"Aaaaarrggghhh!"
"Kuingin kau mati!"
"Tolong, lepaskan pisau itu," rintih seorang wanita.
Lawan bicaranya menggeleng sambil tersenyum sinis, "Kau tidak dengar kataku tadi, hah? Kuingin kau mati!"
Wanita itu menekan perutnya yang banyak mengeluarkan darah, "Aku tidak tahu kenapa kamu ingin membunuhku. Tapi tolonglah, biarkan aku hidup."
"Aku tidak peduli," orang itu menyeringai.
"Tidak, tidak, tunggu—"
Belum selesai si wanita menyelesaikan kalimatnya, kali ini pisau kembali bersarang di dadanya. Matanya membelalak disertai mulut yang menganga merintihkan kesakitan yang luar biasa dengan begitu pelan, bahkan hampir lenyap ditelan udara. Ingin berteriak, pasti. Tetapi kesesakan sudah lebih dulu merayapi tubuhnya. Perlahan-lahan, nyawanya pergi bagai hembusan angin.
Orang itu memperhatikan seluk beluk wajah si wanita, ketika ajal akan menjemputnya. Seulas senyum kelabu terukir di wajahnya. Dia menikmati apa yang telah ia lakukan pada wanita yang sudah memiliki dua putri itu. Tapi ini belum sempurna dan seratus persen menyenangkan bagi dirinya, jika seluruh orang mirip orang yang dia benci belum mati.
Orang itu dengan langkah tegap meninggalkan jasad wanita yang berlumuran darah itu begitu saja. Pisau ia biarkan tetap berada di tempatnya terakhir kali menghujamkan benda tajam itu. Dan sarung tangan putih yang kini menjadi merah telah disimpannya begitu rapi di dalam jas.
Setelah keluar dari gedung tua kumuh dan pengap bekas pabrik plastik yang sudah berpuluh-puluh tahun ditinggalkan pemiliknya, orang itu berjalan menuju departemen store. Jarak antara gedung tua dan pusat perbelanjaan itu tidak terlalu jauh, tetapi jika kita berada di gedung tua, departemen store tidak akan terlihat, begitu juga sebaliknya.
Sesampainya di departemen store, orang itu berjalan menuju area parkir. Mobil mewah berwarna hitam yang belum lama dibelinya diletakannya di sana, seolah-olah dia menjadi pengunjung mall ini. Dengan cepat dia masuk ke belakang kemudi setelah menekan tombol yang tergantung pada kunci mobil.
Jaket kulit hitam yang dikenakannya dilepas, diganti dengan jaket coklat berbulu. Dia mengeluarkan sebilah pisau yang diselimuti kain hitam dari saku celananya, kemudian diletakkannya di bawah kursi.
Setelah itu dirinya bersandar malas. Matanya melihat ke arah cermin yang tergantung di bagian tengah depan mobil. Seketika seringaian terukir di wajahnya, melihat cipratan darah yang masih menempel di dahinya.
Perlahan, ia usap darah itu sembari berkata, "Who's Next?"
**********
Ini cerita publish ulang ya :) Kalau ada perbedaan dari ceritanya, ya maklum hehe, habis direvisi :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Who's Next [H I A T U S]
Mystère / ThrillerHighest rank #22 in Thriller Rank #24 in Mistery Rank #21 in Psycho Rank #20 in Psikopat Rank #2 Menegangkan Siapa sangka, kehilangan semua saudara membuat seseorang depresi berat. Merasa tak memiliki penopang hidup, dan dihantui bayang-bayang kehad...