Chapter 22 - Perang Dingin

117 15 0
                                    

Setelah semua orang keluar dari uks meninggalkan Ruth sendirian di kamar, delapan orang itu masih saling berdiam diri. Seperti ada dua kubu antara the girls and the boy. Pihak cowok merasa ada yang aneh, kenapa tiba tiba para cewek jadi diam? Padahal mereka pecicilan banget biasanya.

"Heh, kenapa lo pada diem semua?" Ucap Theo duluan, tetapi tak ada satu suara pun yang menjawab pertanyaan Theo barusan.

"Heh, lo pada budek ya? Cewek urakan, budek lagi. Trenyuh gue liatnya" kata Theo sarkas.

"Lo nanya ke gue?" Stella menoleh ke arah Theo.

"Ya iyalahh, nanya siapa lagi kalau bukan lo lo pada, ah dasar govlok" Theo menjawab. Kata kata kasarnya pun mulai keluar.

"Omongannya biasa aja bisa gak sih?" Hava berbicara tanpa menoleh ke arah Theo.

"Heh, kalau ngomong tuh ya yang liat dulu orangnya yang diajak ngomong, dasar" omel Theo.

"The, lo tuh berisik banget deh. Diem aja, banyak bacot!" ucap Stella dingin. Stella pun juga membalas ucapan Theo dengan kata kasarnya.

"Oh jadi lo pada marah sama kita kita gara gara kemarin pas di apartmen Gibran?" Tanya Ramon tapi lagi lagi tak ada jawaban.

"Woy budek!" Bentak Theo sambil tangannya memegang kedua pundak Stella dan mendorongnya cukup keras sampai punggung Stella menabrak dinding sebuah kelas.

Theo mendorong Stella karena kesal saja, tak berniat buat apa apa. Sedangkan tiga teman Stella hanya bisa melihat sambil melongo

"Theo anjing! Ngapain sih lo, hah?! Biasa aja bisa dong! Woles aja kalau sama cewek! Banci lo, anjing! Berani sama cewek!" Teriak Stella memukul lengan Theo. Nafas Stella nampak terengah setelah berteriak tadi, siapa yang gak kesal coba kalau digituin.

"Wesseh, Theo bukan anjing, mbak. Biasa aja" ucap Briyan sambil mengunyah permen karet dimulutnya dan memasang wajah datar coolnya.

"Diem lo!" Bentak Stella pada Briyan. Sedangkan yang dibentak hanya tersenyum miring sambil memalingkan wajah.

"Mau lo apa sih?!" Tiba tiba terdengar suara Agnetta.

"Havn't you made peace with Ruth?" Tanya Theo mengalihkan pembicaraan.

"Yes, we have. So what? Apa hubungannya sama Ruth?" Jawab Stella. Tanpa disadari Eliza dan Hava sudah berjalan duluan meninggalkan mereka.

"Ya menurut gue kalian tuh freak banget. Kalian damai sama Ruth tapi malah kalian jadi marah sama kita kita, padahal kita yang bikin kalian damai sama Ruth" ucap Theo panjang.

Stella menghela nafas, ia lantas berbicara dengan wajah sinisnya, "terus lo mau apa lagi? Gausah alay dehh, gue heran kenapa sekarang lo jadi bener bener cerewet. Lo tuh cerewet dan gue rasa idup lo tuh repot gitu, kayak gaada sen—" Stella belum sempat meneruskan hidupnya.

"Lo juga cerewet tuh" Theo memotong ucapan Stella.

"Loh, beda dong! Gabisa disamain gitu, gue kan banyak omong gini gara gara gue menilai lo dari apa yang terjadi. Lo gabisa nilai gue cuma gara gara gue ngom—"

"Lah sekarang malah lo kan yang idupnya repot kan" ucapan Theo menginterupsi kata kata Stella lagi.

"Loh, beda juga dong! Gabisa disamain gitu. Gue ga repot, gue kan hanya menilai hidup lo dan gue gak sampai peduli dan sama hidup lo, sedangkan lo i—" (*what the... -_-

"Kenapa bisa beda? Ya sama aja lah, lo manusia gue juga manusia, lo mi—" (*selalu begitu selalu begitu -_-)

Teman temannya mulai jengah, bahkan sekarang Briyan dan Gibran sudah bermain game mobile legends di gadget, sudah berada didalam room malahan. (Bagi yg gatau mobile legends maklum aja ya :v)

"Loh, ini gaada hubungan sama manusia atau bukan dong! Lo mikir dong, lagian ngapain sih lo peduli banget sama hidup gue? Ngurusin banget hidup gue? Penting ya bu—" f*ck -_-)

"Ya dihubungkan aja, gue emang manusia kan, apa sih bedanya gue sama lo? Gu—" (*damn it -_-)

"Ya jelas banget beda lahhh, lo tuh mikir gak sih? Gue cewek lo cowok, gue kalem lo enggak, gue gak cerewet lo cerewet, gu—" (*okay -_-)

"Loh, kok jadi beda yang kaya gitu sih, kalau itu ya manusiawi lah, gimana sih lo. Lagian gue bukannya ngurusi—" (*plis udah -_-)

"Loh, tadi kan lo yang nanya apa bedanya kita, lo yan—" (*shit -_-)

"Top lane itu Bran! Astaga si Alucard kurang ajarrr, buildnya jadi elahhhh. Serangg Brann!" Ternyata bukan Theo lagi yang memotong pembicaraan Stella, melainkan si Briyan yang sudah jengah dengan perdebatan tak penting itu.

Sebenarnya Briyan sengaja berteriak begitu supaya perdebatannya berhenti, dan ya! Berhenti benar. Stella langsung menoleh kearah Briyan yang barusan mengoceh tak jelas.

"Iya elahhh, itu si Kagura serangg! Buildnya jadi juga tuh! Astagaa" Gibran menyahut Briyan. Keduanya bermain sampai hp nya dimiring miringkan.

"Iya iya itu! Siall! Yang bawah ada Lancelot sama Layla tuhh! Mampus sono lo Alu!" Briyan menjawab lagi.

"Cepet! Cepet! Kesana! Kesana!" Ucap Gibran panik.

"Jangan panik! Jangan! Jangan! On the way broo!" Ah entahlah -_-

"Solo Lord, Bri! Solo Lord!" Gibran jadi panik sendiri.

"Yaelah bocah ingusan. Heh! Nge game mulu lo" ucap Stella tapi tak ada yang menanggapi.

"But, where are Eliza and Hava?" Tanya Stella terkejut karena tak mendapati Eliza dan Hava tak berada disamping Agnetta. Hanya sisa Agnetta saja.

"Mereka udah jalan duluan, bosen kalik" jawab Agnetta.

"Yaudah yok, ke kelas aja. Ngapain juga disini, unfaedah" ajak Stella.

⬇⬇⬇

"Lama lama gue kesel juga sama si Theo" Stella terus saja menumpahkan kekesalannya pada Theo.

Saat ini dia dan tiga temannya sedang duduk di kursi kantin. Suasana kantin sudah sepi karena bel masuk sudah berbunyi, tapi empat cewek itu mager, maka jadilah mereka masih duduk di kantin.

Sekonyong konyong datanglah orang yang mereka benci yang baru saja mereka bicarakan. Astagaa.

"Woy, ngapain lo? Ngomongin gue ya?" Theo memegang pundak Stella dan hal itu membuat Stella kaget.

"Astaga" Stella memegangi dadanya karena kaget, "biasa aja dong, kaget nih" Stella memukul lengan Theo cukup keras dan membuat si empunya pundak mengaduh.

"Mereka lagi, mereka lagi" ucap Agnetta lirih dan memutar bola matanya.

"Sakit, La. Cantik cantik garang, huu"

Seperti biasa, Eliza, Hava, dan Agnetta sangat muak dengan wajah wajah curut pengganggu hidup mereka.

"Haish, pergi pergi sonoo" ucap Eliza wajah ketus dan suara tak kalah ketus dan tangannya mendorong pundak Briyan yg duduk disampingnya.

"Kenapa lo ngusir gue? Gue kan peng—" Tangan Briyan malah dengan manis merangkul pundak Eliza.

Eliza mencebikkan bibirnya, "ah, pergi sono lo" Eliza melepas rangkulan Briyan. Tapi apa daya, saat sudah terlepas malah Briyan merangkulnya lagi.

"Briyan! Cabe ih" Eliza langsung berdiri dari duduknya. "Ayo pergi, ganggu aja!" ucap Eliza terlihat marah yang langsung membuat tiga temannya ikut berdiri.

"Mereka kenapa sih?" Tanya Theo.

Yang lain hanya mengendikkan bahu. "Pegi aja yok" Gibran berdiri duluan.

"Njom" akhirnya kantin menjadi sunyi.

VOTE!
TBC

This Is An Adventure [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang