chapter 15

2.7K 280 15
                                    

Seharusnya Mingyu bisa menikmati sejenak masa tenangnya dengan bermain bersama teman-temannya sebelum masuk ke perguruan tinggi negeri nanti. Tapi karena nasibnya belum jelas—akankah dia bisa kuliah atau tidak. Mengingat dia sudah menolak tawaran dari ibunya yang ngotot memasukkannya ke sekolah pilihannya. Semua itu jadi berdampak pada dirinya sendiri. Pertama, kartu atmnya diblokir, lalu motornya disita sampai akhirnya tidak mendapat uang saku. Mingyu sadar kalau ibunya sengaja melakukan itu agar dia berhenti melawan. Tapi bukan Kim Mingyu namanya jika harus menyerah hanya karena masalah sepele yang terlalu dibesar-besarkan seperti ini. Dia juga serius dalam menentukan pilihannya dan tidak mau dipaksa.

Sejauh ini yang Mingyu lakukan hanya menetap di rumah. Menghabiskan waktu luang dengan belajar dan main game jika sudah bosan. Dia sudah mengantongi dua beasiswa sebagai rencana B nanti. Sayangnya beasiswa yang ditawarkan itu tidak termasuk kampus kakaknya jadi Mingyu tidak akan menggunakan opsi itu jika belum darurat.

Jaehyun pernah bilang kalau dia ingin masuk kampus yang sama dengan Mingyu karena ada Taeyong. Dia sudah mantap mengambil jurusan kedokteran seperti ayahnya. Jaehyun beruntung karena mendapat dukungan penuh dari orangtua. Plus, sejak lahir dia sudah punya otak encer dan keturunan keluarga tajir. Sudah pasti jalan menuju kampus tinggal lurus saja. Sedangkan Mingyu masih harus berjuang seorang diri.

Mingyu belum mengatakan kesulitan yang dia alami pada Taehyung karena dia tidak mau merepotkan kakaknya. Dia masih dikasih makan oleh ibunya. Kalau ibunya tega sampai membuat dia tidak dapat jatah makan pun barulah Mingyu mengadu pada Taehyung.

Mingyu berpikir keras harus melakukan apa seandainya diterima di kampus Taehyung nanti. Dia tetap membutuhkan uang untuk membayar biaya pendaftaran nanti. Satu-satunya orang yang bisa dia minta tolong saat ini tentu saja Seungcheol.

"Bukannya di kampus menyediakan kamar asrama?"

"Aku tidak mau tinggal di asrama, merepotkan kalau aku punya teman kamar yang tidak sepaham denganku."

"Kau benar, lagipula tinggal di asrama tidak enak soalnya jam malam dibatasi. Lalu kenapa tidak minta uang sama ayahmu?"

"Aku tidak mau bergantung dengannya lagi, hyung."

"Bilang saja kalau kau gengsi."

"Aku mau tinggal di apartemen berduaan saja sama Taehyung, kalau bisa."

"Begini saja, aku punya pilihan yang baik untukmu."

.

.

.

"Hyung, hasil pengumuman sudah keluar! Aku diterima!" seru Mingyu sambil melompat hingga mengejutkan Taehyung yang tengah merapikan kamar tidurnya.

"Wuaaah benarkah?" Bola matanya berpendar antusias. "Jadi kau diterima di jurusan apa?"

"Teknik arsitektur," sahut Mingyu bangga sambil menunjukkan kertas yang baru saja di print. "Tahun ini semua mahasiswa baru juga dibebaskan dari uang administrasi, hyung. Aku hanya tinggal menunjukkan nilai rapor dan hasil ujianku."

Taehyung tidak bisa berhenti mengagumi Mingyu. Nama adiknya berada di peringkat sepuluh besar dalam daftar calon mahasiswa baru. Jurusan yang di pilih Mingyu termasuk jurusan favorit selama beberapa tahun terakhir. Tidak heran jika banyak anak muda yang mengincar.

"Sejak awal aku yakin kau pasti bisa. Selamat ya, hyung senang kau bisa diterima."

"Tapi—apa aku harus memberi tahu semua ini pada Eomma?"

"Tentu saja, dia berhak tahu."

Mingyu menghela nafas pelan. Sudah lebih dari dua bulan dia perang dingin dengan ibunya. Tidak berbicara ataupun bertegur sapa. Taehyung juga merasakan ketegangan itu. Sulit baginya untuk meleburkan ego di antara dua manusia yang sama-sama keras kepala karena Mingyu mewarisi tabiat ibunya.

What am I to You? 🔞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang