Happy Reading!
*****
Wanita paruh baya itu bertolak pinggang dengan wajah judesnya. Tante Lucy, tetanggaku yang paling berprestasi dalam hal mencari kesalahan orang itu menatapku dengan pandangan menuduh. Pasti sebentar dia lagi dia akan mengeluarkan kalimat mutiaranya.
"Aku sudah tahu dari dulu kalau selingkuh dari Dean. Pantas saja Dean lebih menyukai putriku. Dia warga baru di sini kan? Kelakuanmu sangat tidak pantas. Lihat pria baru langsung dirayu. Murahan sekali."
Ken menyuruhku untuk masuk. Tapi aku menggelengkan kepalaku dan ingin membalas wanita bermulut pedas itu. Aku tahu dia lebih tua dariku dan sudah seharusnya aku menghormatinya tapi mendengar ucapannya membuatku kehilangan sopan santun.
"Silakan Anda pergi sebelum saya kehilangan kesabaran," ucap Ken mendahuluiku.
"Kenapa? Takut kalau semua orang akan tahu kelakuan kalian?!"
Sungguh aku ingin memusnahkan wanita bermulut racun itu. Ken menutup mulutku dengan tangannya. Mencegah ucapan yang akan keluar dari mulutku.
"Sebaiknya Anda pulang dan urusi anak Anda yang sedang hamil."
Aku menatap Ken dengan mata terbelalak. Hamil? Fika hamil? Aku tidak percaya ini. Mungkin Ken mengarang cerita untuk mengusir Tante Lucy.
"Hamil? Hah... jangan mengada-ada. Putriku tidak semurahan dia." Tante Lucy menunjuk ke arahku dengan penuh kebencian.
"Jangan menyebutnya murahan! Dia wanita paling berharga untukku. Sekarang pergi dan tanya putri Anda."
Ken mendorong tubuhku masuk ke dalam rumahnya. Ia menutup pintu dengan keras. Kemarahan tampak jelas di matanya. Aku tidak mengatakan apa pun. Tapi beberapa kali aku melirik Ken.
"Apa dia sering mengganggumu?"
"Lumayan," jawabku. "Ken, apa yang kamu katakan tadi benar?"
Senyum Ken membuat perasaanku tidak enak. Ditambah dengan kilat jail yang aku kenal dengan baik.
"Satu ciuman—"
Belum sempat Ken melanjutkan ucapannya, aku sudah melempar wajahnya dengan bantal sofa. Ken yang marah sepertinya lebih baik daripada Ken yang sekarang. Mesum.
"Sugar, aku tidak mau rugi. Jadi kalau ingin aku mengatakan sesuatu tentu saja kamu harus memberiku sesuatu."
"Bagaimana kalau aku memberimu sebuah tamparan?"
Ken mencium pipiku. "Menggemaskan sekali calon istriku ini."
Aku menampik tangan Ken yang sedang menarik hidungku.
"Ken aku serius."
"Aku juga serius. Makanya ayo menikah. Tunggu apa lagi? Kita sudah sama-sama serius."
Butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk berbicara dengan Ken.
"Ah sudahlah, aku mau pulang."
Ken menarikku dalam pelukannya. "Jangan pulang dulu. Baiklah aku akan bercerita asal kamu duduk di pangkuanku."
Tanpa menunggu jawabanku. Ken mengangkatku dan benar-benar mendudukkanku di pahanya. Ia mengurungku dengan kedua tangan kokohnya sehingga aku tidak bisa beranjak.
"Beberapa hari lalu aku bertemu dengan anak Tante Lucy di apotek. Aku tidak tahu siapa namanya, aku hanya ingat wajahnya saja. Dia sedang membeli test pack."
"Membeli test pack belum tentu hamil Ken."
"Tapi aku melihat dia keluar dari apotek dengan panik. Sebagai tetangga yang baik aku tentu mengikutinya, memastikan dia tidak apa-apa. Aku ingin menghampirinya tapi dia mengeluarkan hp nya dan menghubungi seseorang. Aku tidak mau mengganggunya jadi aku hanya diam dan menjaga jarakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Neighbour
RomanceBertemu mantan saja sudah membuatku tak keruan apalagi jika sang mantan justru tinggal di samping rumah dan mendekatiku lagi seperti tidak pernah ada salah di masa lalu. "Rasanya aku ingin pergi dari sini daripada melihat wajahnya setiap hari." -Ch...