22

181 12 0
                                    

Sekarang, sudah seminggu sejak aku keluar dari rumah sakit. Aku bertanya kepada Aneel tentang apa yang terjadi pada ibrahim, tapi dia mengabaikanku. Seminggu terakhir ini kami baik-baik saja. Dia tidak terlalu baik, tidak juga bersikap dingin padaku. 

"Sahra, siap siap gih" Kata aneel ketika aku sedang membersihkan rumah. Aku mengabaikannya karna sibuk menempatkan beberapa tanaman didalam pot.

"SAHRA" Dia berteriak  dan aku menoleh, menatap matanya.

"Cepet, siap-siap. Kita mau pergi ke mall, "katanya sambil berjalan pergi.

Ketika aku bertanya, kenapa kita akan pergi ke mall. Dia mengatakan bahwa dia ingin membelikanku beberapa pakaian. Mungkin dia sudah melihat laciku yang hampir kosong. Aku gugup. Aku tidak ingin dia menghabiskan uangnya untukku.

~~~~~~~~

"Aneel, lo dapet semua uang ini darimana?" Aku bertanya ketika dia memaksaku untuk mencoba gaun yang mahal.. Aku bahkan tidak ingin mencobanya, tapi dia menatapku dengan tatapan yang membuatku tidak memiliki pilihan lain. Yasudahlah~

"Bokap gue punya bisnis. Dia mendesain pakaian pria dan menjualnya ke pabrik brand terkenal di seluruh dunia. Tahun depan, gue yang bakal ngambil alih bisnisnya dia. Well,  sebab itu gue dilahirkan sebagai anak orang kaya" Katanya.

Tapi... kenapa dia bergabung sama geng brandalan kalo dia sudah punya banyak uang? Aku memutuskan untuk tidak bertanya, karna sekarang bukan waktu dan tempat yang tepat. 

Akupun pergi ke ruang ganti dan mencoba gaun itu. Gaun nya panjang, menutupi seluruh tubuhku. Aku menatap diriku dicermin beberapa saat, dan keluar ruang ganti untuk membiarkan Aneel melihatnya. 

Aneel melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. 

"Gimana?" Aku bertanya padanya. 

"Hmmm" katanya. Aku merasa buruk. Seharusnya aku sudah tau. Aku kan tidak cantik, jadi kenapa gaun ini harus terlihat bagus untukku?

"Enggak, maksud gue bukan nya jelek. Bagus kok, tapi agak ketat. "Aku mengangguk dan berbalik.

~~~~~~~

Setelah berbelanja, kita pergi ke restoran. Kita berdua saling diam. Sunyi bagiku. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Akhirnya akupun yang memecahkan kesunyiannya.

"Aneel, gue pingin nanya sesuatu deh sama lo" kataku. Aku menatapnya dan sedikit tertawa. Dia terlihat sangat lucu, makan seperti anak kecil dengan saus di dagunya. Aku mengambil serbet dan membersihkannya.

"Apaansih lo" katanya setelah menolakku untuk membersihkan saus didagunya.

"Kenapa sih, Lo selalu bilang 'jangan sentuh gue'. Kenapa Aneel? " Aku memberanikan diri untuk bertanya. Tiba tiba dia berhenti makan.

"Karena.. Karena Ma-" Dia tidak melanjutkan. Sepertinya dia takut mengatakannya. Dia berdiri dan meninggalkan uang di atas meja dan keluar. Aku mengejarnya dan mencoba untuk meraih tangan nya.

"Aneel, tunggu-" aku berteriak. Aku berlari lebih cepat dan melangkah di depannya. Dia tidak mencoba untuk berlari lagi, tapi dia sama sekali tidak menatapku.

"Gue minta maaf, gue cuma-" Aku bahkan tidak bisa menyelesaikan apa yang aku katakan.

"Lo gak ngerti ya? Sulit bagi gue! Berpura pura gak ada hal buruk yang terjadi dan itu menyakitkan! Menyakitkan ketika gue nyentuh lo padahal gue gak ada maksud apa apa, dan menyakitkan mengingat ketika gue berjanji kepada sesorang kalau gue TIDAK AKAN PERNAH menyentuh perempuan lain" katanya sambil berjalan menuju mobil. Dia bahkan tidak menungguku dan pergi. Air mataku sudah mengalir. Aku ingin membuatnya lebih baik lagi dari sekarang, tapi dia tidak akan membiarkanku melakukannya. 

Aku bingung. Bahkan 'suara itu' yang biasanya berbicara kepadaku dan memberiku saran, sudah tidak terdengar lagi. Aku duduk dibawah sambil memeluk lututku. Menyedihkan. Setiap kata yang mereka katakan kepadaku muncul di benakku. Aku menutup telinga karena aku bisa mendengar mereka meneriakkan kata-kata kasar itu kepadaku. Aku melihat ke atas dan saat itulah aku melihat tangan seseorang yang ingin menjangkauku. Aku pernah melihat orang itu di bus dan mal.

"Siapa .. Lo siapa?" Aku bertanya sambil mencoba untuk berdiri. Dia tersenyum sedikit. Aku tidak mengenalnya. Tetapi aku tidak takut dan aku tidak tahu mengapa. 

"Yessin." Katanya. Saat itu hujan dan kami berdiri di sana. Suasananya berbeda, unik. Membuatku bertanya-tanya, ada apa ini. Sesuatu yang tidak aku ketahui, perasaan apa ini sebenarnya. Dia menatapku dengan mata cokelat gelapnya dan tersenyum sepanjang waktu, seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainannya yang sudah lama hilang.

"Gue pernah liat lo sebelumnya" kataku. Dia menyeringai dan mendekat ke telingaku. Badan nya harum.

"Jangan biarkan ada yang menyakitimu. Kita akan bertemu lagi "dan dengan itu, dia pergi. Aku  berniat menghentikannya untuk bertanya apa maksudnya tapi dia pergi begitu saja..

 Yessin, kenapa kamu terlihat sangat familiar bagiku ...

~

Aku kesal, berjalan pulang dengan gemetar. Aku takut. Takut bahwa aneel mungkin..— tutup mulut sahra ... 

Aku berjalan ke dalam. Aku merasa kedinginan tapi badanku panas. Mungkin aku sakit karena berada di luar saat hujan tadi. Aneel tidak di rumah dan aku juga tidak melihat mobilnya. Aku menghela nafas dan berjalan ke kamar mandi untuk mandi air panas. Saat mandi. Aku memikirkan suara itu, suara yang menyadarkanku waktu itu. Mengapa dia tidak terdengar lagi? Aku menutup mata dan berkonsentrasi, tetapi tidak ada apa-apa. Tidak ada satu kata pun.

Aku sedang menyisir rambut basahku ketika Aneel pulang ke rumah. Aku memandangnya dan mataku melebar. Matanya merah dan wajahnya pucat. Dia tidak bisa bernafas dengan benar dan berjalan sempoyongan. Dia berjuang untuk duduk di sofa tetapi dia terjatuh di lantai.

"Apa apaan ini? Lo kenapa Aneel?" Aku bertanya. Bagaimana dia bisa menyetir jika dia tidak bisa berjalan.

"Te... Teman," katanya. Aku menghela nafas. Aku tidak ingin melihatnya seperti ini.

"Kalau lo menanggapi panggilan dari allah (Adzan) untuk beribadah dan berdoa , Ia akan membalas dengan memberikan apa yang lo inginkan. Gue mohon aneel, coba saja dan gue janji semuanya akan baik-baik saja "kataku berharap dia tidak akan marah. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuatnya merasa lebih baik jadi kupikir berdoa akan membantunya.

"Lo pikir... Gue gak tau soal itu? Se... sebelum ini .. Gue selalu berdoa .. dan itu gak berhasil" katanya. Aku berlutut di sampingnya.

"Lihat gue, aneel. Allah tahu yang terbaik. Jika dia tidak memberi lo sesuatu yang lo inginkan, berarti memang tidak seharusnya itu terjadi. Mungkin jika dia mempercayakan Maryam sama lo, Lo bakal jadi lebih buruk daripada sekarang. Mungkin lo bakal ngalamin banyak hal, lebih dari apa yang lo pikirkan. Kita gak tahu. Salah satunya, seperti saat ini Aneel. kita... kita menikah" kataku membisikkan bagian terakhir. Aku tidak tahu dari mana asalnya, tetapi aku tahu dia perlu mendengarnya. Aneel tidak berkata apa-apa. Dia hanya duduk di sana, kepalanya di antara lutut dan tangannya. Aku meraih tangannya dan menyatukan jari-jari kami. Dia melepaskan tanganku tanpa menatapku.

"Gue.. Gue udah janji sama dia," katanya.

"Tapi dia udah gak ada di sini lagi! Dia udah meninggal! Dia gak  bakal marah dan gak bakal ada di sini buat ngasih tau lo kalo lo udah ngelanggar janji! Dia gak ada di sini lagi, aneel, "kataku. Aku meletakkan tangan di mulutku karena terkejut. Apa yang ku katakan? Aneel pasti akan marah.

"Lo benar. Dia sudah mati .. dia ninggalin Gue, " katanya sebelum berjalan menuju kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi..

~~~~~~~~

Hai Hai Haiiiii
Udah lama banget gak upload ceritanya, karna fokus UN:( 
Akhirnya bisa nerusin juga nih cerita. Selamat menikmati. Jangan lupa vote&comment yaa!
Hope you all enjoy it!! 

With(Out)YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang