- 19 -

764 70 1
                                    

Jimin mendatangi rumah Yoora pada jam makan siang. Mereka sudah merencanakan akan pergi makan siang, karena memang sudah cukup lama mereka tidak pergi keluar bersama, kesibukan yang menghalangi mereka.

Ia mengetuk pintu rumah Yoora perlahan, sambil berseru, "Yoora-ya, ini aku Chimchim."

Yoora pun membuka pintu. "Oh waseo. Aku ambil tas sebentar."

"Kaja." ajak Jimin setelah Yoora kembali dengan membawa ransel kecilnya."

Mereka pun masuk ke mobil Jimin dan mulai menuju restoran. Segera setelah sampai mereka memesan makanan dan mengobrol beberapa hal sambil menunggu pesanan mereka.

"Sebenarnya, aku ingin membicarakan hal serius. Ini mengenai Yoongi." ucap Jimin perlahan, ia takut Yoora kembali marah.

Yoora mendengus. Wajahnya terlihat kesal. "Mwo?" ucapnya datar.

"Aku sudah mengetahui pelakunya dan sebenarnya hanya kesalahpahaman yang terjadi di antara kalian."

"Lalu?"

"Aku akan membantu agar perang dingin kalian berakhir."

"Lebih baik kau yang selesaikan dengan dia, aku tidak bersalah jadi jangan bersikap seolah kau pengacaraku. Lebih baik kau bersikap sebagai jaksa untuknya."

"Iya baiklah, aku akan membuat dia sadar jika dia sudah melakukan kesalahan besar dengan membentakmu waktu itu." Makanan yang mereka pesan datang, sehingga Jimin lebih baik mengakhiri topik itu.

"Ngomong-ngomong, bagaimana tes pertamamu? Hasilnya bagaimana?" tanya Yoora.

Jimin baru saja menyelesaikan tes awal di tahun pertama pendidikannya di bidang kedokteran.

Tetapi wajah Jimin berubah menjadi sendu. "Yah... kurasa..."

"Wae? Kau tidak lolos? Skor mu dibawah batas?" Yoora terlihat sangat khawatir.

"Aku melampaui batas minimalnya." kata Jimin dengan wajah yang berubah gembira seketika.

Yoora yang merasa tertipu kini menghela napasnya. Tetapi sesegera mungkin ia mengubah raut wajahnya menjadi bahagia. "Aigoo chukhae Chimchim~ Kau berhasil menipuku. Jika kau benar-benar tidak lolos jangan harap kau bisa mengajakku pergi keluar."

Jimin pun mengerucutkan bibirnya. "Teomuni." gerutunya. (keterlaluan)

"Aigoo buka mulutmu." kata Yoora sambil memberikan suapan potongan daging dengan sumpitnya. "Aku melakukan itu agar kau semakin rajin dan serius menekuni cita-citamu itu."

"Ne ahjumma."

Spontan Yoora menjitak kepala Jimin karena memanggilnya bibi.

"Jika keadaan sudah membaik, kau mau bekerja di rumah Yoongi lagi?" tanya Jimin tiba-tiba.

Yoora berpikir sejenak. "Na do molla." (aku tidak tahu)

Mereka pun melanjutkan makan siang mereka dalam keheningan.

"Kau sudah selesai? Mau pulang atau ke kafe Chaeyoung?" tanya Jimin.

"Pulang saja. Aku sudah bilang kepada Chaeyoung jika tidak bisa membantu mengurus kafe hari ini." jawab Yoora.

Jimin mengangguk. Setelah ia memanggil pelayan dan membayar makanan mereka, ia pun bangkit mengajak Yoora pulang.

***

Di sebuah restoran yang cukup ternama, Arin menunggu kedatangan seseorang.

Seseorang yang sudah membuat hati dan pikirannya terfokus pada orang itu. Yoongi. Ia menunggu pria itu.

Tak lama, seseorang dari belakang menepuk bahunya pelan. "Mian aku terlambat. Jalanan sedang macet diluar sana."

"Gwaenchana. Aku belum terlalu lama disini. Haruskah kita pesan sekarang?"

"Silakan saja."

Mereka pun memesan makanan dan menunggu hingga makanan itu tiba sebelum membicarakan hal serius.

"Apa kau sedang berkencan dengan seorang gadis?" tanya Arin.

"Mwo? Aku masih fokus pada pekerjaanku. Wae?"

"Seharusnya kau sudah mulai berkencan seperti orang lain." Arin tertawa kecil.

"Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Pada dasarnya aku ini oppa-mu. Sebagai dongsaeng kau tidak boleh meledekku."

"Geurae mianhaeyo oppa." ucap Arin dengan wajah seolah ia benar-benar meminta maaf kepada seseorang yang harus dihormati.

"Kau sendiri sudah berkencan dengan siapa saja?"

Arin terbatuk. "Siapa saja katamu? Heol... aku tidak memikirkan kencan selama di Jerman. Aku lebih menyukai pria lokal."

"Setidaknya berkencanlah sebelum kau bertambah sibuk." Yoongi memberi nasihat seolah dirinya sudah mulai berkencan.

"Geurae ara. Tetapi mungkin orang yang kusukai sudah menyukai gadis lain." Raut wajah Arin berubah menjadi seperti seorang gadis yang terluka.

"Mwo? Nugu? Biar ku beri tahu orang itu agar dia bisa melihatmu. Setelah itu kuyakin orang itu lebih memilihmu."

Arin tertawa kecil. "Isanghae. Sudahlah, kita tidak bisa memaksa perasaan seseorang kan?"

Mereka pun menghabiskan makanan sebelum makanan itu menjadi dingin.

"Jamkkanman."  ucap Arin setelah ia menemukan sesuatu, tidak, ia menemukan seseorang.

"Wae? Kau melihat siapa?"

"Jiminnie, bersama seorang gadis." Suara Arin hampir tak terdengar. Ia mengatakan itu dengan berat hati.

"Mworago? Bersama siapa?" Yoongi ikut penasaran. Yoongi tidak bisa melihat keberadaan Jimin karena ia duduk di kursi yang membelakangi pintu samping.

"Yoora." Arin tersenyum miring. Pikirannya sedang campur aduk. Begitu juga dengan Yoongi yang kini bertanya-tanya. Ia berusaha menebak pikiran Arin karena ia tidak ingin salah berbicara jika bertanya pada gadis dihadapannya itu sekarang.

"Yoongi, aku pulang." ucap Arin yang langsung pergi menuju pintu depan.

Belum sempat Yoongi menjawab, Arin sudah keluar dari area restoran itu. "Aku bersyukur Arin sudah membuang perasaan kepadaku, tetapi, kini dia menyukai Jimin? Heol sulit dipercaya." gumam Yoongi.

Segera setelah itu Yoongi menuju kasir untuk membayar pesanan mereka, tetapi ia terkejut karena Arin ternyata sudah membayarnya.

"Aish anak itu." kesal Yoongi. Harga dirinya bisa hancur jika orang lain tahu--termasuk Jungkook--jika seorang gadis telah membayarinya makan. 

Di sepanjang perjalanan, ia terus bergumam.

"Jungkook bilang jika Jimin menyukai Arin kan? Tetapi sekarang Jimin malah makan bersama Yoora. Argh gadis itu lagi." Yoongi berdecak kesal.

"Apa mungkin Jimin berpaling kepada Yoora?"

***

phobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang