*****
"Chia, my sugar!"
Aku menggebrak meja di depanku. Aku tidak bisa menikmati makananku akibat Ken yang terus memanggil dan mengetuk pintu rumahku. Ya, aku sudah kembali ke rumahku sendiri setelah merasa tak enak dengan Tante Dilla dan tetangga rumah Risa. Ken telah sukses mengganggu ketenteraman semua orang dengan teriakan konyolnya. Seperti barusan...
Aku membuka pintu dengan kasar.
"Ken, aku mau istirahat, jangan menggangguku."
"Tapi, aku merindukanmu. Bagaimana kalau kita menikah saja supaya bisa satu rumah dan satu ranjang."
Aku rasa gerak reflekku sangat bagus karena selesai Ken berbicara, aku langsung menendang selangkangan Ken dengan kuat.
"Rasakan! Dasar otak mesum. Jangan muncul di depanku lagi."
Aku membanting pintu rumahku. Membiarkan Ken merintih kesakitan. Sebenarnya aku sedikit kasihan padanya. Aku tidak bisa membayangkan betapa ngilunya selangkangan Ken. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah lelah menghadapi gangguan darinya.
"Sugar, nanti kita tidak bisa punya anak!"
Musnah sudah rasa kasihan yang tadi sedikit aku rasakan. Aku ingin tahu di mana Ken menggadaikan otaknya, siapa tahu aku bisa menebusnya dan Ken kembali menjadi manusia normal.
Selama beberapa saat aku menikmati makananku dengan tenang. Mungkin Ken akhirnya sadar kalau dia tidak diinginkan dan sudah pulang ke rumahnya.
"Chia, ada Ken kok nggak disuruh masuk?"
"Mama sama papa sudah pulang?" Aku memeluk ibu dan ayahku. Mereka berdua tidak mengabariku kalau akan pulang hari ini. Jika aku tahu, pasti aku akan menjemput mereka berdua di bandara.
"Sugar, mereka tahu kalau calon menantunya ada di sini. Tentu mereka pulang lebih awal."
Semua mata langsung menatap Ken. Rasanya aku ingin menutup mulut Ken dengan lakban dan menguncinya di gudang. Aku terdengar seperti penculik, tapi inilah yang terjadi jika kamu terus diganggu oleh seseorang yang kamu benci.
"Abaikan dia," ucapku sebelum orangtuaku menganggap Ken serius.
"Lewati aku dulu, sebelum mengambil putriku."
Ken malah tersenyum lebar setelah mendengar ucapan ayahku. Aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan sekarang. Aku cuma bisa berharap kalau Ken tidak melakukan hal aneh yang akan merugikanku.
"Ah, Papa mertua... tentu saja aku tidak akan melupakan restumu."
Aku melotot padanya dan Ken membalasnya dengan sebuah kedipan mata genit. Tuhan... aku menyerah menghadapinya.
"Aku tidak akan merestuimu."
"Aku berjanji akan menjadi menantu terbaik dan tertampan di komplek ini."
Ekspresi ayahku saat mendengar janji Ken adalah, mengerjapkan mata beberapa kali, melihat Ken dari atas ke bawah lalu menatapku seolah bertanya. APA DIA WARAS?
"Ken, silakan duduk. Terima kasih sudah membantu membawa barang-barang tante."
"No, Boy... lebih baik sekarang kamu pulang!" titah ayahku. Huft... senang rasanya memiliki seseorang yang mendukungmu. Ken tidak akan pernah bisa mendekatiku lagi jika seperti ini. Dia berani berteriak di depan rumahku? ayahku pasti akan mengejarnya dengan tongkat golf. Aku bersyukur memiliki ayah yang protektif.
"Maaf papa mertua, aku harus menuruti perintah mama mertua. Aku tidak mau menjadi menantu durhaka. Oh maksudku calon menantu. Hahaha aku sering lupa dengan kata calon. Ini gara-gara Chia yang sudah memperlakukanku seperti suami sahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Neighbour
RomanceBertemu mantan saja sudah membuatku tak keruan apalagi jika sang mantan justru tinggal di samping rumah dan mendekatiku lagi seperti tidak pernah ada salah di masa lalu. "Rasanya aku ingin pergi dari sini daripada melihat wajahnya setiap hari." -Ch...