09

34 5 0
                                    

Bima memandang dimas yang sedang asik menggunyah makanannya. Lelaki itu baru sadar setelah 2 hari pingsan dan dirawat dirumah sakit.

"Keknya lo harus dibawa kerumah sakit laen deh dim" ucap bima tiba-tiba membuat dimas menghentikan aktivitasnya dan menatap lelaki itu heran.

Bima mengangguk " Kerumah sakit jiwa tepatnya" dimas langsung melempar sendoknya dan mengenai bima tepat didahi membuat bima meringis.

"Lo duluan masuk kesono" Balas dimas lalu melanjutkan makannya.

"Kenapa lo bisa minum obat depresan? Bahkan lo hampir ngalamin overdosis. Untungnya lo pingsan karna lo demam gua sempet ngira lo overdosis" Bima memandang lurus kedepan.

"Lo tau kan gua gak mau kehilangan seseorang lagi karna overdosis obat depresan,  cukup 2 tahun lalu gua kehilangan orang yang penting buat gua. Gua gak mau ngalamin lagi" Bima lalu memandang sahabatnya itu dengan pandangan mata yang tidak bisa diartikan.

"Maaf" gumam dimas tapi masih terdengar oleh bima "Maaf karna gua lo juga ikut menderita" dimas tidak berani menatap bima, ia terlalu takut dan sakit melihat pandangan mata bima yang seperti itu.

Kedua lelaki itu sebenarnya rapuh seperti kaca. Mereka hanya menutupi itu semua dengan sikap mereka yang sekarang. Bima dengan sikap konyol dan suka bercandanya dan dimas dengan sikap dingin dan cuek.

"Bukan salah lo" ucap bima setelah menyadari kalau dimas merasakan perasaan bersalah itu lagi.

Kecelakaan itu memang ulahnya tapi alasan orang yang penting baginya bukan kesalahan lelaki itu. Itu adalah kesalahannya karna tidak bisa menjaga orang yang sangat penting baginya.

"Tapi karna windy mati dia stres dan minum obat depresan buat ngurangin depresi yang dialaminnya dan akhirnya dia overdosis, itu semua salah gua. Akar permasalahannya itu gua!" Dimas mengungkapkan pemikirannya selama ini kepada sahabatnya.

"Gara-gara gua windy mati dan gara-gara gua juga Rena mati! rena stres gara-gara kematian windy itu salah gua!" Nafas dimas memburu ia merasa marah pada dirinya sendiri karna telah membunuh cinta pertamanya bahkan ia juga membunuh cinta pertama bima, rena.

Padahal rena sangat berarti bagi bima. Tapi ia malah menghancurkan kebahagiaan sahabatnya itu.

Bima memandang kosong kedepan, kalau ia egois ia dari dulu sudah menyalahkan dimas karna kematian rena. Tapi ia tahu dimas mengalami yang lebih buruk darinya.

Lelaki itu lalu menghela nafasnya, ia lelah. Sungguh rasanya ia ingin berhenti saja dari semua permasalahan ini.

Ia lalu berjalan keluar kamar rawat dimas, membiarkan dimas dengan rasa penyesalannya dan menenangkan diri dimas sendiri.
Jujur, ia juga butuh ketenangan sekarang.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Bella mengedarkan pandangannya melalui kaca jendela kelas 12-4 IPS. Disebelahnya berdiri dinda yang memperhatikan karna gadis itu tidak sampai.

Bella lalu menghela nafasnya. Bima sepertinya tidak masuk hari ini.

"Gimana ada ga?" tanya dinda dengan wajah penasaran, bella hanya menggeleng" kayaknya dia gak masuk deh. Soalnya kita udah cari kemana-mana gak ketemu" dinda lalu memasang wajah murung bella pun juga sama.

Lalu ada seorang siswi keluar dari kelas bima sontak  bella dan dinda memberhentikan gadis itu yang seperti ingin pergi kesuatu tempat.

"Kenapa?" tanya gadis dengan rambut pony tail dan kacamatanya 'Evira' nama gadis itu.

"Bima gak masuk ya hari ini?" tanya dinda evira tampak berpikir lalu menggeleng.

"Lo ceweknya bima ya? gua pernah liat lo jalan bareng sama bima ke taman waktu itu" ucap evira agak tidak yakin dengan ucapannya.

MAROON \LucasDoyeon\ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang