wolu

141 23 1
                                    

Tanpa menghiraukan pesan line dari Melly, Aluna bergegas menuju ke luar rumah untuk menunggu taksi. Ia celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri, tetapi tetap saja kompleks perumahan Aluna terlihat sepi tanpa tanda-tanda akan ada sebuah taksi melintas. Ia pun hanya pasrah dan setia menunggu sambil memainkan ponselnya.

"Mau bareng gak?" Tanya seorang yang bertengger di atas motor matic. Aluna langsung tersentak kaget bahkan hampir terjungkal karena lelaki itu berbicara tepat di depan wajahnya. Hampir saja ia menjatuhkan ponsel kesayangannya.

"Eh lo, siapa namanya? Ehm--" Ucapan Aluna terputus karena ia benar-benar lupa siapa nama lelaki di hadapannya kini.

Meskipun Devon sedikit kecewa dengan Aluna yang melupakan namanya, bahkan ingat wajahnya pun mungkin tidak, ia tetap bersikukuh memperkenalkan dirinya kembali.

"Gue Devon, yang waktu itu nolongin lo ke UKS" Jelas Devon. Aluna yang mendengarkan pun hanya menghela nafas dan mulai mengingat lelaki di hadapannya kini. Fikirannya menari-nari dalam kepalanya dengan berbagai dugaan. Mungkinkah Devon ingin meminta imbalan? Ataukah Devon ingin ditraktir olehnya? Atau lebih parahnya, apakah Devon adalah seorang penculik dan mengirim Aluna ke gudang tanpa pencahayaan yang biasa Aluna baca di novel fiksi kesukaannya?

"Ah gamungkin" Gumam Aluna sambil geleng-geleng kepala dan menepis segala fikiran buruk yang tadi sempat menakut-nakuti.

"Apanya yang gamungkin?" Tanya Devon membuyarkan khayalan Aluna.

"Eh enggak, gapapa. Lo ngapain disini?" Tanya Aluna.

"Rumah gue di sekitar sini, mungkin cuman beda sekitar sepuluh rumah deh sama rumah lo. Itu rumah gue yang di ujung, warna abu-abu." Terang Devon panjang lebar. Aluna hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.

Selama beberapa menit mereka berdua tidak berbicara sepatah kata pun. Yang membuat suasana menjadi canggung. Sebisa mungkin Devon merubah suasana agar kembali nyaman.

"Lo mau kemana?" Tanya Devon.

"Janjian sama temen-temen gue ke cafe."

"Cafe mana?" Tanya Devon.

"Yang deket gramedia."

"Wah kebetulan gue mau ke gramedia, beliin adek gue komik conan keluaran terbaru. Mau bareng aja gak?"

Aluna menimang-nimang akan menerima atau tidak ajakan dari Devon. Aluna memang tidak terlalu suka dengan orang baru yang tiba-tiba sok akrab dengannya, menurutnya itu terlalu norak. Namun karena keadaan lah yang memaksa, mau tidak mau ia harus menerima ajakan dari Devon. Lagi pula ia harus mencoba lebih terbuka kepada orang yang baru dikenal, agar tidak dianggap sombong dan sok cantik.

"Hm iyadeh." Jawab Aluna yang segera mendapat respon dari Devon yang saat ini langsung memberikan helm bergambar doraemon. Aluna pun langsung memicingkan matanya, karena tidak percaya lelaki model seperti Devon memakai helm kartun dari Jepang itu. Devon yang paham akan ekspresi Aluna pun langsung terkekeh kecil.

"Itu helm punya adek gue, tadinya emang mau berangkat sama dia. Cuman tadi dia nya ada acara sama temen-temennya. Sebagai abang yang baik gue pun dengan senang hati beliin komik dia. Sekalian biar gue gak gabut juga di rumah hehe." Terang Devon panjang lebar sambil sedikit curhat. Aluna hanya tertawa kecil karenanya. Aluna mengalihkan pandangan ke arah bawah melihat jam di ponsel yang sedang digenggamnya. 9.30. 30 menit lagi adalah waktu berkumpul dengan sahabatnya. Ia pun bergegas naik ke motor Devon, setelah posisi Aluna sudah nyaman Devon pun segera menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan hanya hening yang menyelimuti mereka. Devon menghela nafas dalam hati dan berkata.

"Gue kangen lo, Al" Ucap Devon sangat pelan, bahkan hampir tidak terdengar sama sekali. Tanpa disadari, Aluna yang sedang melamun tersentak kaget mendengar kata-kata Devon. Karena selain kedua orangtuanya hanya sahabat masa kecilnya yang memanggilnya seperti itu. Aluna meyakinkan dirinya sendiri bahwa Devon bukan sahabat masa kecilnya. Lagi pula nama sahabat kecilnya itu tidak sama dengan Devon. Sahabat kecilnya adalah Satya. Ia yakin itu, ia takkan pernah melupakan hal apapun seputar sahabatnya. Apalagi hal sekecil nama, ia takkan pernah lupa. Namun dalam lubuk hati terkecilnya ia sempat sedikit ragu, apakah Satya yang dikenalnya semasa kecil adalah Satya di SMA nya sekarang?

Vomments yaa!

5 Mei 2018

IF I CANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang