Part 10

10.5K 716 214
                                    

.

.

"Daijyobu, dobe?" Tanya Sasuke.

Kini mereka tengah berada di bus untuk perjalanan mereka ke kota Konoha. Kota tujuan yang akan mereka tuju saat ini.

Kehidupan baru yang tak tertebak ada didepan mereka saat ini. Hidup tanpa kartu kredit maupun debit, tanpa handphone atau semua hal sejenisnya. Bahkan kehidupan jauh dari memewahan.

Ya, mereka hidup untuk pelarian. Dari mangsaan musuh yang mengancam sang Tuan. Sampai Anbu ne stabil, Naruto dipercaya untuk menjaga dan mendampingi Sang Bos Uchiha bungsu itu.

Dia sih sudah biasa hidup di jalanan, di dunia luar yang jauh dari kemewahan. Tapi jika menilik sang Bos arrogant?

"Seharusnya aku yang bertanya. Daijyobu? Kau akan hidup seperti rakyat biasa. Tanpa marga dan tanpa kemewahan yang selalu kau banggakan itu." Balas Naruto tengil.

"Hn. Aku tak apa. Asal ada kau, menurutku aku akan terus hidup tentram." Balas Sasuke santai. Menoleh kearah jendela tepat disampingnya.

Rambut Sasuke kini di style rapi tanpa spike pantat ayam khasnya.(*seperti di Sasuke dewasa). Dia memakai pakaian casual biasa yang tak berbeda dari yang dipakai kebanyakan orang. Bukan lagi jas atau barang bermerek lainnya.

Penyamarannya harus sempurna. Sedangkan Naruto masih dengan style naugthy-nya. Beberapa tindik menghias telinga imutnya menambah kesan nakal. Rambutnya yang agak panjang sekarang dikuncir setengah membuat kesan manis dan akan dikira gadis tomboy daripada seorang pemuda dengan kadar manis berlebihan.

Setelah kejadian War Anbu kemarin mereka diarahkan untuk misi persembunyian ini. Mereka takkan bisa mengontak Anbu atau sebaliknya. Itu menjaga agar keberadaan mereka tak terlacak. Mereka akan memantau kondisi Anbu dari berita media. Setelah stabil nanti mereka bisa kembali lagi.

Sampai saat itu, mereka harus bertahan, terutama Sasuke. Ini kesempatannya hidup di dunia bebas seperti keinginannya sejak dulu. Sang kakak sengaja melakukan ini untuk penebusan masa remaja Sasuke yang lebih terlihat penuh tekanan.

Dengan Naruto yang sudah terbiasa hidup bebas, akan menjadi kombinasi yang pas dan meyakinkan dalam misi ini.

"Bukan itu maksudku. Ini tentang kakakmu?" Lanjut Sasuke melirihkan suaranya.

Pertanyaan itu sukses menyendukan shappire yang sempat berbinar tadi. Naruto tersenyum kecut dan membuang pandang keluar jendela.

"Maaf, ini semua salahku. Aku yang mengacaukan hidupmu." Ujar Sasuke dengan nada dan ekspresi penuh penyesalannya.

"Ie. Bukan karenamu. Jangan selalu menyalahkan dirimu. Ini hanya karena keluargaku hanyalah... keluarga yang sangat kurang beruntung. Setidaknya aku masih bersyukur kakak tersayangku ternyata masih hidup." Ujar Naruto dengan senyum kecilnya. Menatap Sasuke meyakinkan.

"Meski dia tak mengingatmu? Saat seperti ini kau malah harus jauh dengannya. Bukankah kau sangat kesal padaku?" Tanya Sasuke lagi. Mengerutkan alisnya kecil karena emosi yang meletup.

"Kesal pasti. Tapi apa gunanya menyalahkan sesuatu jika tak merubah apapun? Membuang-buang tenaga saja." Balas Naruto menampilkan mimik cerianya lagi. Agak dipaksakan.

"Dengan keadaan saat ini, aku tak bisa menjamin apapun untukmu. Tapi kau harus tahu kalau aku sangat bersyukur bisa mengenalmu." Ujar Sasuke menatap Naruto lurus.

Naruto mengeryit. Menempelkan telapak tangannya pada dahi berponi Sasuke.

"Apa kau sakit? Apa karena insiden kemarin kepalamu terbentur sesuatu, teme?" Tanya Naruto tak yakin. Heran tepatnya. Dan itu sekses menyulut emosi sang Uchiha.

Lovely Bitch!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang