FWB - 2

9.1K 498 62
                                    

Chaper Two : The Poem Master

Aku sedang mengecek ponselku ketika dosen yang mengajar tiba-tiba memasuki ruang kelas. Ada beberapa pesan dari orangtuaku dan sebuah pesan dari Jinri. Tapi aku harus mengabaikannya untuk saat ini. Aku mematikan ponselku, kemudian mulai memperhatikan dosen yang mengajar.

Saat ini aku berada dalam kelas Advanced Creative Writing. Seo Minsung adalah seorang wanita berusia sekitar tigapuluh tahunan yang mengajar mata kuliah itu. Aku sempat berpikir kalau dia terlihat terlalu muda untuk menjadi seorang dosen.

Mrs. Seo kini memberikan absensi pada teman sekelasku yang duduk di barisan paling depan untuk diisi bergantian. Aku sudah terbiasa memanggil semua dosen dengan sebutan 'Mr' atau 'Mrs' serta 'Sir' ataupun 'Ma'am'. Dan kurasa semua yang di sini juga begitu karena mereka sering dituntun untuk bicara menggunakan bahasa Inggris di kelas. Akan terdengar sangat aneh kalau kami tetap memanggil dosen yang mengajar dengan sebutan 'Saem' sementara kami sedang bicara menggunakan bahasa Inggris.

"Untuk pelajaran hari ini, kita akan membahas tentang puisi. Bagaimana kalian semua mengembangkan tulisan kreatif kalian dalam bentuk puisi," kata Mrs. Seo memulai pembelajaran. "Dan saya akan mulai dengan menjelaskan apa itu puisi, sekalipun saya percaya kalian semua sudah tahu apa itu puisiㅡbahkan sudah pernah membuatnya."

"Ada banyak pengertian tentang definisi menurut para ahli. Namun secara garis besarnya, kita bisa tarik kesimpulan penting. Bahwa puisi adalah kumpulan kata-kata yang tersusun dalam baris dan bait, yang memiliki unsur-unsur seperti irama, diksi, ritme, ide, emosi, dan sebagainya." Aku tidak mencatat bagian ini karena aku sudah pernah mempelajari ini sebelumnya. "Dalam The Victorian Sonnet, ada tiga prinsip tentang keseimbangan puisi. Yaitu sajak, irama dan keangkuhan. Tanpa keseimbangan ini, sebuah puisi menjadi tidak pas. Seperti sebuah kemeja yang tidak dikancingkan."

"Tapi saya tidak benar-benar berpikir demikian. Maksud saya, lihat saja Whitman. Dia membenci sajak dan irama. Tapi kita masih menikmati puisi-puisi karyanya sampai sekarang." Mrs. Seo menjeda sejenak. Seseorang telah mengembalikan absensi padanya. Dia menatap ke penjuru ruangan dan menghitung banyaknya orang yang hadir. Dia kemudian menatap kertas absensi itu sejenak. Kurasa dia sedang memastikan apa yang tertulis diabsen sama dengan kenyataannya. "Saya akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompoknya berisi dua orang berhubung jumlah yang hadir hari ini genap."

Aku benar-benar berharap kalau aku mendapatkan Luna dalam kelompokku. Aku benar-benar payah kalau sudah berurusan dengan puisi. Dan Luna adalah yang terpintar di sini, setidaknya dia mungkin bisa membantuku. Dan aku yakin kami pasti bisa bekerja sama dengan baik.

Tapi harapanku langsung pupus ketika nama Luna disebut bersamaan dengan nama teman sekelasku yang lain. Luna, yang duduk di sampingku, tersenyum sekilas padaku kemudian menghampiri teman satu kelompoknya itu. Aku hanya bisa berharap semoga setidaknya aku mendapatkan teman satu kelompok yang mengerti tentang kelemahanku terkait puisi. Aku takut malah mendapatkan teman satu kelompok yang malah mengandalkanku karena aku pindahan dari Stanford.

"Oh Sehun dan Jung Soojung."

Aku membeku ketika akhirnya namaku disebut. Benar-benar teman satu kelompok yang sangat tidak terduga. Aku langsung menoleh ke belakang; tempat Sehun biasa duduk. Pria itu sedang tersenyum miring kepadaku dengan tubuhnya yang bersandar dengan nyaman di kursinya. Satu hal yang kutahu; dia tak akan mau repot-repot pindah tempat duduk ke sampingku. Jadi, aku segera merapikan kembali barang-barangku ke dalam tas. Kemudian, beranjak menuju kursi di dekat Sehun.

Aku tiba-tiba teringat dengan percakapanku dan Seungwan semalam. Tentang aku seharusnya menghindari Sehun di lain waktu. Tapi, bagaimana aku bisa menghindarinya sekarang? Apa aku harus protes pada Mrs. Seo tentang pembagian kelompoknya? Atau aku harus kabur dari kelas ini? Kedua ide itu sama konyolnya menurutku. Lagipula, aku percaya Sehun tidak akan menelanku hidup-hidup atau semacamnya.

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang