10 |ilona.

72 8 14
                                    

Bintang duduk membeku disana. Entah apa yang dia lakukan, Bintang terlihat begitu terpukul ketika Naren meninggalkannya sendirian di lab.

"Oke gue siap dengerin cerita lu bee"
Ujar Ilona semangat.

Dengan tatapan sendunya, Bintang menjelaskan semuanya kepada Ilona.

"Terus lu ngapain galau cuma gegara itu bee?"tanya Ilona sewot.

"Ya jelas lah lon. Lu gak tau sih Gimana ekspresi Naren waktu ninggalin gue. Gimana kalo nanti Naren risih sama gue terus dia gak mau ketemu lagi sama gue?" Keluh bintang khawatir.

"Come on, bee. Ngapain lu masih ngasih harapan sama cowok jutek kayak dia. Cowo kayak Naren tuh bikin darah tinggi tau gak?! Dia tuh gak bakal pernah peka" Jelas Ilona

"He's different. That's reason why he looks so special" Ujar Bintang dalam hati.

"Yaudah kalo gitu gue duluan ya bee. Lu gak papa kan gue tinggal sendiri?" tanya Ilona memastikan.

Bintang mengangguk dan tersenyum tipis.

Ilona berjalan meninggalkan Bintang.
Sebenarnya kelasnya akan dimulai setengah jam lagi. Namun, dia berniat untuk mengembalikkan buku yang dipinjamnya terlebih dahulu.

★☆☆☆★

Di perpustakaan,

Ilona segera berjalan menuju rak dan meletakkan kembali buku yang dipinjamnya.

Sebenarnya suasana perpus sangat ramai saat ini. Namun, masih ada cukup waktu sebelum kelasnya dimulai.

Akhirnya Ilona memutuskan untuk berkeliling dan duduk santai disana. Dia mencari beberapa buku agar seolah dia benar-benar membacanya.

Jika dibandingkan dikelas, ruangan perpus jauh lebih dingin karena ruangannya lebih luas sehingga terdapat banyak pendingin ruangan.

Ilona mengenggam beberapa buku ditangannya. Dan kemudian berjalan mendekati kursi kosong disana. Sebenarnya tidak benar-benar kosong. Karena di atas mejanya terdapat beberapa buku catatan dan pena. Sepertinya, orang sebelumnya sedang pergi mencari beberapa buku lagi.

Tapi, tidak ada salahnya untuk duduk sebentar disana. Lagipula dia hanya perlu menunggu beberapa menit sampai kelasnya dimulai. Jadi, tidak akan lama.

Akhirnya, Ilona duduk di kursi itu. Diletakkan buku yang dia genggam di atas meja kemudian sibuk dengan ponselnya.

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundaknya pelan. Ilona mendongakkan kepalanya.

Lelaki berperawakan jangkung berdiri di belakangnya. Tangan kirinya membawa sebuah buku.

"Permisi" Ucap lelaki itu pelan

Ilona mematung seketika. Matanya berbinar.

Lelaki itu benar benar tampan.



DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang