10

233 13 4
                                    

"apa apaan lo? Gak punya otak ya?!" Aneel berkata kasar. Aku tidak bisa mempercayai telingaku. Orang yang selalu membenciku saat ini membelaku? Dia terlihat sangat menyeramkan, tapi aku tidak takut padanya

"Lepaskan, Aneel. Gak usah ikut campur" kata Ibrahim. Dia mencoba melepaskan lengannya tapi Aneel mencengkeramnya lebih kuat.

"Kalian meninggalkannya, menjualnya, untuk gue Dan sekarang lo berani menyentuhnya? Lo pikir lo siapa?Hah?" kata Aneel. Nyatakah ini?. Aku tidak mempercayai apa yang telah kudengar.

Ketika aku melihat ke arah aisha, matanya berair. Aisha seharusnya tidak mendengar semua hal ini

"Dan bagian terburuknya adalah, lo muku sahra kaya banci. Bahkan lo gak pernah menyayanginya seolah-olah dia bukan apa apa" kata Aneel.

Aisha melangkah maju. Dia berbeda sekarang. Bukan seperti Aisha yang kukenal. Bukan Aisha yang selalu berpikir positif "Benarkah itu, Ibrahim?" Dia bertanya. Dia benar-benar mencintai Ibrahim, aku yakin akan hal itu. Aku langsung merasa bersalah. Itu semua karena aku.

"Stop aneel, ini cuma-" aku bahkan tidak bisa menyelesaikannya "diam sahra!" kata Aneel. Apa yang dia inginkan? Dia memiliki satu masalah besar sekarang.

Aku tidak bisa melihat Aisha seperti ini. Dia adalah satu-satunya temanku. Aisha melangkah maju ke ibrahim. Dia menatap matanya seolah sedang mencari sesuatu tapi dia tidak bisa menemukannya. Lalu dia melepaskan cincinnya dan melemparkannya ke arah ibrahim. Hatiku sakit melihatnya. Itu tidak adil. Tidak adil untuknya

"Engga aisha, gak perlu seperti ini" kataku tapi dia meraih lenganku dan keluar dari kekacauan itu.

"Kami akan pergi dari sini" katanya. Aku menatapnya. Aku bisa melihat luka dan kemarahan di matanya. Aku perlu memperbaikinya, bukan untuk ibrahim, tapi untuk Aisha

"Aku gak bisa pergi, aku harus kembali ke Aneel, pulang saja, aku akan menelepon Kamu nanti" kataku. Aku benar-benar perlu memeriksa Aneel, bagaimana jika mereka memulai perkelahian?

"Enggak Sahra, Kamu gak boleh kembali" katanya
"Aku harus memastikan mereka gak akan bertengkar hebat. Ibrahim akan marah sekarang" kataku.

Dia berjalan pergi ke mobilnya dan masuk ke dalam. Ketakutan merayap ke dalam pikiranku. Aku takut dengan apa yang akan mereka lakukan terhadapku sekarang. Aku merusak acara ini. Tanganku gemetar saat masuk. Aku mendengar orang berteriak.

Tepat sebelum aku pergi ke halaman belakang tempat mereka berada, Aneel berjalan ke arahku. Dia sangat marah, bisa kulihat dari wajahnya. Dia melihatku dan meraih lenganku "kita akan pergi" katanya. Aku tidak mengatakan apapun dan tidak menghentikannya. Aku benar-benar bingung dengan cara dia bersikap. Aku pikir dialah yang akan menyerahkanku dengan tangan kosong kepada mereka.

Aku masuk mobil dan dia membawa kami pulang. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

~

Dia keluar dari mobil. Dia duduk di tangga depan pintu sebelum masuk rumah dan memegangi kepalanya. Dia bertingkah aneh dan aku merasa perlu untuk duduk di sampingnya. Kami berdua tidak berbicara. Lalu aku mendengar suara. Suara yang tidak pernah aku duga akan ku dengar darinya.

Kepalaku menoleh ke arahnya dan melihatnya menangis. Tidak nyaring, tapi terdengar. Mata aku melebar dan aku tidak tahu harus melakukan apa, apalagi untuk sesuatu yang baru saja terjadi.

Aku menyingkirkan pikiran itu dan melakukan satu-satunya hal yang kubisa. Aku melakukan hal yang nenekku lakukan pada saat aku menangis, sebelum dia meninggal dunia. Aku meraih kepalanya dan meletakkannya di dadaku sambil memeluknya, Dan untungnya dia tidak menolaknya.

~~~~~
Give me your voted and comment❤

With(Out)YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang