4: Surprise!

14.5K 176 0
                                    

Jantungku berdebar sangat kencang. Penisku berdenyut-denyut semakin kuat. Kulangkahkan kakiku masuk ke halaman tempat kost Rina. Kuyakinkan diriku sendiri: aku tidak salah. Rina yang mengajak. Aku tidak salah. Aku bukan penjahat kelamin, aku cuma menerima tawarannya saja, suka sama suka.

Namun ketika kami tiba di teras, tiba-tiba saja Rina berhenti. Ada seorang laki-laki sedang duduk sambil memegang HP.

"Lho, Kok ...." Rina terbata-bata.

"Surpriiiiiise!" ucap lelaki itu sambil berdiri dan merentangkan tangannya.

"Yaaang! Kamu kok ga bilang-bilang sih kalau pulang...." Rina berlari memeluk laki-laki itu.

"Namanya juga surprise, Honey!" dia mendekap Rina dan mencium keningnya. "Aku sengaja nggak kasih tau kamu kalau dari kemarin aku udah liburan semester. Terus aku dengar dari mama kamu kalau sekarang kamu kost di Jakarta. Jadi, ya aku ke sini, deh."

"Untung kamu nggak nyasar!" Rina tertawa.

"Mana mungkin aku nyasar di Jakarta. Ini kan kota kelahiranku." jawabnya sambil mengacak-acak rambut Rina.

Selama beberapa detik, aku seperti patung, lebih tepatnya seperti kambing congek, atau malah patung kambing congek.

"Lho? Itu kan...." laki-laki itu melepaskan pelukannya, lalu menghampiriku.

"Hai, Ris! Lama nggak ketemu? Gimana kabarnya?" tanyaku sambil mengulurkan tangan.

Aris menjabat tanganku dengan erat. "Wah, Ji! Kabar gue baik, Ji! Lo gimana? Baik kan? Ga nyangka ketemu lo di sini!"

Aris masih ramah dan cerewet seperti dulu. Dulu, kami memang seperti dua sisi koin. Aku yang dikenal kalem dan tak banyak bicara, sering nongkrong dengan Aris yang ramah dan pandai bergaul. Walau dia pintar bicara, tapi kalau urusan perempuan, dia jadi pemalu. Karena itulah, dulu aku sendiri yang harus mencomblanginya dengan Rina.

Kami bertiga duduk di teras. Rina mengambilkan air minum, lalu kami bernostalgia tentang masa-masa kuliah. Tiba-tiba saja aku lupa alasanku masuk ke tempat kost ini, dan sepertinya Rina juga.

"Kita makan malam di luar yuk! Aku tau tempat makan yang enak dekat sini," ujar Rina.

"Boleh tuh! Tapi kamu ganti baju dulu lah, masa' masih pakai baju kantoran," goda Aris.

"Oke, Darling!"

Rina masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju. Sementara itu, aku dan Aris masih mengobrol di teras. Aku menjelaskan kepadanya bagaimana aku dan Rina bisa satu kantor dan bahwa jalan pulang kami satu arah. Ternyata Aris sudah tahu. Dia malah berterima kasih karena aku telah menemani pacarnya. Tentu saja aku tidak menceritakan kepadanya tentang "tugasku" di bus.

Setengah jam kemudian, Rina keluar. Dia memakai kaos, cardigan, dan celana jeans. Kali ini rambutnya dibiarkan tergerai.

"Lama banget? Mandi dulu ya?" tanya Aris.

"Iya, hehe. Kalau ga mandi nanti bau keringet dong!"

"Yaudah, yuk!"

Waktu kami akan pergi keluar rumah, Rina sempat mendekatiku dan berbisik pelan. "Sori ya Mas...."

"Santaii..." aku tersenyum pahit.

Semua khayalanku buyar. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Ada rasa kecewa, tapi juga ada rasa lega.

Kami makan di sebuah restoran kecil yang menyediakan berbagai jenis makanan, mulai dari sea food hingga spageti. Benar kata Rina, makanan di sini murah-murah, tapi pelayanannya sangat lambat. Para pelanggan sudah memenuhi ruangan, tapi masih banyak yang belum mendapatkan pesanannya.

Jumpa Lagi, Rina!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang