Enam belas

55K 4.3K 159
                                    

Happy Reading!

****

"Will you marry me?"

"Taklukkan ayahku dulu," jawabku setelah beberapa detik terdiam.

Ken mengerjapkan matanya. Perlahan senyum lebar tergambar di bibirnya.

"Jadi aku diterima?"

Mengangguk saja aku tidak sempat karena Ken langsung memelukku.

"Terima kasih. Aku pasti akan mendapat restu dari papa mertua."

Aku yakin hal itu bukanlah hal yang mudah. Melihat Ken saja ayahku sudah marah. Apalagi jika Ken mengungkapkan keinginannya untuk menikahiku. Ini adalah ujian yang berat bagi Ken.

Senyum tak juga luntur dari wajah Ken. Dia mengajakku mendekati 2 anak yang tadi membantunya melamarku. Ken memberikan permen cokelat pada kedua anak berumur 5 tahun itu. Ia terus menggumamkan terima kasih sambil memeluk mereka.

Ken menggenggam tanganku. Tidak sedikit pun terlihat ketakutan di wajahnya ketika masuk ke dalam rumahku. Padahal ada ayah di dalam sana. Jam segini kedua orang tuaku sudah pulang bekerja.

"Chia, kenapa kamu membawa laki-laki ini ke sini?" tanya ayahku tanpa basa-basi.

"Papa mertua tidak merindukanku?" Tadi aku berharap kalau Ken bisa sedikit serius, tapi tentu saja Ken harus mematahkan harapanku itu. Ken tetaplah orang yang bisa bertindak konyol di situasi apa pun.

"Mau apa kamu ke sini? Putriku sudah menolakmu."

"Dia baru saja menerimaku. Iya kan, Sugar?"

Ayahku menatapku tajam. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum kecil dan sedikit mengangguk menjawab pertanyaan di matanya.

Perhatian ayahku beralih pada Ken. Melihatnya dari atas ke bawah. "Apa yang kamu lihat dari dia?"

Aku menggaruk kepalaku.

"Papa mertua, aku ini tampan, baik hati, pekerja keras, humoris. Jelas Chia memilihku."

"Chia! Duduk sini!"

Aku duduk di samping ayah, sementara Ken duduk di hadapan kami.

"Kamu benar mau dengan dia?"

"Aku menunggu persetujuan papa," jawabku.

"Papa tidak setuju. Papa juga sudah melihat undangan di atas meja tadi. Mungkin saja pria ini seperti Dean."

"Papa mertua, aku tidak akan melakukan hal itu pada Chia. Lihatlah wajahku yang sangat polos ini. Aku tidak mungkin menyakiti hatinya yang lembut itu."

Polos? Aku hampir tertawa mendengarnya. Ken tidak bisa disebut polos. Kelakuan dan otaknya sangat jauh dari kata itu. Mana bisa seseorang yang mencium wanita di jalan disebut polos. Mesum iya...

"Polos? Kamu berapa kali mencium anakku? Mungkin bukan anakku saja yang menjadi korbanmu."

"Sumpah, Papa aku tidak pernah mencium wanita lain. Calon menantumu ini orang yang setia," ujar Ken sungguh-sungguh.

"Tidak. Pulang sekarang!"

"Papa—"

"Aku bukan papamu. Pulang sebelum aku mengejarmu dan memukul bokongmu dengan tongkat golf."

Mungkin Ken sudah melihat betapa seriusnya ayahku sehingga keberaniannya sedikit memudar. Ia buru-buru pamit. Tapi aku yakin besok dia akan kembali lagi. Ken bukanlah orang yang bisa diusir begitu saja. Aku sudah mengalaminya sendiri. Mengusir Ken adalah hal yang membuang-buang waktu.

Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang