Ia terhirup,
dibawah langit yang redup.
Pancaran mata sendu,
degup yang tak lagi berseru.Bersama raut muram,
berjalan mencoba terbenam.
Rasa terjerat,
rindupun menyarat.Rasa tak lekas tunas,
tak sanggup melepas.
Serupa ampas terhempas,
mengendap bak residu.Kealpaan terlarut,
pejam tak tersambut.
Bagai sayat sembilu,
rindu kian menderu.Laksana terajam,
duka semakin dalam.
Meski berkali ditempa,
hanya berjumpa nestapa.Asa terbujur kaku,
menjadi debu terkubur waktu.
Bayang disudut mimpi,
menikam sunyi dengan keji.Bernisankan pahit,
binasakanlah memori terhimpit.
Bertahtakan lara,
layaknya hela menjelma bak udara.Hujan mereda,
namun luka tak pernah purna.
Rindu sudah membenamkan sauh,
ia berjalan dengan mata rapuh.Memunguti serakan diksi magis,
lalu ia tebar dijalanan gerimis.
Meninggalkan jejak tak terlacak,
menjadi yang tak nampak.Melipat segala desir,
Dibatas pantai semilir.
Mencari ketentraman jiwa,
dalam kesejukan semesta kata, seketika.wonosari, april 2017-
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMPAH
PoetrySajak-sajak sampah sekaligus payah. Sudah begitu saja(k). Baca silahkan, tidak minat ya saya baca sendiri.