Happy Reading!
*****
"Papa! Aku berhasil menghamili anak papa!"
Ayah menaikkan alisnya, bertanya padaku melalui tatapan matanya. Setelah mendapat anggukan dariku, sebuah senyum simpul muncul di bibirnya. Ia kemudian meraih koran di atas meja dan menggulungnya. Kemudian tanpa aba-aba ayahku memukul kepala Ken.
"Apa salahku?" tanya Ken sambil memegang kepalanya.
"Tadi, apa yang kamu bilang? Kalau bicara itu yang baik."
Ken nyengir. "Aku terlalu bersemangat."
Ken kemudian memeluk ayahku dengan erat. Ibuku dan keluarga Ken yang sedang berkumpul tertawa lepas melihat tingkah Ken dan ekspresi ayahku.
"Lepaskan!"
"Maaf papa mertua, aku tidak tahu mau peluk siapa lagi. Chia marah-marah kalau aku peluk. Katanya bau parfumku membuatnya mual. Padahal parfum ini aku pakai setiap hari."
Ken kembali mencium bajunya. Dia masih tidak mengerti kenapa aku menjauhinya padahal sudah aku bilang kalau itu wajar. Indra penciumanku sedang sensitif dengan bau di sekitarku.
"Di sini banyak orang. Kenapa aku yang harus kamu peluk?" protes ayah. Ia duduk menjauh dari Ken. Bertukar tempat dengan Om Alvin, ayah Ken. Ken berdeham karena mendapat tatapan tajam dari ayahnya. Yang aku tahu dari Ken, ayahnya itu sejak dulu selalu tegas padanya. Tapi hal itu tak mengganggu hubungan mereka.
"Jaga istrimu dengan baik. Dan bersikap baik pada mertuamu. Kalau mereka tidak mengizinkanmu menikahi putri mereka, kamu pasti tidak akan menikah sampai sekarang. Kamu sudah dewasa dan harus bisa memimpin keluargamu."
Ken menunduk mendengar wejangan dari ayahnya. Kedua orang tua Ken sangat baik padaku. Mereka akan mengunjungi kami setidaknya seminggu sekali. Tante Lia sering meneleponku untuk bertanya kabar dan kadang memintaku untuk datang ke rumah.
"Chia, datanglah ke rumah. Mama senang kalau kamu sering datang." Aku mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuaku. Hari ini Ken mengundang kedua orang tua kami untuk datang ke rumah. Dan setelah mereka berkumpul barulah Ken mengumumkan kabar bahagia itu dengan caranya yang pasti membuat ayahku kesal.
Aku tahu, ayah menyayangi Ken hanya saja tingkah suamiku itu kadang memang terlalu ajaib.
"Iya, Ma. Aku akan datang nanti jika sudah ada waktu." Aku merasa bersalah karena aku jarang pergi ke rumah mertuaku. Apalagi beberapa bulan terakhir ini. Entahlah, padahal mereka tidak pernah menanyakan keturunan padaku, tapi aku merasa punya beban tersendiri ketika melihat mereka. Apalagi aku tahu kalau ibu mertuaku sangat menyukai anak-anak.
"Ken, jaga istrimu baik-baik. Awas kalau kamu membuatnya sedih."
"Tidak akan. Dia adalah kebahagiaanku jadi aku juga akan membuatnya bahagia selalu."
****
"Ken, kamu di mana?" tanyaku karena Ken masih belum juga pulang.
"Aku masih di jalan, Sugar. Kamu kan baru meneleponku 5 menit lalu."
"Jadi kamu tidak suka aku hubungi? Ya sudah." Aku langsung mematikan sambungan telepon itu. Dia tidak pengertian sekali, padahal aku merindukannya. Selama 2 minggu aku sangat menjauhi Ken bahkan beberapa kali aku mengusirnya untuk tidur di luar. Tapi selama satu bulan ini aku tidak mau jauh dari Ken. Jika dia jauh aku pasti marah-marah.
Aku menyalakan televisi. Menonton acar kuliner yang lama-lama membuat liurku ingin menetes. Aku meraih ponselku. Membuka aplikasi pesan antar untuk memesan makanan. Aku mengabaikan pesan dan telepon dari Ken. Lihat saja, aku tidak akan memaafkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Neighbour
RomanceBertemu mantan saja sudah membuatku tak keruan apalagi jika sang mantan justru tinggal di samping rumah dan mendekatiku lagi seperti tidak pernah ada salah di masa lalu. "Rasanya aku ingin pergi dari sini daripada melihat wajahnya setiap hari." -Ch...