siji

742 45 8
                                    

Gadis kaku berusia 16 tahun berjalan di koridor sekolah barunya. Dialah Aluna Azzahra. Yang biasa dipanggil Luna oleh teman-temannya dan dipanggil "Al" oleh orang-orang terdekatnya. seperti ayah ibunya, abangnya, dan dia. Aluna memasuki wilayah sekolah dengan cuek dan tidak peduli bahwa banyak senior yang memandangnya tajam karena rambutnya yang berwarna ombre. Sebenarnya Aluna tidak menginginkan model rambut seperti itu. Menurutnya warna hitam pun tak masalah asalkan rambutnya bersih tanpa adanya ketombe. Apalagi kutu. Lalu kenapa rambut Aluna berwarna demikian? Pastinya karena ketiga sahabat gilanya. Abel, Vera, dan Melly. Entah mengapa, Aluna yang mempunyai kepribadian cuek dan sedikit pendiam bisa-bisanya berteman dengan ketiga sahabatnya yang suaranya melebihi suara toa musholla Al-Ikhlas saat mengumandangkan adzan di komplek perumahan Aluna.

"ALUNAAAA! LO KEMANA AJA SI SELAMA LIBURAN? GA PERNAH NGEHUBUNGIN KITA-KITA!" Tuhkan, baru saja mereka dibicarakan dan tiba-tiba saja datang dengan suara yang kompak dan melengking. Tak sampai disitu. Banyak murid baru yang melihat mereka. Ada yang memberikan tatapan bertanya-tanya. Ada yang memberi tatapan membunuh, para senior OSIS mereka pastinya. Bahkan, ada juga yang memberi tatapan memuja karena disuguhkan empat bidadari cantik sekaligus yang keempatnya memiliki wajah kebule-bulean, pastinya para kaum adam.

Aluna pun hanya menghela nafas panjang. Sudah biasa dengan sikap ketiga temannya yang sedikit lebay.

"Handphone gue mati," jawab Aluna asal-asalan.

"Lah? Masa selama 2 minggu handphone lo mati? Padahal kan lo habis upload foto di instagram?" Ucap Melly terheran-heran. Dan Aluna hanya membatin dan berfikir akan beralasan apa lagi.

"Iya, dua hari handphone gue mati. Terus pas udah hidup ternyata gaada paket internet," ucap Aluna kembali beralasan dan berharap semoga teman-temannya lupa kalau di rumahnya ada wifi super kencang.

"Ooh" ucap Melly dan Vera sambil mengangguk-angguk tanda faham. Aluna pun lega melihatnya, karena sahabatnya percaya saja. Tetapi Aluna tidak mengetahui satu hal. Bahwasanya Abel memicingkan matanya menatap Aluna dan kemudian berkata.

"Bukannya di rumah lo ada wifi?" Ucap Abel sarkas. Aluna pun hanya memaki-maki dirinya dalam hati karena lupa bahwa temannya yang satu itu super cerdas dan tidak pernah melupakan satu hal apapun. Satu hal lagi yang perlu diketahui, ketiga sahabat Aluna memang sering menginap di rumah Aluna sambil numpang wifi. Cuma ya begitu, Melly dan Vera itu lemot. Jadi mudah aja buat dibohongi. Tapi tidak untuk Abel.

"Loh iyaa. Lupa gue," ucap Vera sambil memukul kepalanya pelan.

"Nah jadi terus kenapa lo 2 minggu ini ga ngabar ngabarin kita?" Tanya Abel, lagi. Aluna pun gelagapan. Dan dia hanya nekat menjawab sebisanya. Kalau sudah tidak bisa ya jujur aja.

"Ehm i-itu. Anuu," ucap Aluna terbata-bata.

"Apaan sih Lun? Kepo kita tau nggak?" Ucap Melly sedikit kesal.

"Ehm anuu, itulo" jawab Aluna tidak jelas.

"APAAN SIHH?!" Teriak Abel, Melly, dan Vera bebarengan tanpa memperdulikan sekitar mereka yang sudah memperhatikan mereka sedari tadi. Saking gemasnya dengan sikap Aluna.

"HEY KALIAN! MASIH JUNIOR KOK UDAH BERANI TERIAK-TERIAK. GA PERNAH DISEKOLAHIN TUH MULUT?!" Bentak salah satu senior yang bername tag Dira Vita. Mereka bertiga pun hanya berani tertunduk. Tetapi Melly dengan polosnya menjawab,

"Emang ada ya kak sekolah buat mulut? Dimana kak tempatnya, saya mau daftar!" Seru Melly riang dan polos seperti anak bayi yang minta ditampol.

Ketiga temannya pun hanya menatap tajam ke Melly dan berdoa dalam hati agar tidak diberikan hukuman di hari pertama MOS mereka.

"KALIAN BEREMPAT! Lari keliling lapangan! DUA PULUH KALI, SEKARANG!"

Dan saat kalimat itu terucap, doa yang mereka panjatkan sedari tadi pun runtuh seketika. Bagai hujan deras dengan petir menyambar di pagi yang cerah ini.



Hai!

Malang, 20 April 2018

IF I CANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang