Part. 4 Reunion

102 29 2
                                    

Suara gelas saling beradu memenuhi seisi ruangan. Para karyawan kini tengah bersulang merayakan keberhasilan investasi dengan 7 negara paling berpengaruh dalam bidang properti. Tak terkecuali sang nona yang bersulang dengan dirinya sendiri. Termenung. Terlelap bersama indahnya suara dentingan jam yang mulai menunjukkan larut malam. Rengkuhan hangat membangunkannya. Masih dengan kepala telungkup, ia tak ingin menoleh kepada seseorang di belakangnya. Perasaannya kacau, hanyut bersama riuh angin yang masuk melalui celah jendela.

"Kau baik-baik saja? " Satu menit. Dua menit. Perempuan itu tetap pada posisinya.

"Mari, aku antar pulang. " Dibalasnya dengan tatapan sayu

"Tidak. Aku ada keperluan. "

"Kalau begitu, aku akan menemanimu. " Kata pria bertubuh tegap

"Baiklah..." Jawabnya pasrah.

Aroma tanah bercampur sempurna dengan paparan rembulan yang menembus pori-pori bumi. Sepi. Tak bertuan. Para penghuninya telah terbaring selama beberapa hari bahkan jutaan tahun lamanya. Rerumputan tumbuh subur menyelimuti sebuah batu nisan berumur cukup tua, menambah kesan tak terawat.

Semenjak kepergiannya 15 tahun lalu, baru detik ini ia dikunjungi oleh putri kesayangannya. Dulu. Sebagai satu-satunya harapan, Jean kecil tak pernah dimanjakan sedikitpun oleh keluarganya. Mandiri. Itulah kata yang selalu ditanamkan dalam jiwa setiap keluarga Murphy. Egois. Yang satu ini juga menjadi alasan tiga bersaudara termasuk Jean memilih untuk hidup bebas karena terkekang.

Matanya memanas seraya kedua tangannya mengusap sepasang batu nisan secara bergantian. Tak ingin terlihat berlebihan, ia beranjak dan meninggalkan pria yang datang bersamanya.

"Jean, kau sudah selesai? " Dijawabnya dengan sekali anggukan

"Udara malam tidak baik untuk kesehatan, sebaiknya kita pulang. " Gadis di hatinya membenarkan pernyataan itu.

Mereka berjalan beriringan melewati beberapa makam tua dengan beragam gaya batu nisan. Gelap. Kesan menakutkan pasti dirasakan oleh setiap orang yang datang ke sana dengan atau tanpa ditemani seseorang.

"Apa? Kau di mana? Baiklah aku akan kembali." Begitu kiranya percakapan pria itu dengan wanita di seberang telepon.

"Jean.. "

"Pergilah, Dave. Tunanganmu menunggumu. "

"Lalu bagaimana denganmu?  Akan ku panggil supir untuk menjemputmu. "

"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri, lagi pula ada beberapa barang yang harus aku beli. "

"Baiklah."

Trotoar sepanjang 15 meter harus ia taklukkan untuk mencapai supermarket. Paras eloknya terkena paparan sinar bulan yang berpadu dengan sejuknya angin malam.

Sementara itu,  di dalam sana seorang pria muda tengah mengantre sembari menutupi wajahnya dengan topi yang ia bawa.

"Selamat datang, Nona. " Sambut pelayan di supermarket itu.

Senyumnya yang mengembang lenyap ketika mendekati meja kasir

"Berikan saya yang itu! " Ia menunjuk kepada produk deretan kosmetik terkenal.

"Berapa semuanya? " Hambar.  Tatkala sepasang mata saling bertukar tatap.

"22 dollar dan potongan harga sebanyak 3 dollar untuk produk terbaru dari pemba... "

"Ambil sisanya!"30 dollar meluncur dengan indah

"Ck. Mengapa kau membayar lebih untuk itu? " Langkahnya terhenti begitu seorang wanita bersandar di bagian belakang mobilnya.

"Tidak ada alasan untuk itu. "

"Mengapa?  Padahal kau dapat menghemat hingga 11 dollar."

"Jean..."

"Kau... "

"Ya, aku tahu. Ini bukan kau yang 10 tahun lalu ku jumpai, ternyata wanita sepertimu sangat memperhatikan setiap dollar yang harus dikorbankan."

"Karena itu bukan uangmu. "

"Lalu, apa kau tak perlu membayar semua jasa yang telah orangtuamu berikan? "

"Aku tak perlu membayar untuk itu."

Pertanyaan yang terakhir itu membuat batinnya tersentak.





Selamat menikmati
Bantu read, vote, and comment ❤
Krisar sangat dibutuhkan

TENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang