Eight

69.6K 4.6K 62
                                    

Aku pikir setelah pindah ke rumah Risa kehidupanku akan menjadi lebih tenang. Ternyata itu hanyalah harapan yang tak terwujud. Ken tetap bisa menemukan keberadaanku dan menggangguku.

"Cuma kamu... cintaku di dunia ini!" Aku menutup telingaku. Pagiku kali ini diwarnai dengan mendengar suara Ken yang tidak ada bagus-bagusnya itu. Petikan gitar yang asal-asalan membuat kepalaku semakin sakit.

"Cuma... Chia sayangku di... Eh sialan! Kenapa kau melemparku dengan koin?!" Aku mengintip dari jendela kamarku yang berada di lantai dua. Nampak Risa yang sedang berkacak pinggang di hadapan Ken.

"Pergi dari sini! Chia tidak akan pernah kembali padamu."

"Sugar, keluarlah. Aku ingin melihat wajah cantikmu!" teriak Ken tanpa tahu malu.

"Woy! Berisik!" sahut tetangga Risa.

Aku tak enak dengan waga sekitar sini. Mereka terganggu gara-gara Ken. Jika aku di rumahku sendiri maka yang terganggu hanyalah aku. Aku jadi berpikir kalau aku harus segera kembali ke rumahku demi ketenangan keluarga Risa dan para tetangganya. Tidak ada yang menjamin kalau Ken tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi.

"Pergi atau aku panggil orang satu komplek untuk mengeroyokmu," gertak Risa. Aku yakin Risa akan melakukan hal itu jika perlu. Dia jarang bermain-main dengan ucapannya.

"Sugar, aku pergi dulu!" teriak Ken sekali lagi. Tetangga Risa yang tadi menegur Ken pun mengumpat dengan suara keras. Aku tak menyalahkannya jika dia marah. Ini semua salah Ken yang sudah tidak memiliki urat malu dan seenaknya sendiri.

Risa menunggu Ken pergi sebelum dia kembali masuk ke dalam rumah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku yakin dia juga tidak menyangka kalau Ken akan segila itu. Aku harus segera turun untuk meminta maaf pada Risa dan ibunya.

"Ris, aku pikir lebih baik aku pulang saja. Ken pasti akan semakin mengganggu kalian jika aku tidak pulang. Aku minta maaf sudah merepotkanmu dan ibumu." Aku menghampiri Risa yang saat ini duduk di ruang makan dengan ekspresi wajah kesal.

"Tidak Chia. Justru itulah yang diharapkan Ken. Kamu kembali ke rumahmu dan dia bisa mengganggumu setiap saat."

Aku mengambil tempat duduk di hadapan Risa dan memikirkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Jika aku tidak pergi, aku takut Ken semakin membuat masalah di sini. Tapi jika aku pulang, Ken bisa menggangguku setiap hari.

"Aku harus bagaimana? Aku sudah bilang pada Ken kalau aku tidak mau dengannya. Aku sudah menyuruhnya pergi tapi ia tetap saja mengejarku."

Aku mengusap wajahku kasar. Ken akan semakin melunjak jika dibiarkan saja, tapi aku juga bisa apa? Masa harus lapor polisi hanya karena masalah seperti ini?

"Kalian kenapa diam saja begitu?" tanya Tante Dilla yang baru datang dari dapur.

"Mama tidak dengar suara jelek tadi ya?" Tante Dilla tertawa kecil mendengar nada kesal dari Risa.

"Gak apa-apa, anggap saja hiburan. Pria itu pasti sangat mencintai Chia jika sampai berani bertindak seperti itu."

Aku dan Risa saling berpandangan.

"Dia mantan gila, Ma. Cinta kok maksa," ujar Risa.

"Bukan maksa, Sayang. Memang sudah selayaknya laki-laki itu berjuang untuk mendapatkan wanitanya. Mama sama papa dulu juga putus nyambung kok. Tidak apa-apa jadian sama mantan. Apalagi kalau masih saling cinta, buat apa mengulur waktu untuk bersama. Iya kan Chia?"

Aku mengangguk dengan ragu. Tidak enak ingin membantah ucapan tante Dilla. Jika mantannya memiliki sikap yang baik tentu tidak masalah balikan lagi. Tapi jika mantannya seperti Ken pasti wanita manapun akan berpikir berulang kali.

****

Aku tersedak karena suara klakson yang dibunyikan terus menerus. Apalagi sekarang? Masa minum saja, aku tidak bisa tenang.

"Jangan bilang kalau pria gila itu membuat masalah lagi!" teriak Risa.

"Sialan, pergi dari rumahku!" Aku mengembuskan napas kasar dan mengikuti Risa ke luar rumah. Tanpa rasa bersalah Ken tersenyum lebar ketika melihatku.

"Chia, aku membelikan bunga dan boneka untukmu."

Ken menunjukkan sebuket bunga mawar di tangan kanannya dan boneka panda besar di tangan kirinya. Aku melirik Risa yang sudah melepas sendalnya dan siap untuk melemparnya ke arah Ken.

"Ken, terimakasih sudah membelikanku ini semua. Tapi aku tidak bisa menerimanya. Sebaiknya kamu pulang saja," ucapku.

"Tidak, aku akan di sini sampai kamu menerimanya dan meaafkanku."

"Ya sudah... tinggalkan saja si bodoh ini di sini." Risa memaksaku untuk masuk ke dalam rumah. Ken bergerak cepat mencegahku. Ia berlari dan memegang pundakku.

"Sugar, terima ini dulu." Aku melihat tangan Ken yang berada di pundakku. Mengerti dengan maksudku, Ken perlahan menarik tangannya. Ia memberikan dua benda yang dipegangnya. Ia menatapku dengan tatapan memohon.

"Please!"

Tangan Risa menyambar boneka yang dipegang ken dan membuangnya begitu saja. Aku terbelalak melihat apa yang Risa lakukan. Ketika aku melihat Ken wajahnya nampak memerah dan menatap Risa dengan tajam.

"Ris, kamu masuk dulu. Aku ingin berbicara dengannya."

Risa hendak menolak tapi saat melihatku yang serius dia akhirnya masuk ke dalam rumah dengan wajah ditekuk.

Ken mengambil boneka pandanya. Ia membersihkan boneka itu dengan tangannya. Ken tersenyum setelah melihat bahwa boneka itu kembali bersih. Aku memperhatikan semua itu dalam diam.

Aku berusaha mempertahankan ekspresi datarku ketika melihatnya. Karena jujur saja, saat tatapan mata kami bertemu, jantungku mulai berdetak lebih cepat. Aku berdeham dan mengalihkan tatapanku darinya.

"Sugar, ini untukmu."

"Aku tidak mau Ken. Pergilah jangan menggangguku atau keluarga Risa lagi. Risa dan ibunya pasti terganggu jika kamu melakukan hal seperti ini terus."

"Makanya jangan mengabaikanku. Aku hanya ingin kesempatan darimu. Toh kamu dan pria yang lebih jelek dariku itu masih belum menikah."

Kenapa dia masih sempat-sempatnya menghina Dean?

"Please, Sugar. Satu kesempatan saja. Bagaimana kalau sekarang kita jalan-jalan? Aku akan menuruti kemanapun kamu mau."

"Tidak," ucapku singkat. Aku berbalik meninggalkan Ken. Menguatkan diri untuk tidak mengambil boneka yang dibawa oleh Ken. Boneka itu terlalu lucu untuk diabaikan.

Saat menutupi pintu sekilas aku melihat wajah Ken yang penuh dengan kekecewaan. Aku tidak boleh kasihan padanya. Dulu Ken juga tidak punya rasa kasihan terhadapku.

"AKU AKAN MENUNGGUMU DI SINI SAMPAI KAMU MEMBERIKU KESEMPATAN!"

Aku pikir Ken sudah menyerah, ternyata masih saja dia keras kepala.

"Sudah, abaikan saja dia. Kamu mau berenang?" tanya Risa saat kami berpapasan di tangga.

"Boleh juga. Tunggu aku ganti baju," ucapku sebelum bergegas menuju kamarku.

Aku dan Risa menghabiskan waktu di kolam renang. Semakin siang matahari semakin terik dan itu justru membuatku semakin betah untuk berenang.

"Chia! Pacar kamu kasihan itu nunggu di depan rumah. Tante suruh masuk gak mau. Tante suruh minum gak mau. Katanya maunya ketemu sama kamu."

"Biarkan saja, Ma. Nanti kalau dia lapar dia juga akan pulang ke rumahnya," sahut Risa.

Aku berdiri di pinggir kolam. Mendongak melihat langit dan merasakan terik matahari yang menerpa wajahku. Apa Ken tidak tidak kepanasan? Kenapa dia tidak pulang saja dan melakukan hal yang berguna daripada menungguku?

"Si bodoh itu hanya membuang-buang waktunya, benarkan Chia? Tentu saja kamu tidak akan menemuinya apalagi kembali padanya."

*****


Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang