Di kantor, aku tidak banyak berkomunikasi dengannya karena divisi kami memang berbeda. Tapi aku lihat Rina cepat akrab dengan teman-teman yang lain. Dalam waktu kurang dari seminggu saja, ia sudah masuk ke geng cewek-cewek gokil di kantor. Geng ini terdiri dari karyawati-karyawati muda yang paling seru dan sering melawak di sela-sela jam kerja. Mungkin karena sifat Rina yang terbuka dan ramah, ia bisa masuk ke lingkungan mereka.
Bukan cuma teman-teman perempuan yang menyukainya. Para karyawan pria pun banyak yang tertarik kepada Rina. Dimas, rekan kerja yang duduk di sebelahku, sempat terlihat penasaran.
"Anak accounting yang baru tuh cute juga ya. Imut imut lucu gimana gitu. Siapa deh namanya?" tanya Dimas sambil melongok dari balik kubikel.
"Namanya Rina. Baru juga kenalan, udah lupa. Gimana sih lo?" jawabku.
"Hehe. Maklum, waktu salaman tadi gue terlalu terpesona sama senyumnya, sampe ga dengar dia bilang apa. Haha."
"Biasa lo ah, setiap ada anak baru selalu diincar."
"Siapa bilang gue ngincer? Kan gue cuma penasaran aja," dia ngeles. "Ngomong-ngomong kayanya lo lumayan akrab ya sama dia?"
"Lumayan. Dia adik tingkat gue dulu waktu kuliah. Kan gue yang bawa dia ke sini."
"Oooh, gue tau," ucap Dimas, "Gebetan lo ya?"
Aku tertawa. "Nggak lah. Dia udah punya cowok, kali. Temen gue sendiri."
"Sabi laaah," balas Dimas sambil terkekeh.
Jam dua belas siang, waktunya makan siang. Akhirnya, setelah mendegar berbagai komentar genitnya tentang Rina, interogasi Dimas berakhir juga. Aku bisa bernapas lega.
Iseng-iseng, aku melongok ke ruangan Rina. Rupanya hari ini Rina tidak makan di kantin bersama gengnya, ia membawa bekal sendiri. Kulihat ia sedang membuka kotak berisi nasi dan lauk. Kasihan, dia makan sendirian. Aku buru-buru mengambil kotak makanku dan masuk ke ruangan kerjanya yang sedang sepi itu.
"Tumben bawa makan," ucapku sambil mengambil kursi kosong dan menghampiri kubikelnya.
"Eh, Mas Panji. Iya nih, lagi males sama makanan kantin." jawabnya sambil menawariku makanannya, nasi dan capcay. Aku menolak, soalnya aku membawa makananku sendiri.
"Gimana Rin? Betah sama teman-teman di sini?" tanyaku.
"Mmm, betah kok. Di sini orangnya asik-asik, ga ada senioritas, semuanya akrab." Sambil menyuap makanan, dia mulai menceritakan kesan-kesannya mengenai kantor ini. Tadinya, dia sempat khawatir tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan dunia kerja, tapi semua kekhawatirannya itu sudah sirna.
Sambil mendengarkan ceritanya, mataku melirik-lirik ke arah kolong mejanya. Ada sesuatu yang menarik perhatianku di sana. Paha mulus Rina lumayan terekspos. Tak kusangka, gadis yang dulu imut dan manis itu sekarang terlihat seksi di mataku. Ah! Tidak boleh. Tidak sepatutnya aku punya pikiran ngeres terhadap Rina. Kucoba mengalihkan pembicaraan.
"Kuliah udah, kerja udah, berarti lo tinggal nunggu lamaran dari Aris dong?" aku menggodanya.
"Haha, belum lah Mas. Aku ga mau berharap terlalu jauh. Dia kan masih kuliah, belum waktunya mikirin nikah. Lagian kita masih muda, kok. Enjoy dulu aja, lah," jawabnya.
"Iya, sih. Lagian mana tau di sana Aris udah dapet cewek baru. Bule Aussie mungkin?"
"Iiih... jahat!" ia pura-pura marah, lalu berusaha mencubiti pinggangku. Karena kaget, tanganku refleks menangkis. Tapi tanpa sengaja telapak tanganku malah menyentuh buah dadanya yang sebelah kiri. Selama sepersekian detik, aku dapat merasakan sesuatu yang bulat dan kenyal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jumpa Lagi, Rina!
RomanceRina sudah kuanggap seperti adik angkatku sendiri, apalagi ia juga pacar sahabatku. Namun ketika ia mulai bekerja satu kantor denganku, semuanya mulai berubah. Timbul insiden-insiden yang membuat hubungan kami semakin "menegangkan". WARNING: Mengand...