12. Rumah Fajar (2)

120 9 4
                                    

Hari semakin larut. Sebelum terlalu malam, Senja pun pamit untuk pulang. Ia berharap rencananya akan berhasil.

"Tante, saya pamit pulang dulu," ucap Senja sambil menyalami Asri.

"Eh, udah mau pulang. Hati-hati di jalan, ya, Nak," jawab Asri.

"Iya, Tante, assalamualaikum," kata Senja.

"Waalaikumsalam."

Senja pun menyusul Fajar yang telah menunggu di pekarangan rumah bersama sepeda tuanya. Senja menaiki sepeda Fajar. Laki-laki itu segera mengayuh sepedanya menuju rumah Senja.

"Fajar," panggil gadis itu.

"Iya?"

"Makasih."

"Buat?"

"Semuanya."

Laki-laki itu tersenyum simpul. "Sama-sama."

Tak lama, mereka sampai di rumah Senja. Rumah besar itu tampak sepi.

"Lo punya ide nggak biar gue bisa masuk?" tanya Senja.

"Gue bawa karung goni," jawab Fajar sambil menampilkan deretan giginya.

Senja menepuk dahinya. "Nggak ada yang lebih elit? Kardus kek, ini mah karung. Goni lagi."

"Bawa kardus yang bisa muat sama badan lo tuh susah. Yang praktis ya karung. Biar lo nggak keliatan ya pake karung goni."

"Whatev, yang penting gue bisa masuk."

Senja pun masuk ke karung yang telah disiapkan Fajar. Lalu rencana pun dimulai.

"Permisi," seru Fajar.

Pintu gerbang dibuka. "Ada apa ya, Mas?"

"Anu, Pak, saya mau nganterin pesanan roti yang dipesan sama keluarga ini," jawab Fajar.

"Hm? Roti apaan, Mas? Kok bawanya pake karung gitu? Kayaknya berat tuh."

"Ah, iya. Kebetulan kardus yang mau dipake ketumpahan air jadi saya bawa rotinya pake karung."

Anjir! Ini satpam apa dora?! Untung Senja gak berat, batin Fajar.

"Silahkan masuk, Mas, maaf bikin lama di sini." Akhirnya si satpam pun memberikan izin agar Fajar masuk.

"M-makasih, Pak, permisi."

Fajar pun kembali melangkah dengan susah payah.

"Sssttt ... masuk lewat halaman belakang," bisik Senja.

"Iya, iya," jawab Fajar.

Dengan sisa tenaga yang ada, Fajar pun sampai di halaman belakang rumah Senja.

"Thanks, sampai sini aja. Hati-hati di jalan," kata Senja.

"Iya sama-sama, gue balik ya."

Senja tersenyum tipis. Lalu ia masuk ke dalam dan langsung di sambut oleh Indra.

"Rasanya Papa nggak pernah pesan roti yang diantar lewat halaman belakang," kata Indra datar.

Senja memutar bola matanya lalu melenggang pergi mengabaikan Indra yang sedang mengintimidasinya.

Gadis itu pergi ke kamarnya. Ia mengganti bajunya dan mengemasi barang-barangnya. Seperti dugaannya, ia akan berakhir di rumah Fajar.






Hanya laki-laki itu satu-satunya harapan Senja saat ini.





"Kamu mau ke mana?" tanya Indra.

Fajar dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang