Tujuh Belas

53.4K 4.1K 70
                                    

Happy Reading!

****

"Benarkan kalau Dean lebih memilih putriku?"

Aku menahan mulutku untuk tidak membalas ucapan Tante Lucy. Seperti biasa, setiap bertemu denganku pasti ada saja kalimat pedas yang akan diucapkannya. Sebenarnya apa salahku padanya? Aku tidak ingat telah membuat kesalahan sehingga membuatnya sebenci ini denganku.

Sekarang ini aku sedang berada di acara pernikahan Dean dan Fika. Kedua orang itu tampak tersenyum kaku kepada siapa pun yang menyalami mereka. Dean bahkan tanpa sungkan beberapa kali mencuri pandang ke arahku.

Aku belum mengucapkan selamat kepada mereka berdua karena harus menunggu Ken yang sedang ke toilet.

"Tante Lucy tidak mengganggumu kan?" bisik Ken saat melihat Tante Lucy berada di dekatku.

"Kapan dia tidak mengganggu? Sudahlah, abaikan saja," ucapku.

Ken melingkarkan tangannya di pinggangku. Menghelaku menuju kedua orang yang baru saja meresmikan hubungan mereka itu.

Dean menatap Ken penuh kebencian. Tapi hal itu hanya ditanggapi dengan senyum miring oleh Ken. Kedua orang itu sepertinya masih membenci satu sama lain.

Aku tersenyum dan memeluk Fika. Mengabaikan permusuhan di antara Dean dan Ken.

"Jadi benar kamu menjalin hubungan dengan dia?"

Aku melepas pelukanku dengan Fika dan melirik Dean.

"Ada yang salah?" tanyaku pada Dean.

"Sudah aku duga kau berselingkuh dengannya."

Ken mengepalkan tangannya. Mungkin saja dirinya ingin memukul Dean. Aku pun sama, tapi aku sadar bahwa kita sedang berada di acara resepsi yang pastinya akan mengundang banyak sekali perhatian jika Ken memukul si berengsek Dean.

Jelas-jelas Dean yang selingkuh tapi masih juga menuduhku. Bisa-bisanya aku dulu terpesona olehnya. Beruntung, aku bisa mengetahui sifat aslinya sebelum hubungan kami berjalan ke arah yang lebih serius.

Aku meraih kepalan tangan Ken. Mencoba untuk menenangkan emosinya. Benar saja, perhatian Ken langsung teralih padaku. Meskipun mesum, setidaknya Ken tidak seberengsek Dean. Memang mulut Ken kadang perlu difilter tapi dia tidak pernah memaksa atau menjebakku untuk tidur dengannya.

Ken mengecup pipiku singkat.

"Selamat untuk kalian berdua," ujar Ken tanpa senyum di bibirnya.

Kami berdua segera menyingkir karena sudah ada orang lain yang mengantre di belakang kami.

"Pria itu sungguh berengsek. Apa pantas mengungkit masa lalu di depan istrinya seperti tadi?"

Ken mendengus. "Kasihan wanita itu. Dan kamu beruntung karena mendapatkan pria bertanggung jawab sepertiku."

"Sudah dapat restu papa belum?" sindirku. Ken mengerang karena beberapa minggu ini ayahku mengunci pintu rumah setiap kali Ken datang. Aku hanya bisa bertemu dengan Ken di luar rumah. Itu pun aku harus mencari banyak alasan pada ayahku.

Ayah sampai memasang CCTV di rumah. Ia akan marah setiap kali mengetahui Ken menemuiku diam-diam. Terang-terangan salah, diam-diam apalagi.

"Semakin hari dia semakin membenciku. Sebenarnya apa salahku?" tanya Ken sambil menggaruk kepalanya. Rambutnya yang tadinya rapi kini sudah sedikit berantakan.

"Salahmu adalah memberinya martabak cokelat kacang." Beberapa waktu lalu Ken berkunjung ke rumahku dan membawakan martabak untuk ayah. Kesialan Ken terjadi setelah ayah membuka kotak martabak itu.

Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang