25

282 12 2
                                    

Saat ini kami sedang makan malam, dan Aneel duduk didepanku.

"Jangan salah sangka dengan pertanyaanku ya. Tapi, kalian mau ngapain kesini? Ke turkey?" Tanya Rabia dengan ekspresi nya yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Aku menatap Aneel tapi sepertinya dia tidak ingin menjawab pertanyaan itu. 

Apa yang harus ku katakan? Aku harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin memberitahunya kalau kami sebenarnya sedang kabur dari kejaran para psikopat. 'Terkadang kebenaran sulit untuk diungkapkan atau bahkan bisa mengakhiri segalanya. Allah mencintai orang-orang yang selalu mengatakan kebenaran. Berbohong tidak akan membawa ku pada akhir permasalahan' Aku mendengar suara itu lagi. Aku mengangguk dan mencoba untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Sebenarnya, kami la...-" Aku tidak dapat menyelesaikannya

"Kami lagi honeymoon" Kata Aneel. Perasaan bingung mengalir dalam tubuhku. Aku menatapnya dengan alis terangkat, tidak mengerti kenapa dia berbohong. Sepertinya dia sudah gila, tapi ekspresinya seperti mengatakan 'kita harus kerjasama'.  Aku mengangguk, memastikan bahwa aku setuju dengannya.

"Benarkah? Bagus dong kalo gitu. Turkey bagus banget buat dikunjungin. Tapi, kenapa kamu gak kasih tau aku dulu? Kamu tahu ka..-" Lagi lagi aneel menyela.

"Kelamaan kalau ngasih tau dulu" Katanya dan melanjutkan makannya seperti tidak ada apapun yang terjadi. 

Setelah itu, Rabia dan aneel tidak berbicara lagi, jadi aku mengajak leyla berbicara. Untungnya dia bisa berbahasa arab, seenggaknya aku punya teman ngobrol.

"Paman memintaku untuk menciumnya kalau aku ingin dia menciumku juga. Tapi aku gamau, karna kata ibuku kalau.. kalau ituu.. ewww... Apa bibi juga mencium paman?" Kata Leyla dan aku merasa bahwa pipiku memerah. Gadis kecil ini membuatku malu. Aku mengarahkan pandanganku pada Aneel dan ekspresinya terlihat sama denganku, tapi setelah beberapa saat dia tersenyum. Aku tahu dia ingin menjawabnya, yang membuatku percaya diri untuk menjawabnya lebih dulu. Aku bisa merasakan matanya menatapku. Perhatikan ini Aneel

"Enggak leyla. Kamu baru saja memberitahu bibimu ini kan, bahwa itu, ewww. Yakan?" Kataku pada leyla dan melihat aneel menyeringai. Aku tahu, Okay. Aku tahu pasti itu tidak akan terasa seperti 'ew' untuk menciumnya..--- Hentikan sahra.

"Aku akan menunjukan kamar kalian" Kata rabia setelah gurauan itu. 

Aku tidak melihat suaminya dan aku juga tidak ingin bertanya. Menurutku mungkin mereka sudah bercerai, karna Aneel sangat marah dan mereka bertengkar dengan bahasa turkey, saat Aneel bertanya pada Rabia apakah dia(Mantan suaminya) masih suka menghubungi atau tidak. 

Kami sudah berada di suatu kamar tidur. Aku melihat, hanya ada satu tempat tidur disini. Aku menoleh ke arah aneel.

"Gue bisa tidur di lantai" Kataku sambil mengambil bantal. 

Aku pergi ke kamar mandi dan mengganti pakaian ku dengan piyama. Ketika aku keluar, aku melihat aneel sedang berbaring dikasur dengan handphone di tangannya. Dia batuk dan wajahnya terlihat sedikit pucat. Aku duduk dilantai dan mulai membuat kasur untukku dengan selimut yang kutemukan.

Aneel menghela nafas. Dia berjalan ke arahku, meraih tanganku dan membawaku ke tempat tidur. Dia mendorongku dan kemudian tidur disampingku. Dia membelakangiku dengan punggungnya. Aku menyentuh pundaknya untuk bertanya apa yang salah dan dia berbalik, jadi aku bisa melihat wajahnya.

"Aneel, Lo kenapa?" Aku berbisik. Badannya panas dan dia menggigil. Aku menyelimuti seluruh tubuhnya dan memeluknya.

"Kayanya gue sakit deh" Jawabnya. 

Aku beranjak pergi ke dapur, membuatkannya teh dengan lemon dan madu. Aku tidak tahu dimana letak semua bahan yang ku perlukan, tapi aku tidak ingin mengganggu Rabia. 

Setelah sedikit mencari-cari, aku menemukan semua yang ku butuhkan dan membuatnya sebelum aku kembali ke kamar.

"Ini akibatnya. Jadi sakit kan Lo" Kataku sambil mendengus kesal. Aku meletakan teh itu diatas meja dan membantu aneel untuk duduk. Dia menatapku sebentar sebelum melihat apa yang kubawa.

"Gue bikinin teh nih, mungkin bisa bikin lo jadi lebih baik. Gue rasa lo cuma sedikit flu" Kataku dan memberikannya teh yang ku buat. 

"Terimakasih" Dia menutup matanya rapat-rapat dan mengernyitkan hidungnya. 

"Lo kasih lemon nya berapa banyak sih?" Tanya nya. Aku merampas gelasnya dan memaksanya untuk menghabiskan teh itu.

"Minum, kalo lo mau sembuh" Kataku. Dia melihatku dengan jengkel, tapi aku hanya tersenyum.

Aku memberikan gelas itu padanya. Letak kaki kami sangat berdekatan dan aku menyilangkan kakiku. Dia menghabiskan teh itu dalam beberapa saat. Bagaimana bisa dia meminum teh panas itu dengan cepat?

"Apa yang bakal kita lakuin sekarang?" Tanyaku, sambil memikirkan alasan kami kabur kesini. Kukira dia tidak akan menjawab, tapi..

"Gue punya rencana" jawabnya, tapi tidak memberiahuku apa rencana nya itu. Aku berbalik  badan, agar dapat menghadapnya. Tapi dia menghindariku, jadi aku meraih pipinya, membuatnya mengadap ke arahku. 

"Lo harus kasih tau gue. Gue kan terlibat juga, dan gue bisa kok bantu lo" Kataku. Aku tahu bahwa tidak banyak yang bisa kulakukan, tapi aku ingin dia memberitahuku bagaimana kami akan menyelesaikan ini.

"Gue bakal jauhin lo dari masalah ini, lo gak perlu khawatir. Lagian lo juga gak akan bisa bantu gue" Katanya. Menatapku dengan ekspresi yang serius. Aku mendegus, menyilangkan tanganku dan memalingkan wajahku. Dia juga mendengus, meraih tanganku.

"Semua ini buat keselamatan lo. Dan lo gak boleh ikut campur urusan gue" Katanya. 

Aku tidak menjawbanya, tidak ingin memulai pertengkaran karna aku tahu dia benar. Aku lupa siapa dia sebenarnya, ketika dia menunjukan sikapnya yang baik seperti ini padaku. Aku harus tahu diri. 

Aku berbaring di tempat tidur, membelakanginya dengan punggungku.

~~

Tiga jam kemudian aku masih belum bisa tidur, meskipun sebenarnya aku sangat lelah. Aku duduk dengan perasaan sedikit gelisah. Kenangan burukku pun tiba tiba datang kedalam pikiranku.

Aku merasa seperti.. Aku adalah bagian dari hidupnya-- atau hidup mereka, tapi faktanya adalah mereka orang jahat, mereka tidak menginginkanku. Aku pikir, akhirnya kami akan saling akur dan membiarkan satu sama lain, tapi dugaanku salah. Kenangan buruk orangtua ku muncul di benakku. Saat mereka makan malam dan aku hanya bisa menonton mereka, padahal aku sangat lapar. Mereka tertawa, bercanda, melakukan semua hal yang ingin kurasakan. Hal-hal yang hanya bisa ku impikan..Sudahlah, sahra. Tidak usah di pikirkan.

~

Aku merasa ada yang bergerak tapi aku tidak menoleh kearah aneel. Aku tahu pasti dia sudah bangun dan aku tidak ingin menatapnya. Dia bergerak dan menempatkan kepalanya di pangkuanku, aku melihat kearahnya untuk bertanya mengapa dia melakukan ini, tapi dia tidak menyadari itu. Dia hanya meraih tanganku dan memejamkan matanya. Aku sangat bingung. Sudahlah, mungkin dia mengigau. 

Aku mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalaku dan menutup mataku. Masih dalam posisi kepalanya di pangkuanku

With(Out)YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang