21

204 10 0
                                    

Aku mencium sesuatu yang menyengat hidungku, ohh minyak kayu putih. Aku pingsan. Lalu aku merasakan sesuatu pada tanganku, sentuhan lembut mengelus tangan kananku. Saat aku ingin tahu siapa itu, aku mendengar suara.

"Gue seorang hafiz pas umur 15 tahun. Gue ngerasa bangga banget sama diri gue sendiri. Pas gue 16 tahun, gue mulai ngajarin anak anak kecil apa yang gue tau. Gue jadi imam diumur yang masih muda. Gue cinta Allah, Gue percaya dia, sebelum Dia melakukan semua ini ke gue. Lo tau apa yang terjadi? Kenapa gue bisa kaya sekarang ini? Gue ngacauin semuanya. Pertama maryam, gue, dan lo juga. Please sahra, buka mata lo" Katanya dengan suara serak. Aku berusaha membuka mata, tapi tidak bisa. Aku gerakkan tanganku agar dia tau kalau aku mendengar apa yang barusan dia katakan.

"Sahra, Please. Bangun.. Gue minta maaf" katanya dan aku berusaha banget supaya bisa bangun. Aneel memanggil dokter, dan ketika dia melepaskan pegangan nya aku membuka mataku perlahan. Orang pertama yang aku lihat, aneel. Matanya merah, mungkin tadi dia nangis.

"Im so sorry baby, please.. Maafin gue, gue gak bermaksud kaya gitu. Semua ini salah gue" Katanya sambil mencium tanganku. Aku melepaskan pegangan nya dan mengelus rambutnya dengan lembut.

"Gue gapapa sekarang, liat kan. Semua ini bukan salah lo" Jawabku.

Kejadian tadi malam tiba tiba terngiang di pikiranku. Ketika aku berdiri di gang yang gelap, bagaimana ibrahim mendekat dan memukulku. Aku masih bisa merasakan sakitnya sampai sekarang. Dia mau membalas dendamnya tentang aisha.

Kami melirik ke arah pintu saat seseorang mengetuk.
"Halo bu osman, saya dokter parker. Bagaimana keadaanmu?" Kata dokter. Aku tersenyum padanya saat dia memberikanku senyuman.

"Kurang baik dok, tapi udah agak mendingan" Jawabku. Alhamdulillah.

"Okay, saya akan memeriksa ibu dan ibu harus istirahat 2 hari. bisa kan kita ngobrol berdua dulu?" Katanya. Aku melirik aneel dan melihat bahwa dia ingin komplain tapi dia tetap diam. Dia melihatku untuk memastikan bahwa aku baik baik saja dan aku mengangguk. Lalu aneel keluar kamar dan dokter duduk di sebelahku.

"Saya ingin membicarakan sesuatu. Saya melihat kalau ibu sedang tidak baik baik saja kan? Mau membicarkan tentang itu?"Kata dokter. Aku gak ngerti apa maksudnya.

"Saya tau banyak wanita yang salah diperlakukan oleh suaminya. Tapi ibu tidak akan merasakan itu lagi, kita bisa melaporkan nya ke polisi kalau memang iya" lanjutnya. Mataku melebar. Aku tidak bisa percaya. Dia tau aneel salah memperlakukanku.

"Ini bukan suamiku yang melakukan nya dok, ini saudaraku yang melakukan" Dia melihatku dengan tatapan yang serius dan tidak lagi berkata apapun.

"Okay, kalau ibu membutuhkan sesuatu tinggal tekan tombol merah disini ya. Saya akan panggilkan suami ibu" katanya dan aku mengangguk. Aku berterimakasih dan dia pergi. Saat aneel masuk keruanganku, dia sedikit tertawa.

"Apaansih?" Aku bertanya sambil tersenyum. Dia duduk disampingku

"Gapapa" katanya, tetap dengan keadaan tertawa kecil

"Lo bikin gue takut" Kata aneel. Jariku menyentuhnya tanpa sadar.

"Kenapa?" Kataku. Gak seharusnya dia se khawatir ini kan?

"Karna semalem lo ada di tempat yang sama pas gue nemuin maryam. dan pas gue nemuin dia.. udah gak bernyawa. Gue takut.. Gue takut kesalahan yang sama bakal terjadi lagi" katanya. Ini menyakitkan untuk didengar, tapi aku berusaha untuk baik baik saja. Aku melihatnya dekat dekat dan menatap matanya. Tapi dia tidak mau melihatku, dia mengalihkan pandangannya.

"Liat gue" Kataku. Dia menutup matanya dan aku menghela napas.

"Aneel" Panggilku dan dia membuka matanya dan menatap mataku. Aku belum pernah melihat mata seindah matanya.

"Gue gapapa, Gue tetep disini kan. Gak akan terjadi apa apa dan semua ini bukan salah lo. Please biarin gue masuk dalem kehidupan lo dan biarin gue ngebantu lo" Lanjutku. Aku sadar akan apa yang aku katakan. Aku berjanji pada maryam. Aku ingin dia menjadi dirinya yang dulu lagi.

"Ini gak gampang. Gue takut" Katanya dan menutup matanya lagi. Aku memegang wajahnya mengelusnya perlahan

"Takut kenapa?" Tanyaku

"Gue takut bakal nyakitin orang lagi, gue takut tersakiti lagi" bisiknya.

"Aneel, gue juga takut. Gue takut lo kenapa napa. Gue takut pas lo abis berantem diluar, Gue takut pas lo gak pulang kerumah. Gue takut lo lakuin apa yang mereka lakuin ke gue. Gue takut lo make barang barang haram yang bakal buat lo ninggalin gue selamanya. Gue takut. Tapi gue siap ngebantu lo. Percaya sama gue" Kataku dan dia mengambil napas dalam dalam. Dia menatapku dan mengangguk

"Gue bakal coba" katanya.

Ini sudah jam 2 pagi, dan dia membantuku untuk tiduran lagi dan dia duduk di banguk.

"Lo gak tidur?" tanyaku.

" Enggak, gapapa lo tidur aja" Katanya, mencoba untuk mencari posisi nyaman. Dia mengangkat alisnya dan begitupun aku. Dia mendekat perlahan dan membaringkan dirinya didekatku, tidur disampingku. Posisi kita sangat dekat tapi kurasa dia tidak nyaman dengan posisinya. Dia menghela napas dan meletakkan tangan nya di belakang bahuku agar dia sedikit nyaman dengan posisinya. Aku tersenyum dan meletakkan kepalaku di dadanya. Dan aku yakin, aku mendengar dia bilang

"Im so sorry, babyy"

~~~~~
Helooooo para pembaca setiaku
Jangan lupa vote & comment yaa
Hope you all enjoy it...

With(Out)YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang