chapter 18

2.1K 242 29
                                    

Wonwoo merasakan dahaga pada tenggorokannya. Perlahan dia bangkit dari posisi tidurnya, ingin mencari gelas yang semalam di letakkan Jun. Tetapi air di dalam gelas itu sudah habis. Terpaksa dia harus berjalan untuk mengambil air minum. Wonwoo tidak tega membangunkan Mingyu yang masih lelap dalam tidurnya. Meskipun hari sudah berganti—Wonwoo bisa melihat merah fajar yang menyilaukan kamarnya. Rumahnya memang sengaja dibangun menghadap ke ufuk timur jadi tak heran apabila setiap pagi dia bisa menikmati hangatnya cahaya mentari.

Lagi-lagi Wonwoo menatap Mingyu lekat. Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia masih tidak menyangka jika semalam dia tidur di samping Mingyu—orang yang paling dia sayangi.

Sejenak Wonwoo melupakan rasa hausnya namun keinginan untuk mengambil air itu masih ada. Hitung-hitung sekalian dia belajar berjalan. Karena sudah cukup lama dia tidak melatih kakinya lagi karena terlalu pasrah dengan keadaannya yang tidak bisa berjalan.

Dengan hati-hati Wonwoo menggeser kakinya dan menapaki lantai yang dingin. Dia mengabaikan kruk yang teronggok di sudut tempat tidurnya. Tidak ingin menggunakan alat bantu apapun sekalipun itu kursi roda. Wonwoo ingin bisa berjalan lagi. Semangatnya tersulut kobaran api ketika Mingyu ada disini.


Wonwoo ingin cepat sembuh.

Prang


Mingyu terusik. Kelopak matanya bergerak samar, lalu membelalak terkejut ketika melihat Wonwoo tersungkur dengan banyak pecahan kaca yang berhamburan di lantai. Dengan cepat Mingyu melompat lalu membantu menarik Wonwoo agar jauh dari serpihan kaca.

Wonwoo menarik nafas mendapati tubuhnya terangkat. Dia mengeratkan pegangannya pada leher Mingyu karena takut jatuh. Namun Mingyu sudah memposisikan tangan dan lengannya dengan benar sehingga dengan mudah dia menggendong dan menempatkan Wonwoo kembali pada ranjangnya.

"Apa yang kau lakukan, hyung?" hardik Mingyu.

Mata sipit itu berpendar ketakutan. Wonwoo membiarkan tangan-tangan Mingyu meraba tubuhnya. Pemuda itu terlalu cemas jika ada serpihan kaca yang menempel di baju dan sampai mengenai kulitnya.

"Maaf," sahut Wonwoo pelan. Mingyu mendengus kasar. Wajahnya nampak jelas menunjukkan kekesalan.

"Seharusnya kau bangunkan aku kalau mau minum. Sekarang lihat? Kau jatuh dan memecahkan gelas. Bagaimana kalau kacanya melukai kulitmu? Jun bisa marah karena aku tidak becus menjagamu."

Bibir Wonwoo bergetar. Sudut-sudutnya sampai tertekuk ke bawah. Melihat itu membuat Mingyu jadi merasa bersalah karena sudah membentaknya, padahal dia hanya khawatir jika Wonwoo sampai benar-benar terluka. Nyatanya amarah Mingyu justru membuat Wonwoo takut.

"Aku tidak ingin merepotkan siapapun termasuk kau. Apa itu salah?"

"Tapi bukan berarti kau berjalan tanpa menggunakan kursi rodamu, hyung."

"Benda itu hanya membuatku terlihat seperti orang cacat!" cibir Wonwoo seraya memalingkan wajahnya yang menahan amarah. Tanpa disadari, dia ikut terbawa emosi seperti Mingyu, padahal Wonwoo hanya ingin cepat sembuh dan tidak terlihat seperti orang lumpuh di depan Mingyu.

"Kau tidak bisa berpikiran seperti itu, hyung. Kau memang belum sembuh total jadi satu-satunya cara agar bisa berjalan kau harus pakai kruk atau kursi roda."

"Lagipula kau bukan Doctor Strange yang punya sihir untuk membuat kakimu langsung bisa berjalan."

Wonwoo masih kesal dan tak menanggapi ucapan Mingyu. Sementara itu, Mingyu meninggalkannya sebentar hanya untuk mengambilkan air minum. Dengan hati-hati dia mengambil jalan yang tidak terkena pecahan kaca. Mingyu mengulurkan gelas baru berisikan air mineral yang terlihat segar. Wonwoo menerima dan menghabiskan dalam satu kali tegukan karena dia sudah kehausan.

What am I to You? 🔞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang