- 03 -

1.6K 125 9
                                    

Jungkook sedang melihat-lihat berbagai proyek yang telah ia selesaikan selama bertahun-tahun. Ia mencari inspirasi untuk membuat desain rumah kliennya, yang ternyata adalah orangtua Namjoon.

Tiba-tiba seseorang mengetuk. Jungkook pun berkata, "Masuklah."

Yoongi ternyata. Ia pun melepas jasnya dan membuka kancing pertama kemejanya. Ia adalah orang yang mudah kepanasan, sehingga sejak awal kancing pada kerah tidak ia pasang.

Salah satu dinding di ruangan Jungkook hanya terbuat dari kaca, sehingga orang yang lewat bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Begitu juga saat ini, karyawan perempuan yang lewat tidak mengedipkan matanya ketika melihat Yoongi.

Mereka terus berbisik, misalnya 'semua teman Jungkook sajangnim sepertinya hanya orang-orang tampan saja' atau 'lihat siapa orang yang sangat menarik perhatian itu' dan masih banyak lagi.

Yoongi menyeringai. "Kookie, sepertinya aku membuat para karyawanmu terpesona. Haruskah aku pulang sekarang?"

Jungkook mendengus. Ia pun mengambil remote dan menutup kaca itu dengan tirai. "Ada apa? Meetingmu bagaimana?"

"Sebenarnya aku sangat malas membahas ini. Kau tahu Hoseok? Tiba-tiba dia memutuskan untuk berhenti berinvestasi dan bekerja sama dengan perusahaan ayahku."

"Heol, itu cukup mengejutkan." Jungkook pun berjalan menuju sofa, meninggalkan meja kerjanya. Namun, sebelum itu ia meminta agar dibawakan 2 cup kopi.

"Sudah jelas. Setidaknya Seokjin masih dipihakku."

"Tetapi kau tidak bisa mengandalkan Seokjin. Seperti yang kau tahu Seokjin juga teman baik Hoseok."

Mereka terdiam beberapa saat. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Lalu seseorang pun masuk dan mengantarkan kopi.

"Ngomong-ngomong, bagaimana rumah untuk Namjoon?"

"Aku belum menemukan yang sesuai. Jika hanya untuk Namjoon akan lebih mudah, karena kita pun sudah mengenal apa yang dia suka. Tetapi ini akan ditinggali dia dan istrinya kelak." Jungkook terkekeh, ia merasa geli ketika mengucapkan istri Namjoon.

"Kapan mereka minta hasilnya?"

"Akhir tahun ini. Lalu awal tahun depan mereka akan mulai membangunnya."

Yoongi hanya termanggut-manggut tanda mengerti. Mereka pun kembali mengobrol dan membahas banyak hal, termasuk Arin.

***

Jimin mengendarai mobilnya menuju rumah Yoongi. Seperti biasa, ia harus berhenti di depan gerbang sampai besi yang tingginya mungkin hampir 4 meter itu bergerak mundur, membuka jalan untuknya.

Setelah lulus sekolah, ia tidak mau mengambil alih posisi orangtuanya, seperti Jungkook. Ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran.

Saat kecil ia pernah dirawat di rumah sakit. Dari situlah muncul keinginan untuk menjadi seorang dokter yang memakai kacamata dan jas panjang berwarna putih. Tetapi itu tidak terlalu melenceng dari pekerjaan ibunya, karena ibunya adalah seorang apoteker.

Impian Jimin menjadi seorang dokter, mungkin juga bisa membantu Yoongi menyembuhkan phobianya.

"Ahjussi, apakah Yoongi dirumah?" tanya Jimin setelah ia berhasil masuk dan bertemu Kang Doryeom di jalan menuju rumah utama Yoongi. Karena setelah dari gerbang, semua orang harus melewati paving yang memiliki tumbuhan kecil di samping kiri kanannya, sejauh 150 meter.

"Tadi pagi tuan berpesan kemungkinan pulang larut malam, sepertinya ada pertemuan penting yang harus beliau selesaikan."

"Apakah aku harus menunggu? Atau pulang saja?"

Kang Doryeom pun melihat ponselnya yang menyala. Rupanya Yoongi berada di depan gerbang dan hendak masuk. "Tuan Yoongi sudah datang, lebih baik anda parkirkan mobil anda."

Jimin pun menutup kaca mobil lalu menjalankan mobilnya. Yoongi pun berada tidak jauh dari Jimin.

"Seperti aku sang pemilik rumah." Celoteh Jimin yang berdiri di depan pintu ketika Yoongi keluar dari mobilnya.

"Kau datang? Mari kita masuk bersama calon dokter." ucap Yoongi sambil merangkul Jimin.

Mereka pun duduk di ruang santai. Yoongi membuatkan coklat hangat untuk Jimin. Berbagai obrolan menjadi topik mereka saat itu.

"Ngomong-ngomong, apa kau tidak mau mencari asisten rumah?"

"Ada ahjussi."

"Aniya. Maksudku, yang berada di dalam rumah ini. Membuat sarapan, makan siang, makan--"

"Aku bisa memasak."

"Membersihkan rumah--"

"Vacum cleaner ada banyak di ruang perlengkapan."

"Mencuci pakaian, sepatu--"

"Untuk apa mesin cuci yang kubeli? Lagipula itu hemat listrik, aku tidak rugi memakainya."

Jimin menghela napas. "Aku kalah. Lebih baik kau tidak mengikuti acara debat atau kau akan menjadi raja bertahan."

"Kau sudah tahu itu bakatku."

"Tetapi, kali ini serius. Aku memiliki teman, sebenarnya dia adalah orang yang kutemui ketika berada di Busan. Aku tidak menyangka dia juga pindah ke Seoul. Dia tamat sekolah setahun setelah kita. Tetapi dia tidak bisa meneruskan pendidikan karena sekarang dia sebatang kara, jadi dia sangat membutuhkan pekerjaan."

Yoongi mengerucutkan bibirnya. "Kau berusaha membuat dia terlihat perlu dikasihani sehingga aku akan memperkerjakan dia, begitu?"

"Bukan begitu. Aku hanya menyarankan saja, jika kau butuh orang itu, aku akan bawa dia. Kau bisa tanya pada ahjussi, dia pasti memutuskan yang terbaik."

"Aku akan tanya ahjussi besok. Kurasa dia sudah bersiap untuk tidur. Aku tidak mau mengganggunya."

"Kau menjaga sopan santun rupanya."

"I'm a good boy." Yoongi menyanyikan lirik lagu GD dan Taeyang.

Jimin yang sedang meminum kopi pun langsung tersedak.

"Jigeumbuteo bad boy down." Giliran Jimin yang membalas menyanyikan lagu Red Velvet.

Yoongi pun meneloyor kepala Jimin. "Pulang sana! Atau segera pergi dan lanjutkan pendidikanmu di luar negeri. Jadilah dokter juga disana." Cerocos Yoongi.

"Aku ke Australia sebentar saja kau sudah sangat merindukanku. Bagaimana jika aku tinggal menetap disana?"

"Jika kau menetap disana, aku tinggal melupakanmu dan melanjutkan hidupku seperti biasa."

Raut wajah Jimin berubah seketika. Ucapan Yoongi memang menohok hatinya, tetapi ia tahu isi hati Yoongi sebenarnya. Orang dihadapannya itu adalah seseorang yang berhati lembut.

"Baiklah aku pulang. Selamat tidur tuan." Jimin bangkit dari kursinya lalu menundukkan badannya.

"Aigoo Jiminnie neomu kiyowo. Sepertinya kau tidak bisa bergabung dengan leluconku." Yoongi terkekeh.

"Bukan begitu. Aku memang harus pulang. Lihatlah, eomma mengirimku 20 pesan." Jimin pun memperlihatkan ponselnya kepada Yoongi.

"Ahh begitu. Setidaknya masih ada yang mengkhawatirkanmu dan meminta kau pulang. Berhati-hatilah di jalan. Aku akan bahas masalah temanmu itu dengan ahjussi dan akan ku kabari kau nanti."

"Aku pulang, bye." Jimin pun meninggalkan rumah itu. Begitu juga Yoongi yang langsung masuk ke kamarnya.

Bisakah orang itu bertahan di rumah pemilik phobia aneh sepertiku?

***

vote dan comment jangan lupa~
yoonseun🤹🏻‍♀️

phobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang