"Baiklah, rapat lanjutan akan dimulai pukul 12 siang ini. " Pungkas CEO dari perusahaan ini.
Sekretaris itu tetap pada posisi ternyamannya. Menatap ke luar jendela. Menghiraukan paparan sinar matahari . Menghitung jutaan kendaraan yang tengah berlalu-lalang di bawah sana.
'Aku tak perlu membayar untuk itu.'
Bagaimanapun juga ia berharap jawaban terakhirnya malam itu dapat ditarik kembali. Sejahat apapun pikirannya kini, hati kecilnya tak mampu untuk berkata demikian.
"Secangkir kopi untukmu."
Matanya menatap pantulan seseorang yang berada di belakangnya melalui jendela."Terimakasih, Dave." Tangannya meraih secangkir kopi hangat yang disuguhkan dan menyeruputnya pelan. Tenang. Kesan yang ia dapat setiap kali menyesap aroma kopi hitam.
"Jadi, apakah bahan presentasinya sudah siap?" Ia lupa untuk hal yang satu itu.
Kaki jenjangnya dengan mulus melangkah menuju meja berbentuk oval dan meraih sebuah laptop, hanya untuk memastikan file yang ia buat semalam benar-benar telah tersimpan.
"Bagaimana? "
"Semuanya sudah siap. "
"Semalam kau pulang dengan siapa? "
Kedua ujung alisnya bertemu. Pertanda tengah mengingat sesuatu.
'Kau baik-baik saja?' Tanya Juan yang ia jawab dengan anggukan.Pandangannya kabur. Telinganya berdengung hebat.
'Perlu aku antar? '
'Tidak perlu. ' Samar-samar pandangannya menangkap dua orang pria yang menghampiri mereka.
'James? ' Kesadarannya hilang.
"Entah, aku tidak mengenalnya."
"Sungguh? " Tanya David dengan tatapan mengintimidasi.
"Ya, dia tinggal di lantai pertama. Dia mengenalku namun aku tidak mengenalinya. " Ia menelan salivanya kasar.
"Aku hanya mengkhawatirkanmu saja. " Pria itu meninggalkan ruangan.
Jemarinya terus mengetuk permukaan meja. Mencoba memusatkan ingatannya pada kejadian semalam."Juan! " Nama itu muncul. Ia menjadi saksi kunci.
2 jam berlalu, mereka kembali memasuki ruangan dan duduk pada tempat masing-masing. Ruangan yang cukup besar. Bergaya minimalis. Dengan sebuah lukisan sebagai pemanis. Dapat diterka, lukisan itu berasal dari abad ke-18 yang mengilustrasikan revolusi industri.
"Tak perlu lama, mari kita bicara mengenai masalah inti yang tengah kita hadapi. Silahkan Mrs. Serrena."
Dari air wajahnya, wanita itu seolah berkata 'Sekarang? '
Dengan eksperesi serius, ia menjelaskan secara detail, mengenai kemajuan dan kemunduran yang tengah perusahaan mereka hadapi. Data keuangan begitu rinci terpampang melalui proyektor. Grafik permintaan dan penawaran tak kalah akuratnya. Setiap pasang mata terkesima pada kelugasan bahasanya.
Sampai sesuatu diluar sepengetahuannya membuat seisi ruangan riuh. Sebuah gambar terpampang jelas. Menjadi salah satu jawaban dari pikirannya.
"Jean!!! " Ucap David sakrasme. Tangan kekarnya mematikan proyektor. Menarik wanita itu keluar. Menatapnya bagai seorang predator. Membentaknya.
"Dave, aku tidak tahu apa yang terjadi... " Matanya berlinang air mata.
"Apa gambar tadi tidak cukup membuatmu sadar atas apa yang terjadi? "
"Oh, rupanya yang mengantarmu bukanlah tetangga yang kau kenal itu? Lelaki itu yang mengantarmu? Kalian menghabiskan waktu bersama, lalu membagi kisah murahan kalian pada kami? Kalian pikir itu penting? Itu merusak usahaku !" Hardiknya tanpa henti.
"Tidak. Sungguh aku tidak sadar atas apa yang telah terjadi semalam! "
"Gila! " Sebuah tamparan mendarat mulus di pipinya.
"Dave... "
"Kau tahu, setelah ini mereka mungkin akan membatalkan seluruh investasi dan mencabut saham mereka! "
Bibirnya hanya dapat melantunkan tangisan.
"Tak berguna! Kau seharusnya berterimakasih pada keluarga kami yang telah menerima jalang sepertimu. "
"Dave, Hentikan! Aku bukan jalang! " Amarahnya tak terkendali. "Aku bukan wanita seperti itu. "
"Tuan David, mereka menantimu. " Ucap salah seorang pegawai.
"Rapat ditunda sampai besok!" Perintahnya.
"Dave..." Tangan mungilnya mencoba meraih lengan David. Dibalasnya dengan pukulan pada rahang wanita itu.
"David, hentikan!" Seorang wanita cantik yang tak lain adalah tunangannya datang melerai mereka.
Dengan perasaan tak karuan, CEO itu pergi meninggalkan keduanya."Ayo! Tenangkan dirimu. "
Ketika dua orang wanita bersatu, tiada dinding penghalang untuk meluapkan tiap emosi.
"Sungguh aku tidak mengerti atas kejadian semalam. Aku bukan wanita seperti itu, aku bukan wanita yang rela menjadi pelampisan nafsu lelaki sembarang. Aku tidak seperti itu... " Keadaannya kacau. Matanya sembap. Rahangnya memar. Kedua pipinya memerah.
"Aku percaya padamu. Menangislah jika itu dapat sedikit melarutkan kesedihanmu. "
"Aku harus pergi. " Ia mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan wajahnya.
"Kau mau kemana? Aku belum selesai mengobati rahangmu. "
Tak peduli dengan sekitar. Ia tetap melangkah menerobos semua karyawan yang menatapnya dengan ekspresi yang tak dapat digambarkan. Rambutnya dibiarkan tergerai untuk menutupi rahangnya yang mulai membengkak. Tujuannya hanya satu, yaitu bertemu Juan walau tak tahu keberadaannya.
Btw untuk tunangannya David, belum nemu tokoh yang cocok dengan karakternya.
Selamat menikmati
Read, vote, and comment
Hope you enjoy it guys!
😊❤💙Krisar sangat dibutuhkan
Follow me: anisahfzh
KAMU SEDANG MEMBACA
TEN
General FictionFakta bahwa cinta tak memandang usia diamini oleh seorang remaja pria bernama Cristopher Juanpa William atau akrab dipanggil Juan. Ia sempat memiliki kelainan yang mungkin dianggap wajar bagi segelintir orang, yaitu penyuka sesama jenis. Hingga seor...