Lima

2.4K 121 1
                                    

Bulan perlahan menjauh. burung-burung berkicau begitu keras seakan menjadi alarm alam yang membangunkan warga-warga dari tidur lelapnya. Bahkan akibat kicauan burung peliharaan ayahnya aisyah, beberapa rumah sudah mulai membuka tirainya. Meski waktu menunjukan pukul lima lewat.

Memang sedikit mendung, tak heran jika mereka memilih tertidur diranjang dengan berselimut tebal. Ditambah lagi sekarang hari sabtu. Lengkap sudah istirahat mereka dari lelahnya aktifitas bekerja.

Aisyahh mengambil sapu yang menggantung disudut teras luar. Lalu ia mulai menyapu debu-debu yang berkunjung setiap harinya.

"Sudah pulang syah? " tanya kang asep sambil mendorong gerobak buburnya. Aisyah menengok dan mengangguk. Dilihatnya tangan kang asep memukul mangkok dengan sendok, seolah pemberitahuan jika penjual bubur melewati kawasan itu.

"Iya kang" saut aisyah.

Aisyah mulai melakukan aktifitasnya lagi setelah ia selesai menyapu. Aisyah lalu mengambil kain pel yang berada ditempat yang sama. Terlihat noda kecoklatan disana, ia ingat kemarin sore aisyah habis mengepel lantai yang kotor akibat ceplakan tanah merah yang terbawa oleh ban motornya.

Aisyah masuk kedalam rumah untuk membersihkan kain pel yang terlihat kecoklatan, namun langkahnya terhenti saat dering telfon rumahnya  menggema kesegala penjuru.

Aisyah menghampiri telfon rumah itu. Ragu, satu hal yang ada di benak aisyah. Namun ia tak mungkin mengganggu ibunya yang sedang beristirahat akibat bangun terlalu pagi untuk membuat combro dan misro yang selalu dititipkan pagi-pagi diwarung-warung yang sudah menjadi langganannya.

Mungkin saja itu ayahnya. Dengan cepat aisyah menganggat telfon dari ayahnya yang sedang dinas diluar kota.

"Assalamualaikum, halo?" Aisyah menjawab telfon dengan lantang.

"Yes! Aisyah!!" Teriak suara dari dalam telfon itu. Aisyah sedikit kecewa mendengar siapa yang menghubungi telfon rumahnya. Aisyah fikir itu ayahnya. Dan ternyata dia angga-mantannya yang belakangan ini mengejar-ngejar aisyah.

"Ada apa?" Aisyah mengubah nada bicaranya menjadi dingin.

" tadinya aku mau menyusul kamu dan...mau bertanya pada ibumu... dimana alamat kamu tinggal di semarang... Eh.. ternyata kamu lagi di bogor syah" ucap angga sambil tersenyum dibalik telfon sana.

"Ohh" hanya itu yang mampu aisyah ucapkan.

"Hmmm, nanti siang aku kerumah kamu ya" ucap angga.

Aisyah mendadak kesal. "Jangan" reflek dirinya berteriak.

"Kenapa?" Tanya Angga yang terdengar sedih.

"Kamu mau apa lagi sih ga! Aku sibuk. maaf, assalamualaikum" kata aisyah yang merasa tidak enak mengakhiri secara sepihak itu. Aisyah terus memandangi gagang telfon itu ditangannya.
Entah sudah berapa menit yang terlewati akibat aisyah masih memandang gagang telfon rumahnya.

Ibunya memandang punggung aisyah yang membungkuk. Ibunya memang telah lama berdiri mengamati aisyah sejak aisyah berteriak tadi.

" luka memang masih belum kering. Tapi jangan biarkan luka itu terbuka. Tutup dengan keikhlasan dan kesabaran mu syah, biarkan semua berjalan seperti yang sudah ditakdirkan syah." Ucap ibunya yang sudah lama mengamati ekspresi aisyah yang selalu memberikan jawaban terluka jika menyangkut angga.

Aisyah menggeleng. "Kenapa dia baru datang sekarang bu" lirih aisyah bertanya pada ibunya. Meski aisyah memunggungi ibunya. Kesedihannya tetap ia tahan. Bukan karna aisyah masih mencintai angga, namun rasa kecewa dan kebodohannya membuat aisyah mendadak kesal jika menyangkut angga.

Dalam Diam Ku MenantimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang