Tak terasa Aluna sudah menuntut ilmu di SMA Mahakam selama 3 bulan lamanya. Dalam waktu itu juga ia tetap memberikan secuil hadiah untuk Satya, bahkan mungkin ketika ia lupa membeli barang untuk diberikan pada Satya ia nekat hanya memberi surat.
Aluna tidak terlalu bodoh untuk mengetahui bahwa Satya tidak pernah mengambil sedikit pun hadiah darinya.
Ia juga tau kalau Fahri, teman sebangkunya itu lah yang biasa menghabiskan hadiah yang setiap harinya selalu berdatangan dari penggemar Satya yang jumlahnya sudah tidak bisa dihitung.
Mulai dari teman seangkatan, kakak kelas, bahkan Mbak Dona, salah satu pemilik kantin yang masih muda di SMA Mahakam pun sering memberikan hadiah pada Satya.
Semuanya dilakukan Aluna demi Satya mengingatnya, seluruh surat yang dituliskannya untuk Satya pun hanya berisi tentang kenangan masa kecil mereka, agar kalau Satya membacanya ada kemungkinan mengingat Aluna walaupun itu sedikit mustahil.
🐣
Aluna yang sedang berkutat dengan novelnya itu beberapa kali memicingkan matanya saat membaca kalimat yang sedikit menyeramkan di novel.
Sedari tadi ia tak memperhatikan sedikitpun pembelajaran yang sedang disampaikan oleh Pak Udin, guru sejarah di kelasnya.
Hanya penjelasan tentang kerajaan Hindu-Buddha yang sudah dipelajari dari SMP. Hal itu juga yang membuat Aluna semakin malas mengikuti pelajaran. Untuk apa
mengulang-ulang pelajaran yang sudah pernah dipelajari."Lun," panggil Fahri pada teman sebangkunya itu.
Aluna hanya menaikkan alisnya pertanda menjawab apa? Tanpa mengalihkan perhatiannya dari novel.
"Ntar pulsek ngobrol bentar bisa gak?" ucap Fahri karena beberapa hari ini ia ingin menyampaikan sesuatu pada Aluna.
Aluna yang mendengar tawaran Fahri sedikit heran mendengar nada suara Fahri yang berbeda dari biasanya. Serius mungkin?
"Ngobrolin apaan?" tanya Aluna.
"Ntar aja," jawab Fahri dan kembali mendengar penjelasan orang botak yang sedang bercerita di depan kelas. Siapa lagi kalau bukan Pak Udin.
"Jadi karena minggu depan kalian akan menghadapi ujian tengah semester, maka saya tidak memberikan kalian tugas-" ucapan Pak Udin terpotong oleh sorak sorai yang menggema di kelas.
Sangat jarang Pak Udin tidak memberikan mereka tugas, walau hanya satu halaman pun.
"Tenang, tenang! Tapi ingat, dalam ujian tengah semester ini tidak ada namanya remidi! Jadi saya tegaskan lagi, jika kalian dapat nilai 3, ya saya kasih nilai 3. Kan yang malu kalian sendiri," ucap Pak Udin dengan nada menyebalkan yang sudah khas terdengar di telinga para murid.
"Yah kok gitu, Pak!"
"Lah gue dimarahin emak dong ntar,"
"Alah gue bodoamat lah, orang pelajaran ga terlalu penting juga,"
Keluhan macam-macam dari siswa di kelas semakin membuat kelas bising. Pak Udin hanya menghela nafas melihat muridnya dan menyiapkan suara emas untuk menghentikan suara anak didiknya.
"DIAM!" teriak Pak Udin sekali gertakan yang langsung membuat seluruh murid terdiam.
"Apakah ada yang mau ditanyakan? Kalau tidak ada, saya keluar sekarang!" seru Pak Udin sembari membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja guru.
Ketua kelas nampak mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan pada Pak Udin.
"Pak, bukannya nilai UTS itu bisa ditambah dengan nilai sikap? Kalau setahu saya sih bisa, Pak. Nanti bapak yang menambahi nilai kami," ucap Kevin.
"Iya sebenarnya bisa, tapi saya tidak mau. Nilai murni ya nilai murni, makanya belajar. Ya sudah, selamat sore. Hati-hati di jalan," seru Pak Udin langsung meninggalkan kelas dan menenteng bawaannya.
Seluruh murid di kelas hanya was was, bagaimana jika nilai mereka dibawah standart? Memalukan sekali nilai seperti itu dituangkan di raport.
Aluna yang melihat teman-temannya hanya cuek bebek. Lagian, kalau mereka belajar pasti bisa kok. Kalau hasilnya masih buruk, yaudah berusaha. Itu prinsip Aluna.
"Ri, katanya lo mau ngobrolin sesuatu?" tanya Aluna.
"Iya, tapi jangan di sini. Di coffee shop deket sekolah aja gimana?" tawar Fahri yang dijawab Aluna dengan anggukan kepala.
"Ntar lo gue anter deh gampang," ucap Fahri lagi.
Aluna pun hanya setuju-setuju saja. Lagi pula ia sudah mengenal Fahri cukup lama. Fahri adalah teman yang cukup perhatian dan menyenangkan menurut Aluna.
Setelah berpamitan pada teman-temannya, Aluna dan Fahri segera menuju parkiran sepeda motor berdampingan.
Sampai di parkiran, Aluna menunggu Fahri mengambil motornya yang terletak cukup jauh dari Aluna saat ini. Sehingga, Aluna memutuskan menuju ke gerbang sekolah dan menanti Fahri di sana.
Cukup 5 menit Fahri pun sampai di hadapan Aluna dengan senyum yang bertengger di bibirnya.
Aluna melihatnya hanya cuek dan menaiki jok bagian belakang motor matic Fahri sambil memakai helm berwarna abu-abu.
Fahri yang merasa Aluna sudah nyaman dengan posisinya langsung melajukan motornya meninggalkan sekolah.
Tanpa mereka ketahui, sedari tadi ada seseorang yang memperhatikan mereka sambil tersenyum tipis.
Ya, ia Satya.
*
*
*
*
*
*17 Juni 2018