20

60.3K 3.8K 38
                                    

Happy Reading!

***

Aku mengabaikan ponselku yang terus berdenting karena pesan masuk dan telepon. Aku sudah tahu siapa pelakunya jadi aku biarkan saja ponsel itu tergeletak di atas meja sementara aku memakai maskerku.

"Chia sudah mau nikah saja. Kita kapan ya Ris?" tanya Abel pada Risa yang sedang memakai maskernya sama sepertiku.

"Diam," ujar Risa. Ia tampaknya masih sewot karena aku tiba-tiba mengabarinya akan menikah dengan Ken. Saat pertama kali aku memberitahunya dia sangat terkejut. Dia sampai mengira kalau aku hamil, makanya buru-buru menikah. Setelah aku menceritakan hubunganku dengan Ken, Risa akhirnya sedikit bisa menerima dan mau membantuku untuk menyiapkan pernikahanku.

"Wanita kalau sudah bahas nikah memang sensitif ya," sindir Abel.

Risa melempar bantal ke wajah Abel.

"Aduh!" gerutu Abel. "Chia, HP-mu bunyi terus. Aku angkat ya?"

Aku hanya bergumam karena tidak mau maskerku berantakan.

"Halo, Ken. Chia sibuk. Tidak, kamu tidak boleh bertemu dengannya. Om Adam bilang kami harus menjauhkan Chia darimu. Aku sudah bersumpah di depan Om Adam. Tidak. Aku tetap tidak mau meskipun kamu memberiku cokelat. Aku tidak bisa disuap," ujar Abel dengan tegas. Ia menatapku sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Hm... buku? Judulnya apa?"

Dasar Abel, baru juga bilang kalau dirinya tidak bisa disuap. Tidak bisa diandalkan.

"Aku sudah punya buku itu. Aku tidak mau. Sudah ya, bye..."

Aku simpulkan bahwa penawaran Ken tidak ada yang menarik. Abel biasanya mudah untuk digoda hanya dengan benda kesukaannya.

Sudah seminggu aku tidak bertemu Ken. Ayahku benar-benar melarangku untuk berjumpa dengannya. Sampai-sampai meminta Abel dan Risa untuk menjagaku. Aku kadang curiga kalau ayah melakukannya untuk menyiksa Ken.

Aku tidak protes pada ayah mengenai keputusannya itu. Toh 1 minggu lagi aku dan Ken sudah menikah. Anggap saja aku sedang dipingit.

"Beruntung sekali Chia mendapatkan Ken. Dia manis sekali hanya berpisah satu minggu tapi sudah kangen setengah mati. Aku juga mau laki-laki seperti itu. Chia, kamu tidak kangen dengan Ken?"

Aku menulis sesuatu di kertas dan menunjukkannya pada Abel.

Kangen tapi nggak bisa ketemu

Risa juga menulis sesuatu di kertas dan menunjukkannya padaku dan Abel.

Jangan membicarakannya! Mengganggu.

"Terus membicarakan siapa? Si Dimas yang kamu jadikan pacar hanya karena status?" tanya Abel. Dia terbiasa mengatakan apa pun yang terlintas di kepalanya.

Aku tidak kenal dengan Dimas yang Abel maksud. Aku harus bertanya pada mereka nanti. Aku rasa dekat dengan Ken membuatku sedikit lupa dengan sahabat-sahabatku ini. Waktu berkumpul kami jadi berkurang drastis.

***

"Saya, Kenneth Alexander, menerima, Alicia Anastasia untuk menjadi istri saya, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit dan sehat, untuk saling menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan, dengan bimbingan Tuhan dan karena itu saya menyerahkan jiwa raga ini untukmu."

Ken meremas tanganku pelan. Mungkin ia bisa merasakan betapa gugupnya diriku sekarang. Aku takut melakukan kesalahan saat mengucapkan janji nikah. Ken telah mengucapkan janji nikahnya dengan yakin dan lancar.

Setelah berbagai persiapan yang menyita waktu berbulan-bulan. Akhirnya aku dan Ken tiba di hari terpenting dalam hidup kami. Hari di mana aku dan dia berjanji di hadapan Tuhan.

Aku menarik napas panjang sebelum mengucapkan janjiku. Menatap wajah Ken yang telah menghiasi hari-hariku selama beberapa bulan ini. Pria mesum yang entah kenapa membuatku tidak bisa berpaling. Pria usil yang tidak mampu aku lupakan sejak dulu.

"Saya, Alicia Anastasia, menerima Kenneth Alexander, untuk menjadi suami saya, untuk memiliki dan menerima, mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit dan sehat, untuk saling menyayangi dan menghargai, hingga maut memisahkan, dengan bimbingan Tuhan dan karena itu saya menyerahkan jiwa raga ini untukmu."

Senyum lebar tergambar di wajah Ken begitu aku selesai mengucapkan janjiku. Beban yang tadi aku rasakan pun perlahan hilang digantikan dengan rasa lega dan bahagia.

Ken menyematkan cincin di jariku. Rasanya aku masih tidak percaya kalau sekarang aku sudah menikah dengan Ken. Hubungan kami tidak berjalan mulus di awal, tapi ternyata Tuhan memiliki caraNya sendiri untuk menyatukan manusia yang berjodoh.

"Terima kasih sudah membuatku menjadi pria paling bahagia hari ini dan nanti," bisik Ken di telingaku. Kami akan langsung pergi ke tempat resepsi setelah ini.

"Sugar, aku tidak sabar—"

Aku mencubit pinggang Ken sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Di sini banyak orang tapi masih saja Ken berpikiran mesum. Tentu saja aku tahu apa yang akan diucapkannya. Semua itu tergambar di wajahnya yang mesum. Beberapa bulan mengenal Ken dan aku sudah sangat hafal bagaimana otak pria itu bekerja.

"Apa salahku sih? Suka sekali menyiksaku."

"Chia! Selamat!" teriak Abel tanpa memedulikan orang-orang yang menatapnya. Suara Abel yang cempreng ditambah dengan teriakannya mampu membuat siapa saja berpaling menatapnya. Bukan karena terpesona tentu saja.

"Hei, turunkan sedikit suaramu," ujarku.

"Aku terlalu bahagia!"

"Baby, tenanglah."

Perhatianku beralih pada pria bermata biru yang berdiri di samping Abel. Dengan tinggi badan Abel yang hanya 150 dia seperti makhluk mini jika bersanding dengan pria tersebut. Aku tebak tinggi pria itu sekitar 185 cm. Wajahnya sangat tampan dengan garis rahang tegas dan mata biru yang bisa mencuri perhatian.

Pandanganku tiba-tiba saja menggelap. Tidak ada lagi pemandangan pria tampan di hadapanku.

"Apa sih Ken?" tanyaku sambil menyingkirkan tangannya yang menutup mataku.

"Lihatnya biasa saja," jawab Ken tanpa melepaskan tangannya dari mataku.

"Siapa pun namamu, menyingkir sekarang juga. Terima kasih sudah datang," ujar Ken tidak sopan.

"So sweet... Ken cemburu! Aku jadi semakin menyukaimu... Hei... Hei aku mau dibawa ke mana?"

Saat Ken melepaskanku, aku sudah tidak melihat Abel dan pria yang bersamanya tadi.

"Loh, mereka ke mana?"

"Abel sudah dibawa pergi oleh pria tadi," jawab Ken ketus. Ia memalingkan wajahnya.

Aku mengulum senyumku melihat kemarahannya. "Cemburu? Aku kan sudah menjadi istrimu. Aku memperhatikannya karena aku penasaran dia siapa. Abel tidak pernah cerita."

"Aku tidak suka kamu memperhatikan pria lain."

"Iya nanti kalau ada laki-laki lewat aku akan menunduk saja."

Ken mencium pipiku.

"Iya, menunduk dan tutup mata," ucap Ken serius.

Aku mencebikkan bibirku ketika Ken tidak melihat. Apa yang aku katakan hanya sarkasme tapi Ken menanggapinya dengan serius. Dasar posesif, padahal aku sudah sah menjadi istrinya dan tidak ada keinginan sedikit pun untuk selingkuh dari dia.

The day we met,
Frozen I held my breath
Right from the start
I knew that I'd found a home for my heart
Beats fast
Colors and promises
How to be brave?
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone?
All of my doubt suddenly goes away somehow

Alunan musik mengalun dengan pelan. Ken meraih tanganku dan menarikku menuju ke tengah ruangan.

Ia tersenyum padaku lalu meraih pinggangku.

"Let's dance, My love. Aku mencintaimu."

****

See ya...

Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang