9

240 11 0
                                    

Kulihat mertuaku sudah datang. Aku menghampiri dan mencium tangan mereka, seperti seharusnya. Ayah mertuaku tersenyum dan itu adalah senyum yang sungguhan. Dia mengelus kepalaku tanpa mengatakan apa-apa. Ibu mertuaku memberi tangannya untuk di salimi. Dia sama kaya ibuku. Selalu menampakan wajah judesnya. Kami akan mengadakan pesta barbekyu.

Ketika aku masih kecil, aku gak pernah menyukai mereka. Seluruh keluarga akan datang dan akulah satu-satunya yang akan melayani mereka, membersihkan dan mencuci piring. Aku sebenarnya memiliki banyak sepupu perempuan tapi mereka tidak pernah melakukan apapun untuk membantuku. Ibuku yang bilang ke mereka untuk tidak membantuku.

Aku pergi ke dapur untuk membantu Aisha dengan semua hal yang dia lakukan. Kami banyak mengobrol dan tertawa. Aku tidak tahu di mana Aneel berada. Mungkin dengan saudaraku.

Aku sedang menyelesaikan salad saat ibu mertuaku masuk ke dapur. Dia melihat ke arahku
"Kenapa aku harus mendapat menantu seperti dia, ya rabbi, dia bahkan gak bisa memegang pisau" katanya

Apa yang salah? Apakah ada cara untuk memegang pisau? "Kenapa kamu gak belajar dari Aisha? Aisyah, kamu tunangan Ibrahim kan?" Dia bertanya.

Apakah dia ingin aisha menjadi istri aneel atau semacamnya?. Lagian aku bukan istri yang dicintainya. Jika mereka saling menginginkan, kenapa enggak?

Aisha memiliki ekspresi yang sama denganku. Bingung. "Iya" Jawabnya. Ibu mertuaku menganggukan kepala dan pergi ke ruang tamu

"Kenapasih dia?" Aisha bertanya dengan cemberut di wajahnya. "Mungkin dia mengira kamu ingin menjadi istri aneel, atau bahkan istri kedua, dia bahkan tidak dapat menangani satu istri, bagaimana dia bisa menangani dua istri," kataku. Aku berhenti saat menyadari apa yang telah aku katakan

"Sahra, lihat aku" kata Aisha saat dia berhenti dengan apa yang sedang dia lakukan. Dia membalikkan tubuhku untuk menatap matanya dan aku menunduk.

"Sahra, kamu gak bahagia? Mereka memaksamu?" Dia berkata.

Bahagia? .. itu adalah perasaan asing yang tidak pernah aku rasakan

"Enggak Aisha, aku bahagia, gak ada yang memaksaku" kataku. Dia tidak percaya padaku. Aku bisa melihat dari matanya. Dia mendekat dan memelukku. Air mata mengalir turun dan aku benci ketika aku menangis didepan oranglain.

"Aku akan bilang ke ibrahim, kamu gak bisa menikah karna paksaan!" Dia berkata. Rasa takut mulai datang menghampiri.

Tepat ketika aku pikir aku akan dibebaskan dari semua penganiayaan, itu bahkan akan di mulai lagi. Aku meraih tangannya, memaksanya berhenti. Dia menatap mataku dan melihatku dengan serius.

"Enggak Aisha, kalau kamu melakukan itu-" kataku, tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku tidak bisa menceritakan apa yang telah mereka lakukan padaku selama ini.

"Engga sahra, aku emang gak tahu apa yang sedang terjadi tapi aku akan mencari tahu" ketika aku hendak menjawab, ayahku masuk ke dapur untuk memberi tahu kami untuk mengatur meja.

Kami tidak mengatakan hal lain satu sama lain setelah itu. Ketika aku membersihkan semuanya, aku pergi ke kebun dan duduk di ayunan. Aku menatap langit. Semuanya hitam tidak ada bintang. Sama seperti pikiranku sendiri. Tidak ada yang bisa aku rasakan. Kata-kata Aisha menghantuiku. Kebahagiaan? Apa itu? Cinta? Hal-hal yang tidak akan pernah aku rasakan.

Aku menghela napas dan hendak berdiri saat ibrahim mendatangiku. Dia tampak marah. Aku takut. Aku tahu apa yang akan dilakukannya.

"Sahra!" Dia berkata sambil mendekat ke arahku. Aku sudah mundur selangkah. "Apa yang kauceritakan kepada Aisha? Apakah kau mengatakan kepadanya apa yang telah kami lakukan terhadapmu? Apakah kau menceritakan tentang pemukulan, tentang pernikahan paksa?" Dia berkata. Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku terlalu takut untuk berbicara, tahu bahwa semuanya akan dimulai lagi. Rasa sakit, rasa takut-semuanya terasa seperti dulu.

"Aku bertanya kepada kau, sahra,  jawab! Apa yang kau katakan kepada Aisha tentang kehidupan kau yang kacau ?!" Dia bertanya lagi. Air mataku mengalir di wajah.

Aku sedang berdoa di kepalaku. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Rasanya seperti ada seseorang yang menahan tenggorokanku. Dia mengangkat tangannya dan aku memejamkan mata. Aku tahu apa yang akan terjadi. Aku sudah siap merasakan sakitnya. Ayo, tunggu apa lagi? Tampar aku!

Tapi tidak, aku tidak merasakan apa-apa. Ini sangat aneh. Butuh waktu lima detik, namun kali ini tidak Ada tangan yang menempel di wajahku

"Ibrahim, apa apaan ini ?!" Aku mendengar suara aisha. Saat aku membuka mata, aku tidak dapat mempercayainya. Aneel memegang tangan ibrahim, menghalanginya untuk menyakitiku. Dia menampakkan wajah marahnya. Aku menatap Aisha, melihatnya yang sedang terkejut melihat semua kejadian ini

~~~~~
Give me your voted and comment❤

With(Out)YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang