Pertama kalinya

1.6K 60 0
                                    

Malam itu 2 tahun lalu, seperti biasa, aku dan ibu nonton tv bersama sambil menunggu ayah pulang kantor. Aku ingat sekali saat itu acara yang ditonton adalah salah satu Ajang pemilihan putra putri pintar yang mewakili daerah masing-masing. Mataku terfokus pada beberapa orang yang ku jagokan untuk masuk di final. Begitupun dengan ibu. Ibu bahkan terlihat lebih heboh saat jagoannya begitu pintar dalam menjawab pertanyaan pertanyaan juri yang cukup sulit.

"Bu, jadi ibu tetep pilih yang cowok itu?" Tanyaku seraya menunjuk sosok lelaki kisaran umur 25 tahun dengan paras manis dan tergambar sekali dari raut mukanya dia pasti keturunan jawa kaya ibu. Ibu mengangguk dengan antusias.

"iya dong. Si Dimas itu pasti masuk ke babak selanjutnya. Pintar sekali tadi dia jawab pertanyaan juri."

Aku kembali fokus menonton ketika tiba-tiba satu jagoanku mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari juri. Wajahnya masih terlihat muda, ya mungkin masih seumurku. Dia sangat fasih berbahasa inggris. Dan senyumnya.. jangan ditanya. Karena aku cuma bisa cengengesan liatnya. Kali ini, lagi-lagi dia jawab pertanyaan juri dengan menggunakan bahasa inggris. Entah kenapa saat itu aku merasa deg-degan. Bukan karna aku takut dia akan gagal, tapi lebih kepada rasa yang aneh ketika aku melihat dirinya. Perasaan yang bisa membuat bibirku ini tersenyum hanya dengan melihatnya. Rasa ingin tahuku semakin bertambah untuk memgenalnya lebih jauh. Aku berusaha mencari siapa nama laki-laki itu sampai pada saat kamera akhirnya meng-close up setengah badannya, terlihat jelas nametag yang terpasang di dada sebelah kirinya, Abhi.

"Bu, liat deh dia. Lucu ya? pinter lagi bahasa inggrisnya. Namanya Abhi. Dia gausah menang gapapa deh, malah bagus" Kataku masih dengan senyum yang enggan pergi. Ibu mengernyitkan dahinya bingung.

"Lah, kenapa malah didoain ga menang?"

"Kalo dia menang, nanti fans nya makin banyak ibu. Aku jadi banyak saingan." Jawab ku seraya diikuti dengan tawa ibu yang khas.

"Kamu tuh ada-ada aja. Ibu pikir kamu beneran dukung dia karena kepinterannya. Taunya ada udang dibalik bakwan. Huu"

"ih bu, aku tetep suka dia karena pinternya. Tapi kan dia juga lucu, jadi dijadiin sepaket aja. Yakaaan hahaha."

Itulah awal aku melihat Abhi untuk pertama kalinya. Laki-laki pintar yang selalu aku kagumi. Dia selalu bisa menarik perhatianku dengan segala apa yang dia lakukan. Sederhana, tapi membekas. Bukan dengan kata, namun perbuatan. Adakah hal yang lebih indah dari perasaan nyaman untuk saling menjaga dan memiliki satu sama lain?

Setelah seminggu berlalu, aku masih suka memikirkan Abhi si laki-laki pintar yang berhasil membuatku kepincut. Tapi aku pikir mustahil untuk bisa kenal sama dia. Jangankan kenal, ketemu aja itu keajaiban sekali seumur hidup. Jadi aku mengubur segala angan halu yang berusaha menguasai akal sehatku seminggu terakhir ini. Aku kembali menjalani masa akhir sekolah ku di SMA. aku baru saja menyelesaikan segala ujian akhir yang cukup menguras energi dan otakku beberapa bulan belakangan ini. Hari-hari ku hanya diisi dengan sekolah, bimbingan, ujian, belajar, berdoa.

Tapi disisi lain, aku merasa haru karena kata orang, masa yang paling indah itu masa SMA. Dan itu benar. Semua pengalaman selama SMA sangatlah berkesan. Dari mulai suka-suka an sama kakak kelas, izin kekamar mandi cuma buat ngeliat gebetan lagi olahraga di lapangan basket, diomelin guru BP karena pake rok span atau pernah sesekalinya aku ngantuuuuk sekali dan akhirnya cabut dari sekolah terus numpang tidur di kost-an temen yang juga lagi males sekolah. (Maafin Nara yaa ibu ayah hehe)
Dam sekarang, saat kita semua tinggal menghitung hari di masa yang paling indah ini, ada perasaan yang ga rela untuk melepasnya. Karena kita akan masuk di fase baru kehidupan yang lebih individual. Perkuliahan.
Pendewasaan.
Tanggung jawab diri sendiri.
Seremkan ngebayanginnya ? Ga akan ada lagi yang di omelin guru rame-rame sekelas. Ga akan ada lagi yang kerjasama satu kelas biar kelasnya terlihat unggul dimata guru-guru. Semua serba untuk diri sendiri.

Abhi NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang