Selamat membaca!
****
Ken menarik sebuah kursi dan menyuruhku untuk duduk.
"Terima kasih," ujarku. Sekarang ini kami berada di sebuah restoran. Tak banyak yang datang ke sini malam ini. Dan aku justru menyukai suasananya.
"Sudah lama kita tidak keluar berdua seperti ini."
Itu semua salahmu sendiri, batinku. Aku tidak menanggapi ucapan Ken dan memilih untuk memperhatikan interior restoran ini. Salah satu alasan kenapa aku tidak mau melihat Ken adalah karena penampilannya. Damn... dia terlihat tampan dengan kemeja slim fitnya.
Sekarang aku ingin menampar pipiku sendiri. Menyadarkan diriku bahwa Ken adalah pria paling menyebalkan yang pernah ada. Aku tidak boleh terpesona padanya.
Kedatangan seorang waitress cukup untuk mengalihkan pikiranku dari Ken.
"Sebelumnya aku minta maaf dengan kesalahanku dulu," ucap Ken setelah ia memesan makanan kami.
"Jika aku memaafkanmu, apakah kamu akan berhenti menggangguku?"
"Tentu saja tidak," jawab Ken cepat. "Aku tidak akan berhenti sebelum mendapatkanmu kembali."
Mungkin dugaanku sebelumnya memang benar bahwa Ken terobsesi padaku. Rasa takut itu perlahan menyebar, menguasai otakku. Aku pernah melihat sebuah berita yang menceritakan seorang laki-laki yang terobsesi pada wanitanya dan berakhir dengan laki-laki itu membunuh sang wanita karena cemburu. Aku menggelengkan kepalaku, Ken tidak mungkin seperti itu.
"Ken mungkin kamu lupa kalau aku sudah punya pacar."
"Ya pacar jelek yang tidak ada kelebihannya itu?"
"Jangan menghinanya."
Ken mendengus. "Sugar, kamu harus mengakui kalau aku lebih segalanya dari pria itu. Buka matamu, lihat wajahku baik-baik. Cinta tidak mengenal rupa? Baiklah... lihat perhatianku padamu. Aku akan memberikan apa saja untukmu."
Memberikan semuanya untukku? Aku memutar mataku. Sama sekali tidak percaya dengan ucapan Ken.
"Termasuk jika kamu memintaku menciummu setiap malam. Bahkan lebih dari ciuman juga aku berikan dengan ikhlas padamu."
Pelayan yang sedang mengantar makanan kami pun berdeham dengan wajah memerah. Saat ia selesai menata makanan dan berbalik pergi pun masih tersisa gurat kemerahan di pipinya. Ken menyeringai puas dan aku langsung menendang kakinya yang berada di bawah meja.
"Jaga bicaramu!"
"Iya, maaf." Meskipun bibirnya mengucap maaf tapi aku tidak melihat penyesalan di wajahnya.
Aku memakan makananku tanpa menanggapi permintaan maafnya.
"Sugar, semua makanan di sini terlalu manis."
Aku mengerutkan keningku. Apa selain otaknya, lidah Ken juga bermasalah?
"Tidak," bantahku.
"Iya kok. Pasti ini gara-gara aku makan sambil lihatin kamu."
"Terserah."
Aku mengambil ponsel yang berada di dalam tasku. Benda itu mengeluarkan nada pelan. Ketika aku melihat nama sang penelepon aku sudah menyiapkan berbagai kebohongan di kepalaku.
"Iya, Pa."
"Di mana?"
"Di restoran sama temen."
"Temen? Yang mana? Bukan laki-laki aneh itu kan?"
"Bukan. Sudah ya Pa. Sebentar lagi aku pulang kok." Aku segera mematikan telepon itu dan menyimpan ponselku di tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Neighbour
RomanceBertemu mantan saja sudah membuatku tak keruan apalagi jika sang mantan justru tinggal di samping rumah dan mendekatiku lagi seperti tidak pernah ada salah di masa lalu. "Rasanya aku ingin pergi dari sini daripada melihat wajahnya setiap hari." -Ch...