"Akhirnya kau pulang juga!"
Helaan nafas berat terdengar ketika dia mendapat pelukan dari wanita paruh baya yang nampak menantikan kedatangannya sejak lama. Rambut hitam kelamnya yang sedikit basah diusap penuh sayang oleh jari-jari yang mulai keriput itu. Beruntung dia menyempatkan diri untuk mandi sebelum pulang ke rumah. Sedikit tidak menyangka jika sang ibu akan pulang kerja lebih cepat.
Taehyung yang sedang mencuci piring di konter dapur bisa melihat bagaimana ibunya yang penuh perhatian menyambut Mingyu. Tidak ada kekesalan yang ditunjukkan seperti ketika dia baru mengetahui si bungsu yang membolos dan meninggalkan pelajaran. Sangat berbanding terbalik. Taehyung mengulas senyum simpul melihat interaksi ibu dan anak itu. Perasaannya jadi lega. Setidaknya dia berhasil membujuk Mingyu agar pulang malam ini.
"Kau sudah makan belum? Hari ini Eomma masak makanan kesukaanmu."
Mingyu tidak bisa menolak apabila itu menyangkut soal makanan. Meskipun menjelang malam dia sudah menghabiskan pasta yang dibelikan Taehyung. Pada akhirnya dia menurut ketika lengannya ditarik sang ibu mendekati meja makan. Lauk pauk masih tersedia disana karena Taehyung baru mengangkut alat makan saja. Dengan semangat nyonya Kim memindahkan banyak nasi di atas piring bersih. Dia sampai menawarkan diri untuk menyuapi tapi Mingyu menolak.
Taehyung sudah menyelesaikan pekerjaannya dan menatap Mingyu sekilas. Adiknya sibuk meladeni ibu mereka jadi dia berlalu begitu saja.
Mingyu melihat Taehyung yang meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata. Wajahnya tampak murung. Muncul firasat buruk yang mulai melanda benaknya. Dia ingin mencegah kepergian Taehyung, memastikan kalau kakaknya baik-baik saja. Tapi niatnya terhalang oleh kehadiran ibu mereka.
.
.
."Mingyu-ah, Eomma sudah menentukan pendidikanmu usai kau lulus SMU nanti," serunya antusias ketika Mingyu baru saja menyelesaikan satu tegukan terakhir pada air mineralnya. Keningnya berkerut tak suka. Semuanya tampak jelas saat nyonya Kim mengulurkan brosur universitas yang dia dapatkan. Sebuah sekolah manajemen bisnis berbasis internasional yang pastinya elit dan memiliki akreditasi tinggi. Mingyu sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada kertas yang didominasi warna merah dan putih itu karena dia memang tidak menginginkan jurusan tersebut. Dia sudah menentukan pilihannya sendiri yaitu mengambil jurusan seni seperti Taehyung.
"Aku tidak mau," ucap Mingyu seraya menolak. "Aku ingin seperti hyung, Eomma."
"Mingyu, dengarkan kata Eomma," wanita itu mulai menginterupsi. "Jangan ikuti kakakmu. Jadi seniman itu tidak ada gunanya. Kau bisa lihat ayahmu yang tak punya masa depan. Kalau menjadi seorang pebisnis kau bisa sukses. Jangan takut gagal, Eomma akan membantumu."
Mingyu menarik seringai tipis pada sudut bibirnya. Tak lama berselang dia menghela nafas jengah lalu bersandar pada kursi. "Jadi, dari tadi sikap Eomma baik padaku karena ada maunya? Cih!" balasnya sarkastik.
"Mingyu, jangan membantah! Kau harus masuk ke kampus pilihanku."
"Kenapa aku harus mau? Aku yang belajar, aku yang akan menghadapinya, jadi aku yang akan menentukan pilihanku sendiri!"
"Eomma hanya tidak ingin kau mengambil jalan yang salah seperti yang dilakukan ayah dan kakakmu."
Amarahnya semakin memuncak di ubun kepala mendengar ibunya yang meremehkan sang kakak. Bagaimana jika Taehyung mendengar ucapan ibunya barusan? Dia pasti akan sedih karena diragukan orangtua sendiri.
"Memangnya salah kalau hyung memiliki impian seperti Appa? Eomma tidak berhak mengatakan hal itu. Tarik kembali ucapanmu!"
"Kau berani menentang Eomma demi kakakmu?"
"Kalau itu memang salah, maka ya—aku akan menentangmu!"
"Kim Mingyu!" Ibunya sontak berdiri dari kursi yang didudukinya. Suasana semakin panas karena Mingyu ikut beranjak seakan menantangnya. Manik cokelat-hijau itu menatap tajam wajah angkuh si bungsu. Dia sampai harus menengadahkan kepalanya karena tinggi sang anak yang terlampau lebih darinya.
"Aku capek Eomma. Jangan mengaturku, karena aku bukan anak kecil lagi!" sahut Mingyu melempar tatapan dingin. Dia menggapai ranselnya yang berada di kursi makan lain yang kosong lalu pergi ke kamar. Mengabaikan sepenuhnya jeritan wanita egois yang merangkap sebagai ibunya.
.
.
.Tengah malam yang sunyi, Mingyu menyelinap masuk ke dalam kamar Taehyung tanpa sepengetahuan pemiliknya. Dengan hati-hati Mingyu berbaring di samping sang kakak yang tidur memunggunginya. Tangannya menarik ujung selimut yang melorot dari tubuh kurusnya. Mingyu tak benar-benar langsung tidur. Dia bertumpu pada salah satu sikunya, sedikit mencondongkan badannya agar bisa melihat wajah Taehyung yang terlelap.
"Ku harap kau tidak mendengarkan perkataan Eomma tadi," gumamnya sedih. Mingyu membenamkan wajahnya pada bahu Taehyung. Tidak sadar jika kepalan tangan Taehyung bergerak samar. Dia tidak tidur karena tidak bisa. Dari dalam kamarnya, Taehyung mendengar ucapan ibunya. Tidak semua tapi dia bisa memahami dari apa yang dia dengar jika ibunya tidak pernah setuju dengan apa yang dia inginkan.
Dalam tidurnya Taehyung menggeliat pelan, berakting seperti terganggu. Mingyu mengusap-usap kepalanya agar Taehyung memejamkan mata lagi.
"Hyung, maaf kalau aku membangunkanmu."
Taehyung berbalik menghadap ke arah Mingyu. Matanya mengerjap pelan dan sedikit berair. Dia mampu menahan diri untuk tidak menangis pada malam ini walaupun dia sendiri tidak tahu akan bertahan sampai kapan.
"Kenapa bertengkar dengan Eomma?"
Pupil mata Mingyu melebar menandakan betapa terkejutnya dia mendengar pertanyaan Taehyung yang terlalu to the point. Taehyung tidak dapat melihatnya dengan jelas karena kondisi kamar yang terlalu gelap.
"Hyung mendengarnya?" dia malah balik bertanya. Taehyung mengangguk sebagai balasan. Mingyu mengalihkan tatapan dari manik almond yang sayu itu. Bagi Mingyu, terlalu berat untuk menjelaskannya karena dia tidak mau membahas tentang ibu mereka yang terlalu mendiskriminasi keduanya.
"Tidak perlu merasa terbebani. Just tell me."
"Aku hanya tidak suka karena Eomma mengaturku. Aku ingin masuk kampus dan jurusan yang sama dengan hyung, agar kita bisa selalu bersama."
Taehyung memaksakan diri untuk tertawa. Dia kagum dan miris bersamaan mendengar penuturan jujur sekaligus keinginan kuat adiknya. "Jadi itu masalahnya?"
"Memang kenapa?"
"Habis, kau sok mau mengikuti hyung. Memangnya kau bisa membedakan cat air dengan akrilik?"
"Jangan meragukan aku, hyung!" protes Mingyu yang merajuk. Kenapa semua orang melarang dia untuk mengikuti jejak Taehyung? Pertama Seungcheol, lalu ibunya dan sekarang? Taehyung sendiri. Sebodoh itukah Kim Mingyu memahami seni?
"Hei Gyu, dengarkan aku. Jangan memaksakan diri jika kau tidak mampu. Kau bisa melakukan apapun selain menggoreskan kuas di atas kanvas karena kau jauh lebih beruntung dari hyung. Cukup lihat apa yang paling dekat di sekitarmu. Kau pandai merangkai alat-alat, kan? Kau bisa ambil jurusan teknik di kampus hyung. Kita bisa selalu bersama tanpa harus memaksakan diri satu sama lain."
"Satu lagi—kau harus buktikan pada Eomma kalau kau bisa berhasil dengan jalan yang kau tempuh nanti. Seperti yang aku lakukan saat ini, aku sedang berusaha agar Eomma tidak memandangku sebelah mata."
"Ya, aku akan berusaha," seru Mingyu yang kini membulatkan tekadnya. Taehyung tersenyum bangga melihat semangat yang ditunjukkan Mingyu. Walaupun dia tidak menampik betapa palsunya dia saat ini—bersikap seolah dia kuat dan tangguh di depan adiknya. Hanya karena dia tidak ingin Mingyu mengalami hal serupa seperti dirinya. Tak apa jika harus Taehyung yang menerima cemoohan dari orang lain, termasuk ibunya sendiri. Asalkan bukan Mingyu, lebih baik semua beban itu dia yang menanggung seorang diri.
.
.
.💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
What am I to You? 🔞
Genç Kurgu"Sebenarnya apa aku bagimu?" Top!mingyu Bot!taehyung slight! meanie & kookv ⚠️ Beware of crack pair 💔 incest, smut & PWP 🔞 Art cover by Limn Graphic Shop ✨ © de uthie Start : December, 27th 2017 [FFN] End : July, 17th 2018 🏆 #11 for crackpair