Chap. 10 : Pergi

562 70 9
                                    

Orang itu duduk di atas atap terbuka sebuah hotel.

"Ini Tuan ..." seorang pelayan perempuan dengan seragam hotel menyuguhkan segelas es cappucino.

Orang itu menoleh dan segera mengambilnya, "Terima kasih."

"Jika butuh sesuatu panggil saja, saya permisi." Pelayan itu pergi berlalu.

Orang itu dengan santai menikmati kopinya ditemani pemandangan haru yang membuat matanya betah hingga berjam-jam. Gedung bekas pabrik plastik itu sedang ramai pengunjung. Para polisi sedang mengevakuasi dua jasad yang ada di sana. Beberapa orang yang ingin tahu juga berkumpul di sana. Dua ambulan segera datang dengan suara sirine dan lampu merah-birunya.

Orang itu tersenyum, "Selamat jalan. Terima kasih sudah membuat dua malamku begitu indah dengan darah-darah kalian."

Kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Razher.

"Raz, aku ingin kita ketemu."

"Baik Tuan, dimana?"

"Taman Kota. Ada yang harus kuberitahu."

"Malam ini?"

"Tidak," Orang itu meneguk kopinya, "Besok malam. Bawakan aku benda apa saja yang bisa kupakai."

"Siap Tuan."

"Katakan padaku kalau bagianmu kurang."

Razher berhembus senang disebrang telepon, "Tidak sama sekali. Bagianku selalu saja lebih."

-----------

Sembari menunggu nanti malam tiba, Orang itu berkeliling Kota. Entah sudah berapa bulan dia tidak bertemu dengan Razher dan hanya selalu berbincang lewat telepon. Dia kemudian berhenti di salah satu toko kue. Tidak ada niat sedikit pun ingin membeli, melainkan ingin mencari darah lagi. Saat pura-pura melihat kue-kue yang tersusun rapi di etalase kaca, Orang itu tak sengaja melihat seorang pria yang mirip dengannya itu.

Seorang dokter bedah kardiolog, seorang yang cerdas, dan seorang psikopat yang sangat dibencinya. Pria itu ... ada di hadapannya saat ini. Rasa tak tahan ingin menusuknya begitu dalam. Inginnya segera ia cincang-cincang daging pria itu sampai hancur lebur. Pokoknya, bagaimana pun caranya dia harus bisa memasangkan alat pengintai.

Orang itu keluar dari toko kue, dan menunggu Si Pria keluar di samping pintu. Tepat saat pria berjaket hitam itu keluar, tangan lihainya meletakkan alat itu pada sepatunya. Tepat sasaran. Orang itu menyeringai, tanpa masker atau pun topi yang menjadi penutup wajahnya.

Kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku akan perlihatkan pada Razher apa yang kudapat, batinnya.

----------

Delvian memeriksa data pasien pengidap gagal jantung dari asistennya. Hari kemarin dia tidak masuk kerja membuatnya hari ini harus menerima banyak pasien. Setelah lelah hingga pukul tiga sore, Delvian baru dapat beristirahat dengan map-map coklat di mejanya.

Who's Next [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang