Yoga menuruni tangga dengan sebuah ransel hitam di punggungnya. Tepat di bawah tangga mama papa dan Keyra berdiri menanti dirinya, tangis indi dan Keyra belum juga reda justru saat melihat yoga dengan tas besar yang di bawahnya, membuat tangis keduanya semakin keras.
"Hiks bang Yoga beneran mau pergi?" Keyra langsung menghambur memeluk Yoga, saat kakaknya itu berada di satu undakan tangga terakhir.
"Hiks key nggak mau pisah lagi sama bang yoyo hiks hiks." Yoga hanya bisa diam tidak tau harus bagaimana. Ia sudah memikirkan keputusannya ini dengan matang, bahkan sudah sejak dulu ia ingin meninggalkan rumah ini.
Yoga merasa semua kata-kata yang sering di lontarkan Yudha ada benarnya, ia hanya anak yang sudah dibuang tidak sepatutnya ia kembali kekeluarga ini. Di rumah ini yoga merasa sebagai penghancur kebahagiaan semua orang.
"Nak, kamu nggak boleh pergi, sayang."
Yoga mengalihkan pandangannya pada Indi. Wanita itu menangis dengan sesenggukan di pelukan Arya, papanya. Hati Yoga merasa tercubit melihat wanita yang telah melahirkannya, wanita yang sejak dulu ia rindukan dan ingin ia temui. Namun saat Tuhan mengabulkan doanya, dirinya justru selalu membuat wanita itu meneteskan air mata, karena selalu mengabaikannya. perasaan kekecewaan yang selama ini menghantuinya, membuatnya selalu mengacuhkan perhatian yang selama ini ia berikan.
Yoga tersentak dari lamunannya saat sebuah tangan menepuk-nepuk pundaknya. "Apa kamu yakin ga? Papa sama Mama sayang sama kamu, kita nggak mau kamu pergi dari rumah ini."
Yoga melepaskan keyra dari tubuhnya kemudian menatap papanya dengan pandangan dingin. "Kenapa baru sekarang kalian bilang sayang, sejak dulu kalian kemana saja."
"Mungkin kata sayang itu udah nggak berarti lagi buatku, karena sejak kalian meninggalkanku tanpa perasaan, rasa sayang itu sudah pergi juga tanpa meninggalkan sedikit jejak pun."
Tangis Indi semakin keras setelah mendengar kata-kata yang yoga ucapkan. Sedangkan Keyra hanya sesenggukan karena ia tidak mengerti dengan masalah ini.
"Untuk masalah itu papa sama Mama minta maaf ga."
Bukannya menjawab yoga justru, mengabaikannya dengan berjalan menuju pintu utama rumahnya, tidak memperdulikan tangisan mamanya serta suara Keyra dan papanya yang memanggil-manggil namanya.
Di depan rumahnya sudah ada Leon yang duduk di atas motor ninjanya. Yoga memang sengaja menghubungi Leon agar datang menjemputnya.
Namun tiba-tiba Keyra datang kemudian kembali memeluknya dari samping. "Bang jangan pergi." Rengeknya.
"Udah key. Kita masih ketemu di sekolah."
Keyra berdecak dengan sisah-sisah tangisnya. "Emang harus ya Abang pergi?"
"Ini pilihan gue key."
Yoga melepaskan Keyra. Ia teringat sesuatu kemudian merogoh saku jaket kulit yang kini ia kenakan.
"Kasih sama papa, gue nggak butuh ini." Yoga menyerahkan sebuah kartu ATM serta sebuah kunci motor, pada Keyra. Saat yoga masuk rumah ini tidak membawa apa-apa selain pakaiannya, dan saat ia pergi dari rumah inipun ia tidak mau membawa apa-apa yang bukan miliknya.
"Tapi–"
"Gue bisa mandiri."
"Jaga diri Lo baik-baik, gue pergi."
Motor Leon melesat pergi dari perkarangan rumah besar itu, membawa Yoga yang duduk di boncengan motor itu. Air mata Keyra kembali mengalir deras membasahi pipi mulusnya, melihat kepergian kakaknya.
*****
Pagi hari SMA Merah Putih di sudah heboh dengan kedatangan Yoga kesekolah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kedatangan Yoga, hanya saja pagi ini tidak seperti biasanya Yoga yang datang dengan motor kerennya seperti biasanya. Pagi ini Yoga mengendarai sebuah pesva berwarna biru pudar, yang membuat seluruh mata yang melihatnya heran.
Yoga turun dari motornya setelah terparkir sempurna. Tanpa perduli dengan tatapan dan bisikan-bisikan orang-orang di sekitarnya.
Cowok yang perawakan tinggi dan tegap itu berjalan di koridor, seperti biasanya dengan wajah datar khas dirinya.
Yoga memasuki kelasnya, yang sudah ramai oleh murid lainnya bahkan ketiga temannya yang absurd juga berkumpul di kelasnya.
"Eh ada bang Yoga Yang handsome baru dateng." Ferry uang menyadari kehadiran Yoga terlebih dahulu.
Yoga duduk di tempatnya, tanpa menggubris ataupun menyapa teman-temannya.
"Ga kata Leon Lo keluar dari rumah ortu Lo?" Tanya Ryan to the point.
Dan seperti biasanya Yoga hanya menjawab dengan gumamnya saja, tanpa berkata satu katapun.
"Hmm."
"
Jadi sekarang Lo tinggal di kosan dong."
"Hmm."
Ketiganya memandang Yoga prihatin, dalam hati mendoakan supaya suatu hari nanti mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Yoga sudah sangat banyak berkorban dan mengalah, sangat tidak adil bukan jika orang baik sepertinya harus terus-menerus menderita.
Tidak lama setelah itu, Keyra beserta ketiga temannya termasuk Nadine memasuki kelas Yoga. Dengan mata sembabnya Keyra menghampiri meja kakaknya.
"Bang Yoga?" Keyra merengek seperti anak kecil, membuat semua yang menyaksikannya mengerutkan dahinya.
Sedangkan Yoga pun tidak jauh berbeda dengan teman-teman, ia menatap Keyra dengan wajah datarnya, seolah-olah berkata 'apa'.
"Bang Yoga pulang dong." Keyra merengek kembali. "Bang Yoga nggak sayang ya sama key, sama mama juga?"
Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibir tipisnya. Yoga hanya diam membuat Keyra geram.
"Mama jatuh sakit, gara-gara bang Yoga pergi dari rumah."
Cowok itu menghela nafas panjang, "tinggal di bawa ke rumah sakit."
"Bang, mama tuh sakit karena Lo pergi dari rumah. Dan mama mau Lo kembali lagi bukannya di bawa ke rumah sakit."
"Orang sakit ya harus di bawa ke rumah sakit. Gue bukan dokter yang bisa nyembuhin orang sakit."
Air mata Keyra sudah mengalir deras membasahi pipinya. membuat teman-temannya meringis kasihan melihatnya.
Tanpa berkata apapun Keyra pergi dari sana dengan air mata yang terus berjatuhan dari sudut matanya, disusul oleh kedua temannya.
Nadine mendekati meja Elang. "Lo tau, Lo tuh cowok yang paling egois yang pernah gue kenal."
"Lo lebih mementingkan diri Lo sendiri dan nyakitin banyak orang." Setelah mengatakannya Nadine pergi menyusul Keyra.
"Kesannya gue yang jadi penjahat, padahal disini gue korbannya." Gumamnya pelan, namun masih bisa di dengar oleh ketiga temannya.
Leon menepuk bahu Yoga, "mereka cuma nggak tau apa yang sebenarnya terjadi."
"Ya, Ga. Lo yang sabar ya. Gue yakin ini cuma rencana Tuhan buat nguji kesabaran umatnya." Timpal Satya, yang di angguk oleh yang lainnya.
To be continued
Hai ketemu lagi😂
Gimana kesan cerita ini, tulis disini ya!
Satu kata buat Bang Yoga?
Satu kata buat Nadine?
Satu kata buat Keyra?
Jangan lupa vote+comments+Share ya😆😆 biar aku semangat nulisnya dan biar cepet up
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lovely Girl
Teen FictionTidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Bahkan hal hal yang tidak masuk akal pun akan terjadi jika di kehendaki oleh sang penciptanya. Seperti cinta yng tumbuh di hati Yoga untuk Nadine. Tetapi sayang jalan cinta mereka tidak semulus jalan tol. ...