Chap. 3 : Ada Apa Dengan Ardi?

1K 110 37
                                        

Rayna menggigit telunjuk kanannya. Entah sudah berapa putaran dia mondar-mandir di kamar hanya untuk melepaskan pikiran tentang pria yang sudah dilupakannya selama ini. Rayna masih sangat ingat nama panjangnya dan pekerjaan lelaki itu, tetapi dia benar-benar tak ingin memori itu kembali lagi.

Jika harus dia ungkapkan, mungkin sudah terlambat. Kalimat di lembaran kertas yang diberikan adiknya itu ... mengulang semuanya, membuatnya teringat lagi bahkan hingga detail-detailnya. Merasa lelah, Rayna memutuskan duduk di kasur walau pikirannya masih berantakan.

Ardi ..., batinnya.

Pria yang lima tahun lebih tua darinya itu, membuat Rayna dicap sebagai perempuan tak punya hati. Kejadiannya persis seperti yang dituliskan di kertas. Hari itu, hari minggu di rumah sakit. Dia yang seharusnya pergi berobat ke salah satu dokter ditemani Delvian, malah bertemu pria itu.

**********

Orang itu memarkirkan mobilnya di area parkir departemen store. Melewati salah satu kamar mandi pria yang membuat ingatannya kembali beberapa tahun silam. Tak berminat untuk memasuki kamar mandi itu, ia melanjutkan kembali perjalanannya di dalam mall. Tempat ini baginya adalah tempat yang penting.

Drrtt ... Drrtt... Drrtt ...

Ponsel tanpa nada dering bergeming. Ia segera merogoh saku jaketnya. Tertera nama seorang pria yang sudah banyak membantunya selama ini.

"Halo?" sapa Orang itu.

"Tuan, perkembangan di rumah sakit jiwa saat ini tidak mengalami kemajuan."

"Kabar baik, Razher. Kau harus tetap menjadi mata-mata di sana."

"Tapi, sampai kapan?"

"Tunggu mereka lupa akan aku. Akan segera kutransfer imbalannya, tunggu saja."

"Baik kalau begitu. Tapi Tuan D, kau sedang dimana?"

"Aku di departemen store mencari mangsa baru. Lanjutkan saja pekerjaanmu dan sampai jumpa."

Orang itu menekan tombol merah berlambang gagang telepon telungkup di tengah ponselnya. Setelah ia masukkan benda berharga itu ke saku jaketnya, seorang wanita berbaju merah muda dengan rombe-rombe telah menarik perhatian Orang itu.

Dia menyeringai, "Kau adalah the next-nya."

Bersiap dengan sebuah pin bulat kecil yang terhubung ke ponselnya hanya dengan lewat bluetooth, Orang itu berjalan perlahan ke arah Sang Wanita. Seolah-olah mengambil dompetnya yang jatuh, Orang itu membungkuk di samping wanita itu dan dengan cepat tangannya menempelkan pin pada alas sepatu berhak milik Si Wanita. 

Tentu saja wanita itu tidak sadar. Netranya fokus memilih pakaian dengan harga diatas rata-rata itu. Merasa tugasnya sudah selesai, Orang itu berjalan ke luar toko pakaian. Sembari melangkah keluar mall, diambilnya sebuah foto dari dompetnya. Foto seorang perempuan berambut hitam kecoklatan dengan senyum tipis yang khas. Dia sedih, karena takkan pernah melihat perempuan itu lagi. Dan, wanita berpakaian merah muda tadi telah mengingatkannya.

----------

Jam raksasa yang terpampang di depan dinding bagian atas departemen store berdenting, menunjukkan pukul sembilan malam. Orang itu yang tengah meneguk kopi hitam hangat di tangannya, buru-buru meletakkan gelas kertas itu di sembarang tempat karena pin dengan tanda merah di ponselnya sudah berjalan keluar dari departemen store. 

Who's Next [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang