- 01 -

2.5K 191 9
                                    

13 tahun kemudian...

Mansion dengan gaya Eropa itu masih tetap sama. Setiap sudut rumah itu dijaga dengan sangat baik oleh Kang Doryeom, orang yang sudah bekerja di situ selama 30 tahun.

Kang Doryeom biasa bertugas menjaga keindahan rumah itu. Untuk keamanan, sudah pasti cctv terletak di setiap tempat, kecuali di dalam kamar, dapur, dan toilet. Bahkan gerbang rumah itu tidak akan terbuka sebelum Yoongi atau Kang Doryeom memberi ijin.

Bisa dibilang, Kang Doryeom adalah orangtua pengganti bagi Yoongi. Ia merawat Yoongi seperti majikan sekaligus putra.

Saat ini, Kang Doryeom berada di depan kamar Yoongi. Ia mengetuk pelan. "Tuan Yoongi, ada paket dari Nona Arin, beliau meminta agar saya menyerahkannya langsung kepada tuan."

"Ne? Letakkan saja didekat jendela, akan ku ambil nanti." kata Yoongi dari dalam kamar, sepertinya ia baru saja bangun. Kesiangan.

Kang Doryeom pun meletakkan paket itu di meja yang menghadap ke pemandangan luar, melalui jendela.

Beberapa saat setelah Kang Doryeom meninggalkan rumah itu, Yoongi keluar dari kamar. Dengan kaos putih berlengan panjang dan celana jeans, membuktikan bahwa setiap gadis akan berteriak saat melihatnya--kagum--terlebih rambutnya yang masih basah, ia baru saja selesai mandi.

"Apa ini?" tanya Yoongi, entah kepada siapa.

Kotak yang terbungkus kertas berwarna coklat itu dikocok oleh Yoongi. Tidak hanya itu, Yoongi juga membanting beberapa kali. Ia hanya ingin menebak apa isi kotak itu.

Yoongi merobek kertas coklat itu. Spontan ia langsung melempar kotak itu. Berteriak meronta karena rasa sakit di sekujur tubuhnya. Warna kulitnya langsung berubah menjadi putih, bahkan telapak tangan dan kakinya juga berwarna putih.

Kang Doryeom yang mendengar teriakan Yoongi pun masuk ke dalam rumah. Dilihatnya Yoongi yang sudah tergeletak di lantai, tidak berdaya.

"Kotak itu!" Seru Kang Doryeom ketika melihat paket pemberian Arin. Kotak itu berwarna hitam.

Warna hitam. Adalah hal terburuk untuk Yoongi. Dokternya pun tidak menyangka Yoongi memiliki phobia terhadap sebuah warna. Tetapi itulah yang terjadi pada Yoongi selama 13 tahun, setelah kepergian orangtuanya.

Kang Doryeom langsung membawa Yoongi ke kamar dan menghubungi dokter. Sebelumnya, Kang Doryeom menyalakan semua lampu di kamar Yoongi. Hal itu bisa mengurangi rasa sakit pada phobia Yoongi.

Tak lama, dokter itu datang dan langsung memeriksa Yoongi. Dokter itu menyuntikkan sebuah cairan dan juga mengoleskan sesuatu pada telapak tangan dan kaki Yoongi.

"Jika keadaannya sangat parah, anda bisa menyuntikkan cairan itu. Karena saya tidak menjamin akan tiba di rumah ini dalam waktu singkat." Dokter itu menjelaskan.

"Baiklah dokter, terimakasih sudah merawat Yoongi hingga saat ini."

"Anda juga menjaga Yoongi dengan baik. Kalau begitu saya permisi."

Setelah dokter itu meninggalkan rumah, Kang Doryeom masuk ke dalam kamar Yoongi.

"Ahjussi, buang saja paket dari Arin. Aku tidak mau mati hanya karena ingin tahu apa isinya." kata Yoongi dengan suara parau. Ia masih sangat lemah untuk bangun.

"Tetapi, itu paket yang dikirim Nona Arin setelah 3 tahun--"

"Kalau kubilang buang ya buang saja! Apa sulitnya membawa paket itu ke tempat pembakaran?" Yoongi terlihat sangat kesal.

Seseorang pun masuk ke kamar Yoongi dan meminta agar Kang Doryeom keluar.

"Yoongi, kau ini berpura-pura bodoh atau memang bodoh?"

Rupanya itu Jungkook. Satu-satunya teman Yoongi yang masih menemaninya sejak dulu, bahkan setelah Jungkook mengetahui phobia yang diderita Yoongi.

"Arin menyukaimu sejak dulu, bahkan ia menangis tidak mau bersekolah di Jerman hanya karena tidak bisa meninggalkanmu."

"Dia tidak akan kembali ke Korea dan menetap di Jerman jika dia tahu aku memiliki phobia yang sangat aneh." Yoongi pun mengubah posisinya menjadi duduk.

Jungkook mendengus. Ia pun keluar dari kamar Yoongi, mengambil isi paket yang akan dibuang Kang Doryeom.

"Mau kau baca sendiri atau perlu ku dongeng-kan?" kata Jungkook sambil mengangkat sebuah surat.

"Akan kubaca nanti."

"Apa kau tahu? Jimin akan kembali dari Australia nanti malam."

"Apakah dia akan membawa oleh-oleh untukku?"

Jungkook langsung menjitak kepala Yoongi. "Ya! Jimin itu mengunjungi bibinya yang sakit, bukan berlibur."

"Aku baru saja hidup untuk kesekian kali, dan kau malah memperlakukanku seperti ini." Cibir Yoongi.

"Mworago? Hidup? Apa kau sudah mati berkali-kali?" (apa katamu)

"Maja. Aku memiliki jutaan nyawa, jika tidak aku sudah mati sejak dulu." (benar)

Jungkook mendengus. Ia memilih berhenti menanggapi Yoongi karena jika ia tetap menentang pada akhirnya juga tetap sama, Yoongi tidak terkalahkan.

Ketika mereka berdua berjalan keluar dari kamar Yoongi menuju ke ruang bersantai, ponsel Jungkook berbunyi. Ia pun memberi kode kepada Yoongi untuk menerima panggilan.

"Yeoboseyo..."

Mengabaikan Jungkook yang pergi mendekat ke jendela, Yoongi pun menyalakan televisi.

"Aigoo anak itu seperti orang sibuk." celoteh Yoongi.

Tak lama, Jungkook kembali dengan wajah berseri.

"Wae?" tanya Yoongi.

"Klien-ku, dia ingin aku mendesain rumah untuk putra dan menantunya. Kau tahu siapa?"

Yoongi menggeleng. Wajah Jungkook tampak sangat memancing dan membuat Yoongi penasaran. "Ya! Kau sangat suka membuat orang lain bertanya-tanya." Yoongi tertawa kecil sambil melemparkan bantal kursi.

"Namjoon. Dia akan menikah."

Sontak mereka tertawa. Bagaimana tidak? Usia Namjoon masih terhitung muda, tetapi ia akan menikah sebentar lagi.

"Heol ... Setelah Namjoon, kau boleh menyusul." kata Yoongi.

"Aniyo, aku masih ingin hidup sendiri. Kalau begitu, aku pergi, jika kau butuh sesuatu hubungi saja aku."

"Baiklah tuan arsitek. Selamat bekerja."

Sebelum keluar, Jungkook merapatkan dua jari di pelipisnya, lalu mengarahkannya kepada Yoongi. Hal itu juga dilakukan Yoongi.

Setelah beberapa saat, Yoongi kembali mematikan televisi--yang sebenarnya tidak ia tonton karena ia fokus pada ponselnya. Ia pun masuk ke kamarnya dan mengambil pemberian Arin di atas nakas.

Surat adalah hal pertama yang diambilnya. Ia membaca itu dan sesekali tersenyum, bahkan terkekeh. Ia cukup bahagia karena Arin akan kembali, tetapi hanya satu yang ia harapkan.

Setelah 3 tahun berada di Jerman, ia berharap bahwa perasaan Arin kepadanya telah berubah. Meskipun 10 tahun Arin berada di Korea, Yoongi tetap tidak memberi tahu phobia-nya. Maka dari itu, ia harap Arin kembali dan membawa kabar bahwa Arin berkencan dengan pria di luar sana. Atau ia akan terus menyakiti Arin karena tidak mampu membalas perasaan Arin. Terlebih, ia takut Arin akan menjauhinya karena phobia itu.

***

vomment kuyy XD

yoonseun🤹🏻‍♀️

phobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang