Chap. 4 : Kata Yang Mewakilkan Lidah

842 108 29
                                        

Hari ini, Daniel yang dikenal si misterius kedatangan tamu. Tiga teman lelakinya baru sampai dari bandara, dan langsung beristirahat di rumah pria itu. Bahkan, ketika ada tamu pun Daniel tetap menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat. Merasa aneh, Arga memberanikan diri bertanya pada sang pemilik rumah.

"Dan, kenapa sih pintunya di tutup? Kan biar ada udara masuk, gitu."

Daniel yang duduk di sebelah Lave menaikkan kedua bahunya, "Supaya nggak ada tetangga yang lihat."

Lave mengernyit, "Hah?"

"Lagian ya, kalau orang baru itu harus baik-baik sama tetangga biar nanti kalau ada masalah ada yang bantu," timpal James.

Daniel menatap datar, "Berisik banget, udah ya nikmati aja."

"Yah, terserah deh," ujar Arga.

Suasana siang hari yang cukup panas membuat keempat lelaki itu malas bergerak. Yang pada akhirnya mereka fokus pada ponsel masing-masing. James sesekali tersenyum sembari mengetik cepat pada keyboard di ponselnya. Sedangkan Lave, asyik melototi layar ponselnya menonton Youtube orang-orang yang sedang mengikuti uji nyali disuatu channel televisi. Berbeda dengan kedua temannya, Arga sibuk bermain game online

Daniel juga merasakan keegoisan masing-masing temannya itu. Berkumpul bukannya malah membahas hal seru bareng, tetapi tetap saja terpaut pada ponsel sendiri-sendiri. Daniel yang tidak ada kerjaan, diam-diam memandang satu per satu wajah teman-temannya yang bersandar malas pada sofa ruang tamu. Entah kenapa bibirnya tertahan, tak ingin membuat senyum simpul. Daniel sudah memperhatikan, itu sudah pertanda.

----------

Goo melihat kegelisahan Rayna sejak kemarin ia memberikan kertas itu. Apa iya, sebenarnya kertas itu memang ditujukan untuk Rayna? Rasanya, Goo mulai paham kenapa dia menabrak pria berjaket itu. Bukan karena dia berjalan menunduk, tetapi pria itu sengaja menabraknya untuk memberikan kertas itu. Bisa jadi orang itu salah kira kalau Goo adalah Rayna karena wajah mereka yang mirip. Tetapi jika diperhatikan, tetap saja wajah Rayna lebih tua.

Sedangkan Rayna sendiri, merasa takut kalau pria itu datang lagi ke dalam kehidupannya. Bagi Rayna, Ardi adalah sosok kejam. Dia pertama kali kenal dengan pria itu saat SMA, yang mana saat itu Ardi tengah menjemput adiknya yang satu SMA dengannya. Bayang-bayang pertemuannya di rumah sakit itu ... mulai terputar.

----------

Rayna duduk bersama Delvian di ruang tunggu. Perempuan itu mendadak manja jika sakit, dan meminta kakak lelakinya menemaninya ke dokter gigi. Sakit gigi ini membuat kepalanya pening dan tak bisa beraktivitas. Di sana, Delvian tak sengaja bertemu dengan salah seorang pasiennya, kemudian mereka berbincang.

Rayna yang ingin ke kamar mandi tak mengatakan apa-apa pada Delvian, takut pembicaraan mereka terganggu. Akhirnya, dia pergi sendiri. Di tengah perjalanan, dia menabrak Ardi. Rayna tersenyum kecil saat itu.

"Eh, kebetulan sekali kita ketemu di sini," serunya.

Rayna mengangkat kedua alisnya, "Ada apa?"

"Ibuku sakit, ada adikku yang jaga dia sendirian di ruang rawat. Kamu mau kan temani dia? Paling tidak karena sesama perempuan, kamu bisa hibur dia?"

Rayna tak langsung menjawab.

"Gimana? Nggak ganggu kamu kan?"

Rayna yang tidak enak untuk menolak saat itu memutuskan untuk menganganggukkan kepalanya, "Bo--boleh deh ..."

Ardi menghantar Rayna ke depan pintu kamar, tempat di mana ibunya dirawat. Setelah itu dia pamit karena mau beli makanan. Katanya cuma sebentar, dan itu membuat Rayna mau menunggu di dalam kamar itu.

Who's Next [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang