Februari 2018
Waktu makan siang di kafetaria tadi, Elna menceritakan pada Prama perihal Oscar yang tidak dia ketahui ada di mana. Dan, Elna keceplosan.
Dengan membuat posisi gue dalam situasi aneh juga? Dengan mengunci gue dan bikin gue ketakutan? Dia bukan orang seperti itu.
Namun, itu masih untung. Untung saja Elna tidak keceplosan juga bahwa dia dikunci di kamar Oscar. Dia bangun di kasur Oscar.
Hal tersebut jelas bisa membuat Prama berasumsi akan hubungan Elna dan Oscar yang semacam itu.
Memikirkan ini membuat Elna menunduk. Dia tetap berjalan menyusuri area pertokoan di Pasteur Gateway, tapi memandang ubin.
Dia menyembunyikan tawa keringnya.
Sekarang ini, atau satu bulan lalu, atau dua bulan lalu, atau satu tahun lalu, tidak mungkin Elna tidur dengan Oscar. Hubungan mereka rumit. Dan itu jauh sekali dari tidur bersama.
Kini, bukan tempatnya pula memikirkan itu.
Oscar menghilang.
Elna menyebarang jalan pendek di dalam kompleks apartemen untuk menuju tower di mana unit apartemennya ada di lantai 7. Penerangan apartemen tidak seterang ketika pukul 8 malam. Saat ini beberapa toko, seperti toko kue dan minimarket, sudah tutup.
Elna menjejak ubin pertama di tower-nya. Ketika itulah dia menyadari ada langkah kaki. Di belakangnya. Pelan. Satu-satu. Berhenti. Berjalan lagi. Berhenti. Langkah itu seolah mengamati. Langkah itu seolah menunggu.
Tap, tap.
Perempuan itu membetulkan satu tali ranselnya yang menggantung di bahu, mencengkeramnya agak erat, menarik napas, lalu berjalan lagi.
Tap, tap. Langkah itu mengikuti.
Jantung Elna mencelus. Dia memutuskan berjalan lebih cepat. Dia ingin segera sampai di pintu tower. Dia ingin segera masuk bangunan agar mendapat penerangan yang lebih memadai.
Elna merasakan sebuah tangan di bahunya.
Tangan.
Di.
Bahuku.
Dia terlonjak kaget. Jantungnya bertalu-talu.
Sesuatu menggelinding.
Menyentuh kakinya.
Bentuk itu tidak begitu jelas dalam cahaya minim. Elna mendongak.
Oh.
Dia rasa itu mungkin bongkahan kecil semen dari langit-langit teras. Dia menghela napas.
Lalu, memutuskan menoleh sedikit ke belakang.
Tidak ada orang.
***
Elna membuka kunci unit apartemennya, kemudian memastikan semua terkunci kembali. Dalam gelap, dia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut apartemen bertipe studio ini. Bisa dibilang, dia menjadi lebih waswas.
Dia menghidupkan lampu dan bernapas pelan-pelan.
Nggak ada siapa-siapa. Nggak ada apa-apa.
Tentu saja.
Setelah dari kamar mandi, perempuan itu duduk di kursi meja rias, bersiap memulai night routine skin care-nya. Dia mengambil kapas, tapi lalu hanya diam memperhatikan benda tersebut di tangannya.
Apa yang terjadi malam itu?
Elna ingat. Di hari yang sama, pada siang hari, dia bertemu Oscar. Secara sengaja. Oscar mengajaknya bertemu di hari libur Imlek. Akhirnya, Elna setuju. Dia ingin mendengar apa yang mau dibicarakan Oscar. Dia tidak bisa menghindari lelaki itu terus-menerus.
Pada akhirnya, mereka bertemu.
Elna mengingat pertemuan itu. Elna mengingat apa yang mereka bicarakan. Dan, Elna juga masih bisa merasakan apa yang dia rasakan saat itu. Pada setiap perkataan Oscar. Pada setiap inti pembicaraan mereka.
Semua itu jelas.
Kemudian, mereka berpisah.
Itu yang Elna ingat.
Dia tak ingat mendatangi kosan Oscar. Sendiri ataupun berdua dengan pemiliknya.
Namun, dia juga tak ingat setelah berpisah, dia ke mana.
Langsung pulang?
Bertemu siapa?
Elna tersentak. Dia mengingat mencium bau-bauan.
Sesuatu yang dingin seperti merayapi lengannya. []
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Jacq - Every Wrong Thing (SUDAH TERBIT)
Misterio / SuspensoElna mendadak bangun di ruangan Oscar, lelaki yang dahulu disukainya. Ruangan gelap, sunyi, dan semua pintu terkunci. Elna tidak ingat, bagaimana dia bisa sampai di sana. Apa yang sebenarnya terjadi?