Derita Mahasiswa

22 3 3
                                    

"ooh every time I see you..."

Nada dering hp membangunkanku dari tidur. Aku melihat nama di layar, Mami Cayoong, ibuku. Uugh, langsung saja jantungku rasanya berlari, padahal aku baru saja bangun tidur. Sejak hari itu, panggilan masuk Ibu yang selama ini menjadi moment yang aku tunggu berubah menjadi hal yang sangat aku ingin jauhi..

Aku masih ingat, kata-kata Ibu yang menjadi momok menakutkan bagiku, yang seorang mahasiswi tingkat akhir. Bagaimana tidak, kata-kata-kata seperti "kapan wisuda?" "kok belum skripsi" "apa! Judul belum diterima juga?". Sudah menjadi makanan setiap Ibu menelpon. Atau perbandingan yang Ibu buat dengan anak temannya, sangat akurat dan langsung "jleb" di hatiku.

Aku tau, tidak salah Ibu mengharapkan anak perempuan satu-satunya ini menjadi sarjana, mapan dan segera menikah. Dan aku juga sadar semua ini terjadi akibat kelalaianku dalam menuntut ilmu. Sehingga aku bisa membuatnya tenang dan bahagia. Ups, maksudku tenang tidak terlalu memikirkan uang sekolahku.

Tapi, tetap saja aku ini melarikan diri. Melarikan diri dari ketidak becusanku, dari kelemahanku. Aku selalu menyalahkan masa lalu, berkata bahwa jalan yang kini aku tempuh adalah salah sejak awal. Aku bahkan tidak menginginkan itu semua.

Tanpa terlihat usahaku untuk menjadi anak yang baik. Aku juga masih bergantung pada Ibu. Masalah uang kuliah, aku sudah berusaha untuk mencari pemasukan sendiri, agar tidak terlalu merepotkan Ibuku. Tapi, dengan segala keterbatasanku, itu mustahil ku rasa.

Aku tidak tau apakah semua mahasiswa akhir mengalami hal ini. Jika iya, aku prihatin. Jika tidak, aku bersyukur setidaknya biar aku saja. Jadi, aku ingin menghimbau pada seluruh orangtua..

"Pak, Bu.. Kami ini anakmu. Yang masih saja menyusahkan kalian sejak kami lahir. Pak, Bu.. Jangan terlalu mengharapkan hasil sempurna dari kami. Kami tidak butuh tatapan miris, atau kata-kata tajam, membandingkan kami dengan anak idamanmu.

Yang kami butuhkan adalah pengertianmu. Dukungan mu, dan kata-kata baikmu. Itu saja cukup Pak, Bu..
Terima kasih kami untuk segala jasamu yang tak terbalas itu. Terima kasih.. Dan maaf..

Kami tau kalian lelah, tapi kami juga.. Doakan saja kami agar bisa membayar lelahmu meski sedikit..

Diari Hati RaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang