26

51.2K 3.3K 90
                                    

Happy Reading!

****

"Skakmat!"

"Kenapa aku bisa kalah? Ini tidak mungkin!"

"Ya ampun, dia kasihan sekali. Sudah diceraikan suami, ketabrak mobil, terjun ke jurang. Suaminya jahat banget malah nikah sama wanita lain."

"Aduh Jeng, aku tidak suka sinetron ini. Lebih baik nonton Mak Lemper. Lebih seru. Sinetron ini tidak ada bahagianya."

Ken menutup telinganya dengan bantal. Ia terganggu dengan keributan di luar. Kedua orang tuaku dan mertuaku memutuskan untuk tinggal di rumah kami selama beberapa hari ke depan. Sebentar lagi adalah hari kelahiran anakku. Mereka takut aku kenapa-kenapa jika hanya ditemani oleh Ken.

Aku menyambut baik kehadiran mereka. Kebetulan ada 2 kamar yang bisa mereka tempati. Tapi tidak bagi Ken, ia merasa terganggu dengan kehadiran mereka, apalagi di saat seperti ini. Para suami sedang bermain catur dan para istri membicarakan sinetron.

"Mak lemper? Aku tidak suka wanita tua itu. Lebih baik nonton ini. Kehidupannya menyedihkan sekali. Aku selalu menangis jika melihat si Cici disiksa." Ibu mertuaku bicara dengan menggebu-gebu.

"Kali ini aku pasti menang!" Ayahku berteriak.

"Rumah orang tuamu ada di sebelah. Kenapa mereka harus menginap di sini? Orang tuaku saja sudah cukup membuatku terganggu," gerutu Ken, entah untuk ke berapa kalinya.

"Ini baru 3 hari mereka menginap si sini. Biarkan saja. Toh rumah ini jadi ramai." Aku sedikit meringis ketika merasakan sakit.

Ken yang sudah tidak mengantuk, tidak menyadari rasa sakitku.

"Kenapa bergerak terus?" tanya Ken saat aku terus bergerak tidak nyaman.

"Sakit. Sedikit..."

Ken seketika terduduk. Ia melihat wajahku yang meringis menahan sakit. Matanya terbuka lebar sebelum akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi.

"Mama!" teriak Ken kencang.

Terdengar langkah kaki bersahutan sebelum pintu kamar terbuka dengan suara keras.

"Kenapa? Chia kenapa?"

"Cucuku akan lahir?"

"Situasi darurat?"

"Chia mau melahirkan?"

Aku sudah tidak tahu siapa yang tengah bicara karena mereka semua bicara secara bersamaan. Aku menarik napas dalam karena rasa sakit itu telah hilang.

"Tidak apa-apa, Ma, Pa. Tadi cuma sakit sebentar."

"Cuma? Tidak, tidak kita ke rumah sakit sekarang. Bagaimana kalau kamu kenapa-kenapa? Aduh, kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Bagaimana kalau kamu melahirkan di jalan? Ya ampun... aku tidak mau anakku lahir di jalan. Ma, Pa, kenapa kalian cuma berdiri di situ? Bantu aku!"

Ayah Ken mengambil bantal dan memukul kepala Ken.

"Ternyata benar kata ayah mertuamu, ini lebih efektif untuk membuatmu diam. Tenanglah, jika kamu panik, istrimu juga akan panik."

"Alah... kamu dulu malah cuma pakai boxer waktu Ken lahir. Kamu lebih panik dari Ken sekarang," timpal ibu mertuaku. Ia mengusap kepalaku lembut.

"Serius? Papa Chia hampir pingsan saat melihatku melahirkan. Aku pikir itu sudah parah," ujar ibuku yang sedang mengecek tasku. Ibuku sudah mempersiapkan tas itu sejak 2 hari lalu.

"Kenapa kalian tenang-tenang saja? Istriku mau melahirkan," tanya Ken tetap saja panik meskipun ada ibu kami yang tentu lebih tahu dari dia.

"Ini masih kontraksi. Biasanya untuk orang yang pertama melahirkan, masa kontraksinya akan sedikit lebih lama. Nanti pun kalau kamu bawa Chia ke rumah sakit, pihak rumah sakit akan menyuruhmu untuk menunggu. Tidak bisa bayinya langsung lahir begitu saja," jelas ibu mertuaku.

Pervert NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang