Chap. 8 : Tangan Kanan

677 76 32
                                    

Orang itu dengan mobilnya melewati sebuah gedung tua bekas pabrik plastik. Masih sepi dan sunyi. Kemana semua orang? Apa mereka tak tahu ada dua mayat di sana? Sepertinya bau-bau yang dikeluarkan dua mayat itu terpendam di balik dinding-dinding beton yang tebal.

Ventilasinya pun sedikit, jadi tak aneh jika dua mayat wanita itu belum ditemukan. Orang itu tak berminat membunuh lagi di dalam sana. Dia memang selalu begitu, cepat bosan. Akhirnya dia membawa Si Perempuan pendek itu ke dalam garasi mobil sebuah bengkel.

Dia menjejerkan mobilnya bersama mobil-mobil lain yang masih dalam proses perbaikan. Tempat ini usulannya Razher. Jika sudah malam begini, tak ada orang yang akan berada di sini. Garasinya hanya dieratkan dengan gembok tua yang mudah dibobol. Orang itu sama sekali tak menyentuh benda dengan kulitnya, selain tangannya yang bersarung.

Itu juga termasuk salah satu strategi agar jejaknya tak diketahui. Setelah rolling door, digesernya ke atas, ia membawa wanita itu masuk. Dengan perlahan ditutupnya kembali pintu itu. Razher benar, tempat ini sangat sepi. Dia jadi bisa leluasa melakukan aksinya. Pertama-tama, dia menekan saklar lampu. Dia benci ini, namun suasana yang terlalu gelap juga mengganggu penglihatan. Lampunya terlalu terang.

Orang itu menyumpalkan kain pada mulut Si Korban, agar teriakannya nanti tak terdengar orang lain. Setelah itu, sebuah bor mini dengan baterai menderu. Suara putarannya begitu kecil hingga tak terdengar. Perlahan, dia merunduk. Mendekatkan bor itu pada mata kanan Sang Wanita. Ukuran bulat 2,5 inchi cukuplah melubangi mata itu hingga pecah.

Dan sekarang bor itu sudah menyentuh kelopak matanya. Terus ia tekan, dan semakin lama semakin dalam. Seolah mengebor kayu, Orang itu begitu gigih.

"Aaaaargghhhhh!!!!" teriakan gila seorang perempuan.

Slep

Mata besi bor itu masuk ke titik hitam bola matanya, dan darah mencuat hebat. Si Wanita meronta-ronta seperti orang gila, kesakitan dan tak tahan. Tetapi semakin ia bergerak rasanya akan semakin sakit.

"Sakit! Sakit! SAKIT!" rintihnya dibalik kain.

"Rasakan! Rasakan!" tak terasa air liur Orang itu menetes di lantai.

Baginya ini begitu lezat. Ketika dia akan mencabut bor itu, Si Wanita berontak menjauh membuat bola matanya terlepas namun dengan urat mata yang masih terhubung pada sarafnya.

"Sakit! Sakit sekali! Lepaskan aku!" katanya dengan mata tertutup.

Orang itu menyeringai. Dengan santainya ia melepaskan bola mata itu pada bornya, "Sabar ya, kalau kau tidak agresif seperti itu, ini takkan terjadi."

Wanita itu mengeluarkan hujan tangis bersama darah yang keluar dari mata kanannya. Ingin teriak namun terhalang kain yang sudah diikat kuat di belakang kepalanya. Tetapi Orang itu sama sekali belum puas. Dia berdiri dan mendekati wanita itu yang masih terbaring di lantai.

"Hei ...." panggilnya.

"Siapa kamu?" ucapnya tak jelas.

"Maaf ya aku harus menutup mulutmu. Karena kalau aku membiarkannya, pasti orang-orang pada ke sini. Ini kan bukan tempat konser," Orang itu tertawa kecil.

"Lepaskan aku. Siapa kamu? Tolong jangan bunuh aku," serunya terisak.

Orang itu mengeluarkan silet dari sakunya tanpa sepengetahuan Si Wanita.

Who's Next [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang