Tiga

105K 6.6K 96
                                    

Aku sedang bermain game di ponselku dan menunggu Dean untuk menjemputku. Hari ini aku malas jalan kaki ke tempat kerja karena kemungkinan besar Ken akan mengikutiku lagi. Aku belum bercerita pada Dean mengenai Ken yang sering menggangguku. Tadi aku hanya bilang pada Dean kalau aku merindukannya dan ingin dijemput.

Setelah 15 menit menunggu akhirnya bel rumahku berbunyi. Aku memasukkan hpku ke dalam tas dan segera membuka pintu karena aku pikir Dean yang datang. Aku menyesal begitu tahu siapa yang ada di hadapanku kini. Bodohnya aku tak melihat dari lubang pintu terlebih dahulu.

Ken melihatku dari atas ke bawah. Dengan tidak sopannya matanya menatap dadaku lebih lama dari seharusnya.

"Ken, mataku ada di atas."

"Mata apa dulu. Kalau mata kaki ada di bawah, Sugar," jawab Ken dengan seringaian di bibirnya. Aku mengepalkan tanganku. Niatku hari ini adalah menghindari tetanggaku yang mesum dan tidak tahu sopan santun ini, tapi sekarang dia justru ada depan pintu rumahku.

'Saat aku tidak mengharapkan kehadirannya, dia datang. Dulu saat aku masih menginginkannya dia justru meninggalkanku. Lucu sekali,' batinku.

"Apa kamu tidak bekerja? Aku sudah menunggumu sejak tadi, tapi kamu tidak keluar juga. Kamu tidak sakit kan?" tanya Ken. Ia memperhatikan wajahku, lalu kemudian tersenyum tidak jelas. Jangan bilang kalau syaraf Ken ada yang terputus sehingga ia jadi gila.

"Kelihatannya kamu baik-baik saja. Kamu juga sudah berdandan. Ayo berangkat. Nanti siapa yang buka butiknya kalau bukan kamu?" Ini aneh, setahuku Ken bukanlah orang yang banyak bicara. Sejak kapan dia cerewet seperti ini? Dan pertanyaan terpenting adalah apa tujuan pria ini menggangguku lagi?

Aku menepis tangan Ken yang ingin meraih tanganku.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Jangan berpikiran buruk, Sugar. Aku hanya ingin menjadi tetangga yang baik." Aku menatap Ken. Tetangga yang baik apanya. Dia pasti memiliki niat tersembunyi mendekatiku. Seseorang tidak akan mengambil sesuatu yang telah dibuang, tanpa alasan.

Aku menatap wajah Ken yang tak berubah banyak. Dia tetap saja tampan seperti dulu, bahkan lebih. Rahang yang nampak lebih tegas, bibir yang tidak terlalu tebal dan tipis, hidung mancung yang diwarisinya dari sang ayah dan jangan lupakan mata tajam yang pernah menjebakku itu.

Aku menunduk melihat jam yang berada di pergelangan tanganku. Kemana Dean? Seharusnya ia sudah sampai sejak 10 menit yang lalu. Aku mengeluarkan kunci rumah dari dalam tasku dan mengunci pintu di belakangku. Sudah terlanjur keluar rumah masa mau masuk lagi? Sepertinya hari ini aku harus banyak bersabar. Makhluk di hadapanku ini pasti akan mengerahkan segala cara untuk membuat darahku mendidih.

Ken berjalan di sebelahku. Jika aku mempercepat langkahku ia akan mengikutinya, begitupun jika aku sengaja berjalan lambat.

"I found a love, for me... Darling, just dive right in and follow my lead." Ken tiba-tiba menyanyi dengan suara keras.

"Jangan bernyanyi, suaramu mengganggu telingaku." Aku tidak berbohong masalah ini, suara Ken benar-benar buruk. Dia tidak punya bakat sama sekali dalam bernyanyi. Tidak ada nada rendah, tidak ada penghayatan atau apapun itu yang membuat lagu menjadi enak didengar. Yang Ken lakukan hanyalah bernyanyi dengan suara keras.

"Baby, i'm dancing in the dark... With you between my arms." Aku menutup telingaku, pun dengan orang yang sialnya sedang berpapasan dengan kami. Pejalan kaki itu menutup telinganya rapat-rapat sambil menatap Ken dengan heran.

"Ken berhentilah membuatku malu."

"Kamu daritadi diam saja, Sugar. Aku pikir kamu bosan berjalan denganku makanya aku bernyanyi untukmu. Aku romantis kan?"

Aku memutar mataku dan mempercepat langkahku.

"Sugar, aku romantis kan?" tanya Ken sekali lagi. Aku sungguh penasaran dengan apa yang membuat Ken jadi seperti ini. Apa yang membuat Ken berubah menjadi lelaki cerewet dan menyebalkan seperti ini? Aku pikir seiring bertambahnya usia seseorang, maka dia akan lebih dewasa bukannya kekanakan seperti ini.

"Sugar, aku berjalan di belakangmu saja ya? Supaya aku bisa melindungimu." Aku berhenti dan menoleh ke belakang melihat Ken. Ken tersenyum lebar dan menggaruk tengkuknya.

"Melindungiku? Melindungiku dari apa?" Aku paranoid sekarang. Aku pernah dijambret saat berjalan sendirian seperti ini dan itu bukanlah pengalaman yang ingin aku ulangi.

"Melindungimu dari orang yang ingin melihat bagian belakang tubuhmu seperti aku."

"Ken!" teriakku sudah tak tahan dengan kemesuman pria ini. Rasanya aku ingin melempar high heelsku sekarang juga. Sebelum aku melakukannya, terdengar suara klakson tak jauh dari tempatku berdiri.

"Baby!" Satu lagi lelaki yang membuatku kesal pagi ini akhirnya muncul. Dean membuka kaca mobilnya dan memanggilku tapi aku justru kembali berjalan. Kemana dia tadi? Sekarang saja, saat aku sudah hampir sampai di butik dia datang.

Aku kembali melanjutkan perjalananku, tidak jadi melempar Ken dengan sepatuku.

"Sayang, maafkan aku!"

"Dean, percuma kamu datang, aku sudah sampai di tempat kerjaku. Sampai jumpa!"

"Maaf Sayang tadi macet." Aku tidak menghiraukannya. Pagi ini moodku sudah hancur gara-gara Ken dan Dean. Mungkin aku harus kursus memilih laki-laki.

"Sugar, aku pulang dulu ya! Nanti kalau kamu sudah putus dengannya, aku siap menyediakan sandaran." Ucapan Ken tak hanya menarik perhatianku tapi juga Dean. Tanpa banyak bicara, Dean langsung mendatangi Ken dan meraih kerah bajunya.

"Maksudmu apa, huh?!"

"Kau terlalu bodoh jika tidak mengerti apa maksudku," jawab Ken dengan santai. Aku yang malas melihat mereka bertikai lebih memilih untuk meninggalkan mereka berdua. Aku harus bekerja dan mereka telah membuang banyak waktuku.

Tidak berselang lama, beberapa orang sudah datang menghampiri dua orang itu. Aku tidak ingin tahu bagaimana kondisi mereka setelah saling pukul. Dean akhir-akhir ini memang mudah sekali tersulut emosi, padahal sebelumnya dia adalah lelaki yang tenang.

Beberapa hari yang lalu ia pernah marah hanya karena aku lupa dengan tanggal jadian kita. Wajar saja aku lupa, aku adalah orang yang tidak terlalu peduli dengan hal kecil seperti itu. Seharusnya sebagai orang yang telah mengenalku selama setahun, Dean memahami sifatku.

Dan Ken... entah sejak kapan dia mulai berubah menjadi lelaki yang suka mencari masalah seperti ini.

******

"Sugar, pelan-pelan!" Ken menahan tanganku yang sedang mengobati luka di sudut bibirnya. Ini bukan kemauanku. Saat pulang kerja tadi, Ken menghadangku dan memaksaku untuk masuk ke rumahnya.

"Kamu bisa mengobati lukamu sendiri. Ini juga kesalahanmu yang tak bisa menjaga mulutmu. Aku mau pulang. Mulai sekarang menjauh dariku!"

"Sugar, maaf jika aku ada salah padamu. Bisakah kita berteman seperti dulu?"

******

Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang