PART 6. Is It Juan?

72 25 1
                                    

Tujuannya hanya satu, bertemu Juan, walau tak tahu keberadaanya.

Entah apa yang menuntunnya untuk berkendara mengitari Brooklyn. Mencari pemuda itu. Seorang anak kecil yang kini beranjak dewasa.

Sesuatu sangat menyentak dirinya. Apa ia tega menariknya pada masalah yang tengah ia hadapi? Apakah sesuatu yang buruk menimpanya? Jika iya, itu murni kesalahan wanita ini.

Siang berganti malam. Masih setia bersama sebuah Bentley Continental GT Coupe miliknya yang ia beli 2 tahun lalu dengan uangnya. Berhenti di tanah lapang. Berpikir. Merenung. Bunyi notifikasi berhasil mengangkat kembali jiwanya.

From: Mrs. Will

Hi Jean!
Maaf menganggumu, tolong sampaikan pada Mr. Dave, aku akan mengambil cuti untuk beberapa minggu ke depan karena anakku tengah dalam kondisi buruk.

Mengehembuskan napas kasar. Jemarinya dengan lincah mengetik balasan.

To: Mrs. Will

Hi mom!
Maaf, aku tidak bekerja lagi di sana, tapi aku akan menyampaikannya pada tunangan Dave.
Aku turut bersedih

From: Mrs. Will

Okay, but why? Ingin bercerita? Temui aku di Bryan Coffee Bun.

Debu bergerumul saat roda berputar 180° dengan cantiknya. Jarak 2 km ia tempuh dalam 2 menit. Suasana hangat begitu terasa dengan penerangan yang redup. Saat masuk, jiwa pecinta kopimu akan keluar. Musik klasik mengalun. Meja dan kursi telah terisi penuh. Seorang wanita paruh baya melambai dari dekat jendela. Berpelukan. Saling menebar senyum.

"Ada apa? Kau terlihat sangat kacau. "
Pupilnya membesar. Menatap penuh pada wanita di hadapannya.

"Dave, marah padaku. "

"Kenapa?  Kalian bertengkar? "

"Tidak. "

"Lalu? "

Menarik napas dalam. Memejamkan mata.

"Aku mengacaukan presentasinya. "

"Bagaimana bisa? Itu rapat yang sangat penting di tahun ini. "

"Entahlah, aku... " Seorang pelayan datang dengan membawa dua cangkir kopi hitam.

"Terimakasih. Ayo diminum!" Ia menyesap cangkir kedua dihari ini.

"Di luar kendali, sebuah foto terpampang dengan jelas. Menjijikan.. " Ia menarik rambutnya kasar. Frustasi.

"Foto siapa? Bagaimana bisa ada di sana? "

"Fotoku bersama James. Aku tidak tahu bagaimana bisa ada di sana. Bodoh. "

"James? " Ia mencoba menerka James yang dimaksud.

"Ya, mantan pacarku. Malam itu selepas belanja, kepalaku pusing, telingaku berdengung, James menghampiri kami dan saat itu juga aku tak sadarkan diri. "

"Kami?"

"Aku dan seorang pemuda yang ku temui di parkiran. "Wanita itu mengangguk. Mengerti.

"Rahangmu? Ceritakan siapa yang tega memukulmu? "

"Dave, dia sangat marah. Ini wajar, aku yang salah. Karenaku investasi dengan 7 negara, kini berada di ujung tanduk. "

"Jangan salahkan dirimu. Kau lapar? "

"Sedikit, Brooklyn membuatku kehilangan tenaga. "

"Kau mengitari Brooklyn? Untuk apa? "

"Mencari pemuda itu. Saksi kunci. Tapi sangat mustahil kembali bertemu dengannya. Brooklyn sangat luas. "

"Lupakan sejenak. Bagaimana dengan salad? "

"Hmm.. Aku ingin lasagna. "

"Deal. Ayo ke rumahku!"

Mereka menikmati malam di jalanan Brooklyn . Menuju sebuah komplek mewah. Berhenti tepat di depan rumah bercat putih. Berpagar hitam. Indah.

"Terakhir kali aku ke sini sekitar 5 bulan lalu. "

"Tepatnya 5 bulan 10 hari. Tunggu sebentar aku akan menyiapkan lasagna. "

"Kau yang membuatnya atau beli? "

"Aku yang buat. "

"Rasanya selalu lezat, seperti biasanya." Jean memasukkan sepotong lasagna ke mulutnya.

"Kau ini. "

"Bagaimana dengan putramu?  Is he okay? "

"Selesaikan makanmu, nanti aku antar kepadanya. "

Raut wajahnya sangat menjelaskan kondisi yang tengah menimpa putra semata wayangnya. Sepiring lasagna habis tak tersisa. Secangkir air putih menjadi penetral mulut.

Menyusuri dinding penuh lukisan. Menuju sebuah kamar di lantai 2. Tak mengetuk pintu.

"Kau tak mengetuk pintu? " Tanya Jean merasa heran.

"Kau akan tau jawabannya. "

Tersampak tubuh yang ditutupi selimut dari kaki hingga wajah oleh pemiliknya. Bernapas. Tak bergerak. Wanita itu memanggil nama putranya dengan suara lembut. Bertahap menjadi lantang.

"Juan! "

Juan? Seribu syaraf dalam otaknya menyingkirkan sebuah dugaan. 

"Kau lihat? Dia tidak merespon. ". Lanjutnya. Berlinang air mata.

"Apa yang terjadi padanya? "

"Entah, kemarin malam dia pulang dengan darah di kening serta telinganya. Dia berteriak histeris kehilangan pendengarannya. "

Pemuda yang malang.

"Apa itu bersifat permanen? "

"Jika tidak ada kemajuan, mungkin demikian. "

"Boleh aku melihatnya? "

"Tentu. "

Benar. Keningnya dibalut kain kasa. Wajahnya menghadap ke samping kanan. Membelakangi mereka.

Hatinya terenyuh. Bukan hanya perusahaan yang terancam. Masa depan pemuda ini pun terancam.

"Juan... Tidak! " Napasnya tersenggal.

"Ada apa? Kau mengenal anakku. "

"Hmm.. Tidak. " Ia meraih buku dan pulpen yang terletak di atas nakar, lalu menuliskan sesuatu.  "Tolong berikan ini setelah ia bangun. Aku permisi. "

Menggerutu. Mencaci diri sendiri. Memacu mobil dengan kecepatan tinggi dan... Bushhhh.

To be continue.

Read, vote, and comment, jangan di skip.
Feedback? Bilang aja 😊👍
Thanks

TENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang