pintu apartemennya.
Tok, tok.
Elna bergegas ke pintu, membuka kunci dan menarik pegangan secepat yang dia bisa.
Kosong.
Dengan waswas, dia berjalan menyusuri koridor. Melihat pergerakan lift, tapi nihil. Melongok ke tangga, melihat atas dan bawah, tapi tak ada orang.
Ini hari kerja dan dia harus bersiap. Jadi, diurungkannya niat untuk mencari lebih jauh.
Semenjak Oscar hilang, sudah dua kali seseorang-yang-entah-siapa mengganggunya. Pertama, ketika malam hari dia merasa diikuti di pelataran kompleks apartemen. Kedua, barusan. Entah siapa itu, entah apakah ada hubungannya dengan ketiadaan Oscar, entah apa yang diinginkannya.
Seseorang mengganggunya.
Seseorang bertanggung jawab atas hilangnya Oscar.
Seseorang masuk ke hidup mereka dan siap memporak-porandakannya.
***
"Back-end udah oke?" tanya Elna ke Ari Wibowo dan Muhathir, selaku programmer proyek website Sukualas.
"Masih ada bug minor di modul pembelian," jawab Muhathir.
"Modul keanggotaan belum di-deploy," lanjut Ari.
Elna mengangguk-angguk sembari mengecek jadwal pengerjaan proyek. "Masih bakal selesai sesuai tenggat, kan?"
"Iya," sahut Ari dan Muhathir bersamaan serta sama-sama yakin.
"Oke," ujar Elna sambil menutup dokumen proyek di tangannya. Perempuan itu tersenyum pada mereka berdua. "Thank you, guys."
Ari tersenyum lebar, sementara Muhathir mengangkat jempol. "Sama-sama, Elna."
Elna naik ke lantai 3, menuju area Design Department. Hatinya mencelus melihat meja Oscar yang kosong di bagian jajaran user interface designer. Pekerjaan Oscar untuk tampilan website Sukualas memang sudah nyaris rampung--hanya tinggal satu dua hal kecil--tetapi tentu Elna mencarinya. Tentu Elna otomatis khawatir melihat meja itu kosong, seperti sebelumnya.
Dia menuju meja Prama di divisi Front-End. Lelaki itu menyambut dengan senyum secerah matahari, seolah melukiskan namanya; Prama Abu Surya. Setiap melihat lelaki itu, melihat senyumnya yang riang, atau setiap bicara dengannya yang membawa semangat, Elna kerap melupakan Oscar-yang-entah-di mana. Lagi pula, dia tak bisa menghubungi Oscar. Penjaga kosan pun seperti tak tahu keberadaan lelaki itu.
"Oscar pasti baik-baik aja," ujar Prama ketika Elna sudah berdiri di dekat mejanya. Mungkin ekspresi sarat akan kekhawatiran belum tanggal sepenuhnya dari wajah Elna.
Dia pasti baik-baik aja.
Waktu itu, Prama juga bilang begitu. Itu benar-benar setelah Elna merasa ada yang mengikuti di kompleks apartemen. Ketika dia dibuat waswas malam itu dan mulai waspada pada lingkungan sekitar, termasuk tidak merasa aman di apartemen sendiri.
Senyum Elna memudar.
Mengapa bisa begitu pas? Mengapa Prama malam itu tiba-tiba menelepon dan bilang Oscar baik-baik aja?
Elna tahu, mungkin saja hanya kebetulan. Prama memang baru diberi tahu soal Oscar siang itu. Mungkin hanya kebetulan, saat itulah Prama menunjukkan kepeduliannya pada Elna.
Manapun yang benar, bila Prama menyadari perubahan ekspresi Elna, dia tidak menunjukkannya.
Di sebagian tempat, fungsi user interface designer dan front-end developer dikerjakan oleh satu divisi. Di Fraweb, kedua pekerjaan ini dipisah. Umumnya, para user interface designer akan mengerjakan tampilan "kulit luar" dari website, kemudian dilanjutkan oleh front-end developer untuk tampilan yang lebih dalam.
Di proyek Sukualas, secara sederhana, Prama meneruskan pekerjaan Oscar. Sejauh ini, Elna tidak mendengar keluhan Prama.
"Tinggal bagian yang belum disetor Oscar," kata Prama.
"Oh. Ya. Oke," sahut Elna. Di luar hal pribadi, Elna berharap keberadaan Oscar segera diketahui dan dia bisa menyelesaikan tanggung jawabnya untuk website Sukualas. Karena bila tidak, harus ada yang meng-cover bagian Oscar. Mungkin Prama atau rekan divisi Oscar.
"Elna?"
"Oh. Ya." Ketahuan melamun, tangan Elna bergerak karena gugup.
"Dia pasti baik-baik aja," ucap Prama, memberi senyum menenangkan, sementara tatapannya cerah.
Kalimat itu lagi.
***
"Elna?"
"Elna?"
Yang dipanggil baru tersadar. Dia menatap Veve dan Audrey sambil tersenyum minta maaf karena melewatkan apa yang tadi mereka katakan atau tanyakan.
"Ada apa, Na?" tanya Audrey si rambut panjang sepinggang sembari memutar spageti dengan garpu.
"Iya, kok, diam aja dari tadi?" tanya Veve yang siang ini memilih makan seblak. Alhasil, dia sibuk ber-huh-hah-huh-hah karena kepedasan.
"Kalian tahu Oscar?" tanya Elna akhirnya. "Anak UI." Dia menyebut user interface dalam singkatan.
"Oh..., iya," jawab Audrey, sedangkan Veve menggeleng.
"Dia nggak bisa dihubungi. Gue nggak tahu dia di mana." Elna tidak menjelaskan lebih lanjut. Toh mereka akan berpikir Elna punya proyek kerja bersama lelaki itu. Elna belum merasa ingin bercerita soal hal personal.
Audrey memiringkan kepala, seperti sedang berpikir atau mengingat sesuatu. Lalu, dia tersenyum miring. "Gue lihat, kok."
Elna tekesiap. "Lihat apa?"
"Surat cutinya." []
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Jacq - Every Wrong Thing (SUDAH TERBIT)
Misterio / SuspensoElna mendadak bangun di ruangan Oscar, lelaki yang dahulu disukainya. Ruangan gelap, sunyi, dan semua pintu terkunci. Elna tidak ingat, bagaimana dia bisa sampai di sana. Apa yang sebenarnya terjadi?