- 21 -

728 67 3
                                    

"Bagaimana kau tahu aku memiliki cctv dan bahkan ruang kendalinya?" Tanya Yoongi setiba mereka di ruang tertutup itu.

Jimin menyengir. "Sebenarnya aku sudah pernah kesini, mian aku tidak ijin, akan ku jelaskan nanti, yang penting kau melihat pelakunya."

Dengan handal, Jimin memperlihatkan video rekaman itu.

Hari itu adalah hari ketika Yoongi mengadakan meeting kecil dengan Seokjin dan Park Changmin. Semua berjalan normal, sampai ketika Yoongi meninggalkan ruang kerja.

Seokjin pergi keluar dan menuju ruang kendali cctv.

"Dia meng-copy video ketika kau kesakitan." ucap Jungkook, menyimpulkan.

Emosi Yoongi tidak bisa diredam. "Jasig." umpatnya.

Yoongi langsung pergi ke kamarnya mencari kunci mobil, untungnya ia dapat ditahan Jungkook.

"Ya! Neo eodi halyeoneun?" (kau mau kemana) Suara Jungkook menjadi lebih tegas.

"Menghabisi jasig itu." Ucap Yoongi, tanpa berpikir sepertinya.

"Mworago?" Jungkook berdecak. "Kau bisa menghancurkan banyak hal, bukan hanya pertemanan, perusahaanmu juga akan hancur."

"Singyeong ansseo." Yoongi langsung melepas tangan Jungkook yang sedari tadi mencengkeram lengannya. (aku tidak peduli)

Jimin tidak pernah sanggup menghadapi Yoongi--sejak dulu--makanya ia meminta bantuan Jungkook karena hanya Jungkook yang mampu membuat Yoongi sadar kesalahan atau perbuatan buruk yang ia perbuat.

"Ka. Ikuti dia sebelum nyawa satu orang melayang." (pergilah)

Jungkook langsung mengikuti mobil Yoongi. Kecepatan mobil mereka diluar kendali. Mungkin mereka akan mendapat peringatan polisi jika tertangkap mengendarai mobil melebihi batas kecepatan.

Mereka menuju rumah Seokjin yang ia tempati bersama kedua orangtua dan adik perempuannya.

"Seokjin! Keluar kau!" Seru Yoongi tiada henti. Jika itu merupakan komplek yang padat, mungkin Yoongi sudah dipukuli warga sekitar karena membuat keributan.

Perlahan pintu terbuka, ternyata Seola, adik perempuan Seokjin yang kini berusia 16 tahun. "Yoongi oppa? Ada apa?"

"Dimana oppamu? Panggil dia."

Setelah Seola masuk, Jungkook menarik lengan Yoongi dengan kasar. "Ya! Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan menusuknya? Jika iya, akan ku pinjam pedang dokkaebi agar dia bisa mati dalam sekali tusuk. Atau panggil saja grim reaper dan minta dia menyebut nama Seokjin 3 kali."

"Ini urusanku. Jika kau tidak suka, pergilah." ucap Yoongi kasar.

Tidak lama kemudian, Seokjin datang. "Yoongi? Jungkook? Ada apa?"

Seketika Yoongi mendaratkan kepalan tangannya pada pipi Seokjin, dan berhasil membuat sudut bibir Seokjin berdarah. Sedangkan Yoongi malah menyeringai, ia tampak sangat menyeramkan.

"Ya! Yoongi! Geumanhae!" Teriak Jungkook seraya menahan Yoongi. "Seola, bawa oppamu masuk."

Dengan menahan air matanya, Seola membawa Seokjin yang meringis kesakitan.

"Kau gila! Psikopat! Kau bisa membuat batin Seola terganggu!" Omel Jungkook.

"Lalu aku harus bagaimana menyikapi seorang pengkhianat? Katakan apa yang akan kau lakukan jika kau diposisiku. Kau bisa jawab? Mana mungkin kau dengan mudahnya memaafkan dan melupakan hal itu begitu saja." Yoongi tersenyum miring.

"Kalian lebih baik masuk dulu." Suara seseorang mengejutkan mereka. Ternyata Jia, ibu Seokjin.

"Ahjumma? Apakah tidak masalah?" Jungkook ragu.

"Ayo masuk, lebih baik dibicarakan di dalam."

Jungkook dengan sedikit memaksa membawa Yoongi masuk.

"Yoongi, biar kujelaskan semuanya." ucap Seokjin, raut wajahnya tampak sangat menyesal.

Yoongi hanya mengangguk bersamaan dengan Jungkook yang mempersilakan Seokjin untuk menjelaskan.

"Beberapa hari setelah pertemuan itu, Hoseok mendatangi rumahku. Awalnya semua berjalan normal, dia mengajakku ke rooftop karena suasana disana lebih tenang."

Seokjin mengambil ponselnya. "Firasatku sudah tidak enak, dan tolong dengarkan ini baik-baik."

'Seokjin-a, kita sudah berteman sangat lama bukan? Kali ini saja, apa aku bisa meminta bantuanmu?'

'Bantuan apa? Lebih baik langsung menuju topik, aku tidak suka basa basi.'

'Aku mendengar berita jika Yoongi sedang mengidap sebuah phobia aneh. Bisakah kau mencari bukti penyakit itu? Lagipula, tidak baik jika dia menjalankan proyek besar sedangkan dia memiliki penyakit aneh.'

'Mworago?! Sirheo. Aku tidak akan melakukan hal itu.'

'Kau tidak mau menolongku?'

'Mianhada. Aku ada urusan, lebih baik kau kembali ke perusahaanmu.'

Seokjin pun meletakkan ponselnya dan lanjut menjelaskan. "Setelah itu aku kembali dan hal yang hampir membuat jantungku berhenti bekerja. Ketika aku turun, aku melihat Seola disandra oleh bodyguardnya. Eomma dan appa sedang tidak dirumah, dan hanya ada aku."

"Apa Hoseok sudah gila?" Kesal Jungkook.

"Dia tidak mau melepaskan Seola sebelum aku menyetujui permintaannya. Jadi terpaksa aku menandatangani perjanjian dan mencari video rekaman yang menunjukkan jika kau mengidap penyakit." Lanjut Seokjin.

Yoongi masih menunduk terdiam. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Yoongi mianhaeyo, aku tidak akan mengkhianatimu jika Seola tidak disandra saat itu. Jeongmal mianhada." Raut wajah Seokjin tampak sangat serius.

Tanpa berkata apapun, Yoongi bangkit. Diikuti Jungkook, Seokjin dan semua orang disitu.

"Mian tidak mendengarkanmu lebih dulu dan langsung berbuat seperti itu." kata Yoongi sambil berlutut di hadapan Seokjin.

"Yoongi, ani, aku yang bersalah, jangan seperti itu." Seokjin berusaha membawa Yoongi kembali ke posisi semula.

"Begini saja. Lebih baik kita lupakan masalah itu dan cari cara agar dapat membuktikan jika ini semua perbuatan Hoseok. Lagipula, lembaga dana pensiun pasti akan tetap mempercayai perusahaan kalian untuk proyek itu." Saran Jungkook.

"Gomawo Yoongi." ucap Seokjin.

"Yoongi oppa jjang." sahut Seola. Sedangkan yang laib hanya terkekeh karena ucapan gadis itu.

Terkadang memang harus terjadi sebuah hal yang besar agar bisa semakin mempererat hubungan.

***

phobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang